Kalau anda sejago Firmino ya saya tak masalah, ini crossingnya entah kemana, ujung-ujungnya ditangkap kiper lawan.
Hal yang sama pun juga berlaku dari aspek finishing. Di pertandingan Madura United vs Persebaya, entah berapa kali saya gregetan ketika melihat Beto Goncalves menyia-nyiakan peluang di depan gawang.Â
Saya greget karena ini Beto loh, striker timnas yang terkenal haus gol. Tak hanya Beto, beberapa striker lain pun saya lihat sering buang-buang peluang dengan finishing mereka yang kurang mantap di Piala Menpora 2021 ini.
Meskipun hanya turnamen pra-musim, tidak sepatutnya pemain yang merumput di liga tertinggi Indonesia apalagi yang berlabel timnas, menampilkan kualitas permainan yang di bawah rata-rata tersebut. Evaluasi besar-besaran tentu wajib hukumnya, karena akan kacau apabila permainan semacam itu terbawa hingga ke Timnas Indonesia.
Poin kedua ini sebenarnya dapat mencakup banyak aspek, namun akan saya bahas 2 yang paling utama menurut saya, yakni soal speed-oriented dan long-passing.
Pertama, soal speed-oriented alias hanya mengandalkan kecepatan. Akun Instagram @football.noise adalah salah satu yang paling getol mengkritisi hal ini. Ya, pertandingan di Piala Menpora 2021 adalah bukti nyata dimana hampir setiap klub mengandalkan pemain yang larinya kencang.
Hal tersebut sebenarnya lumrah dan tidak jadi permasalahan, asal output-nya oke, yakni bisa memberikan umpan silang ke dalam kotak penalti atau memberikan crossing yang akurat kepada striker.
Di Piala Menpora, banyak pemain yang malah melakukan crossing karena sudah kehabisan nafas akibat terlalu banyak berlari.Â
Hal ini tentu adalah kebiasaan buruk yang sudah mengakar, dan parahnya, beberapa pelatih dan pemain bahkan fine-fine saja dengan fenomena ini.
Kedua, strategi long-passing yang katanya sudah menjadi ciri khas permainan tim-tim Indonesia.Â