"الاَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ وَاَرْوَاحُهَا وُجُوْدُ سِرِّ الاِخْلاَصِ فِيْهَا"
“Amal perbuatan kita hanya bentuk jasadnya saja, sedangkan rohnya adalah adanya keikhlasan disana”
Ibnu Athaillah mengibaratkan amal perbuatan dengan tubuh, dimana tubuh memiliki roh atau jiwa yang menggerakannya. Maka menurutnya amal perbuatan juga mempunyai roh yang dapat menjadikan suatu perbuatan tersebut menjadi berkualitas. Rohnya adalah Ikhlas.
Bagaikan tubuh tanpa roh yang hanya akan menjadi jasad yang mati dan tidak bergerak. Begitupun dengan amal perbuatan. Jika tidak dibarengi dengan rasa ikhlas maka perbuatan tersebut hanyalah sebuah suratun qaimatun yaitu bentuk format fisik yang sedikitpun tidak memiliki sebuah nilai.
Berbicara mengenai ikhlas agaknya ini adalah pesoalan yang merupakan masalah keseharian kita. Dalam melakukan aktifitas, bekerja, dan beribadah tentu kita selalu dituntut untuk ikhlas dalam melakukannya.
Ikhlas merupakan persoalan inti dalam tasawuf, dimana darinya merujuk terhadap makna dari ihsan sesuai dalam redaksi hadits jibril yang terkenal. Tapi apakah kita pernah bertanya-tanya makna dari ikhlas itu sejatinya apa? Karena rasanya sangat berat dan sulit sekali untuk dapat Ikhlas itu. Pada bagian hikam ini mari kita urai bersama-sama.
Perlu kita identifikasikan terlebih dahulu bahwa terdapat klasifikasi dalam perbuatan makhluk hidup. Ada perbuatan yang dilakukan oleh manusia dan ada pula perbuatan yang dilakukan oleh hewan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa diferensia atau pembeda antara manusia dan hewan adalah akal. Maka begitu pula yang terjadi, perbedaan atas lahirnya jenis perbuatan dari keduanya.
Hewan bergerak melakukan segala sesuatu didasarkan atas nalurinya. Seperti contoh bahwa seekor hewan hanya bergerak sehari-harinya sesuai dengan nalurinya untuk bertahan hidup. Maka siklus yang akan terjadi hanya mencari makan, tidur, dan berkembang biak. Mereka tidak memikir hal-hal selain itu.
Sedangkan manusia berbeda. Manusia bergerak dan berbuat sesuai dengan kehendaknya (free will). Pergerakan dan perbuatan tersebut pasti didasari dengan sebuah keinginan (seperti yang pernah kita bahas sebelumnya). Dari sisi inilah perbuatan manusia ternilai atau jika meminjam istilah Ibnu Athaillah “mempunyai roh”.
Jika kita melakukan segala aktifitas tanpa didasari keinginan, lantas apa bedanya kita dengan hewan? Seakan hanya mengikuti alur sebuah naluri bahwa jika kau tidak ingin sengsara maka kau harus mempunyai banyak uang dan untuk mempunyai banyak uang maka kau harus bekerja keras! Tidak peduli pekerjaan tersebut kau sukai atau tidak, melelahkan batin dan mentalmu atau tidak, merusak fisikmu atau tidak.