Mohon tunggu...
Rakha Stevhira
Rakha Stevhira Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan fakultas ushuluddin jurusan akidah dan filsafat Universitas Al-Azhar Kairo Mesir

Peminat kajian sufistik dan pemikiran islam

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Sifat Skeptis yang Merusak Kejiwaan

23 Maret 2024   20:15 Diperbarui: 23 Maret 2024   20:37 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://aktual.com/wp-content/uploads/2021/07/ulama-1.jpg

Pada faktanya jika kita membaca hikam Ibnu Athaillah ini secara universal dan objektif akan menjadi sebuah pandangan dan pedoman hidup yang sangat realistis, terlebih jika kita sandingkan dengan konteks-konteks sosial kekinian.

Mencoba mendialogkan antara teks keagamaan yang bahkan bersifat mistis dengan realitas adalah suatu kemajuan agama dalam bertransformatif. Jaman selalu berkembang dan teks keagamaan kita yang bersifat ijtihadi mesti selalu dapat beradaptasi dengan kemajuan daya intelektualitas, sains hingga pandangan serta pedoman baru dalam berkehidupan.

Sekali lagi, bahwa janji Tuhan adalah suatu kepastian. Pasti akan terkabul dan terwujudnya sebuah masa dimana islam akan memimpin kembali peradaban dunia, tetapi boleh jadi justru ketertinggalnya islam karena masih kurang terbukanya kita terhadap pandangan serta pedoman hidup baru, masih kurang aware nya kita terhadap permasalahan serta isu sosial yang kita kira bersifat jauh dari agama tetapi justru bisa kita dialogkan atau bahkan dicarikan sebuah solusi oleh agama itu sendiri.

Seperti tasawuf yang sangat sering dikatakan jauh dari realitas, tidak bisa menjawab persoalan-persoalan sosial sehingga menjadi biang keladi kemunduran islam adalah tuduhan yang tidak mendasar. Justru boleh jadi dengan pandangan seperti itu yang membuat kita semakin memundurkan janji Tuhan, alih-alih untuk mempercepatnya.

Tasawuf mengajarkan kita untuk ikhlas tapi bukan untuk rela terhadap kedzaliman, untuk qana'ah tetapi bukan untuk menjadi seorang yang miskin, untuk mengejar akhirat tetapi bukan untuk meninggalkan keduniawian, dan untuk menciptakan kemakmuran dan kedamaian secara kejiwaan bukan untuk menutup mata akan isu-isu mengenai kesehatan mental.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun