Mohon tunggu...
Steve Elu
Steve Elu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

STF Driyarkara_2007; Wartawan Majalah HIDUP. Bergiat menulis puisi dan cerpen. Buku puisi pertama: sajak terakhir (Juni 2014)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ritmik-Mekar Sapardi Djoko Damono

30 Juli 2015   16:46 Diperbarui: 12 Agustus 2015   03:38 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ketika “Hujan Bulan Juni” disajikan SDD sebagai puisi, kata-katanya adalah demikian:

Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Puisi ini pun sama dengan puisi “Aku Ingin”, ditulis SDD pada 1989. Kemudian ia dipilih jadi judul buku kumpulan puisi SDD yang diterbitkan Grasindo pada 1994. Kumpulan itu memuat puisi-puisi SDD yang ditulis antara 1964 sampai 1994. Selanjutnya, kumpulan ini beberapa kali mengalami cetak ulang dengan beberapa koreksi, penambahan puisi-puisi baru dan juga pengurangan. Terakhir, kumpulan “Hujan Bulan Juni” diterbitkan pada Oktober 2013 oleh Gramedia Pustaka Utama. Kumpulan yang sampai sekarang masih dengan mudah dapat kita temukan di toko atau gerai buku ini terdiri dari 120 halaman ini berisi 102 puisi dan ditulis SDD antara 1959 sampai 1994.

Sekarang, saya ingin merangsek masuk ke kamar ‘Hujan Bulan Juni’ dari kacamata saya. Bait pertama HBJ mengawinkan antara ‘bulan Juni’ dan “pohon berbunga itu’. Saya sependapat dengan para pengupas terdaulu puisi ini bahwa uangkapan yang dipilih oleh SDD pada keseluruhan ini (juga bait ini) adalah sebuah paradoks. Artinya, ia mengandung unsur kemustahilan atau nonsense. Namun sebagai diksi dalam sastra, ia mengandung aneka imajinasi yang tak pernah habis untuk dilahirkan. Mengapa?

Dalam konteks iklim Indonesia yang tropis-agraris, bulan Juni adalah waktu awal memasuki musim panas, atau musim panen. Karena itu, hujan turun di bulan Juni sangat jarang terjadi. Daun-daun pohon jati sebagai penanda musim panas pun mulai meranggas di sekitar bulan Juni. Serasa tidak cukup dengan ‘hujan di bulan Juni’, SDD kembali membubuhkan paradoks berikut pada baris tarakhir bait pertama, ‘pohon berbunga itu’. Bagaimana mungkin pohon bisa berbunga di awal musim panas?

Di negara-negara yang punya iklim empat musim: dingin (-hujan), semi, panas, dan gugur, awal bulan Juni adalah masa transisi dari musim dingin ke musim semi. Di musim inilah bunga dan pohon-pohon mulai berbunga.

Jadi, rasa-rasanya, SDD sedang ingin membidik masa transisi antara musim dingin (-hujan) dan awal musim semi dalam puisi ini. ‘Masa transisi’ ini kemudian ditarik ke dalam baris ‘tak yang lebih tabah’ dan ‘dirahasiakan rintik rindunya’. Nah, dengan perkawinan ini, SDD setidaknya ingin menggambarkan bahwa sesuatu yang tersemat dalam hati bisa hadir dalam dua wujud yakni sedih (hujan airmata) dan gembiara (berbunga-bunga). Sebab, sesuatu yang tercatat dalam hati atau dirindukan sering berselanjar di antara tawa dan airmata.

Hal yang sama kemudian diulang lagi oleh SDD pada bait kedua dan ketiga. Jejak-jejak kaki yang ragu-ragu dihapus oleh hujan bulan Juni. Dengan demikian ia akan terus melangkah karena ketabahan hatinya melampaui segala yang telah meluruhkan tangisnya. Juga, dalam bait ketiga, ‘dibiarkannya yang tak terucapkan/diserap akar pohon bunga itu’. Bahwa yang belum sempat mewujud kata-kata akan berubah jadi nutrisi yang menumbuhkan.

Sekilas pandang saya ini akan sangat bermanfaat untuk memasuki “Hujan Bulan Juni” sebagai novel. Konteks pemahaman setiap makna baris puisi dan pertautannya menjadi urgen karena novel ini berkembang dan bermain di antara singkapan makna baris-baris itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun