Mohon tunggu...
Kapten Jack Sparrow
Kapten Jack Sparrow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Instagram: stvnchaniago, Email: kecengsc@gmail.com, Youtube: FK Anime,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal Perilaku "Hoarding Disorder" dan Cara Mengatasinya

6 Maret 2021   10:33 Diperbarui: 7 Maret 2021   17:33 1866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hording disorder (Sumber: unsplash.com)

Pernahkah teman-teman melihat beberapa kerabat yang aktif sekali membeli barang-barang, yang sebenarnya tidak terlalu mereka butuhkan? Atau justru teman-teman Kompasianer sendiri yang sering melakukan hal serupa?

Kecenderungan untuk berbelanja secara rutin sendiri dapat didasari oleh motif yang beragam, seperti memang hobi berbelanja, belanja karena diskon, atau bisa juga karena merasa barang yang dibeli tersebut dapat berguna di kemudian hari. Ternyata, perilaku semacam ini tergolong sebagai hoarding disorder.

Apa itu hoarding disorder? 

Menurut www.alodokter.com, hoarding disorder adalah perilaku menimbun barang-barang yang tidak terpakai karena barang-barang tersebut dianggap akan berguna di kemudian hari, bersejarah, dan memiliki nilai sentimental.

Sekilas, beberapa orang dengan hoarding disorder ini malah menganggap diri mereka positif, sebab mereka beranggapan bahwa mereka future-minded, alias sudah memikirkan masa depan. 

Namun yang tidak mereka sadari adalah, utilitas dari barang yang mereka beli itu tak kunjung datang, meski beberapa bulan atau beberapa tahun sudah berlalu.

Oleh karena itu, perilaku hoarding (Menimbum) ini, akhirnya dianggap negatif atau sebuah penyakit, sehingga kemudian dikategorikan sebagai disorder (Gangguan).

Hal tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, karena hoarding disorder ini dapat menimbulkan beberapa bahaya atau hal-hal negatif ketika tidak ditangani secara serius. Yang paling utama tentu adalah perlahan tapi pasti, kita akan merasa ruangan/rumah yang tinggali semakin terasa sempit, karena dipenuhi barang-barang yang tidak (belum) berguna.

Tak hanya itu, penderita hoarding disorder pun kemungkinan akan berhadapan dengan masalah finansial di masa depan, sebab setiap uang sisa yang mereka punya, selalu digunakan untuk membeli barang-barang baru. Jadi, kemungkinan mereka mempunyai uang simpanan/tabungan sangatlah kecil.

Tumpukan barang-barang yang belum terpakai itu pun, berpotensi menjadi sarana timbulnya penyakit karena menjadi sarang binatang, seperti nyamuk, tikus, kecoa, dan serangga-serangga lainnya.

Gejala Hoarding Disorder

Nah, untuk teman-teman yang masih bingung apakah termasuk ke dalam kategori hoarder (sebutan untuk penderita hoarding disorder) atau bukan, ada beberapa gejala dari hoarding disorder yang dapat dideteksi, antara lain:

1. Sulit Membuang atau Menyingkirkan Barang yang Tidak Berguna
Gejala yang paling jelas dari penderita hoarding disorder adalah kesulitan memilah barang-barang yang tidak berguna untuk nantinya dibuang atau disingkirkan.

Keengganan penderita hoarding disorder menyingkirkan barang-barang yang tidak berguna tersebut, disebabkan karena mereka merasa bahwa barang tersebut akan berguna di masa depan, atau hanya sekadar untuk kepuasan pribadi si hoarder itu sendiri (biasanya untuk dikoleksi).

Maka dari itu, membantu mereka menyingkirkan barang yang tidak berguna tersebut pun akan sulit, sebab hal itu kemungkinan besar akan ditentang oleh hoarder itu sendiri.

2. Terganggu Apabila Barangnya Diganggu atau Dibersihkan
Jangankan membantu untuk menyingkirkan barang yang tidak berguna tersebut, bila ada orang lain yang mengganggu atau mencoba membantu membersihkan pun, akan ditolak mentah-mentah oleh beberapa penderita hoarding disorder.

Beberapa hoarder beranggapan, bahwa barang tersebut adalah kepunyaan mereka, jadi hanya mereka lah yang punya hak untuk mengatur dan mengorganisir barang yang mereka miliki itu. Biasanya, hoarder yang sudah akut lah yang akan mengadopsi pola pikir seperti ini.

3. Terus-terusan Membeli Barang yang Tidak/Belum Mereka Butuhkan
Gejala umum lainnya yang terjadi pada penderita hoarding disorder adalah terus-menerus membeli barang-barang yang sejatinya tidak mereka butuhkan.

Potret ruangan yang sesak dipenuhi barang akibat Hoarding Disorder
Potret ruangan yang sesak dipenuhi barang akibat Hoarding Disorder

Biasanya, diskon atau promo adalah penggerak utama yang membuat para hoarder ini semakin aktif untuk berbelanja. Ibaratnya, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. 

Jadi selain karena mungkin akan digunakan di masa depan, mereka juga merasa beruntung karena mendapatkan barang pilihannya dengan harga miring.

Cara Mengatasi Hoarding Disorder

Meski tidak mudah, namun bukan berarti hoarding disorder ini tidak bisa diatasi. Bila mengetahui ada teman yang mengalami hoarding disorder, coba melakukan 3 cara berikut:

1. Bantu Mereka Memilah Barang yang Harus Dibuang dan Disimpan
Memang saya tidak menjamin 100 persen cara ini akan efektif, namun tidak ada salahnya mencoba membantu mereka memilah mana barang yang harus dibuang atau disimpan, mengingat cara ini adalah yang paling gampang dilakukan.

Cobalah sepersuasif mungkin, menjelaskan barang apa yang benar-benar akan punya manfaat di masa depan dan layak disimpan, serta barang mana saja yang hingga bertahun-tahun ke depan pun belum tentu akan berguna dan hanya akan menjadi sarang penyakit.

Harapannya, hoarder akan merasa sadar akan miskonsepsi yang ia miliki selama ini terhadap barang-barang miliknya tersebut, dan bersedia mendengarkan saran yang kita berikan.

2. Kenalkan Mereka dengan Thrift Shop atau Tempat Menjual Barang Bekas/Second
Tak bisa dipungkiri, ada beberapa hoarder yang tak kuasa untuk menyingkirkan barang-barang mereka karena tidak rela membuang begitu saja barang-barang yang sudah mereka beli atau koleksi selama ini. Apalagi jika ditaksir, harganya mencapai jutaan, hmmm nyesek abis.

Nah, cara menyiasati penderita hoarding disorder seperti ini adalah dengan mengenalkan orang tersebut dengan beberapa thrift shop atau tempat-tempat untuk menjual barang bekas/second milik mereka.

Ya, belakangan ini memang banyak thrift shop muncul di sosial media. Jadi, apabila tumpukan barang tak terpakai si hoarder ini kebanyakan adalah berupa pakaian, maka akan lebih gampang untuk dijual.

Coba saja berikan berapa estimasi keuntungan si hoarder apabila bersedia menjual beberapa barangnya yang tidak terpakai tersebut. Ya, menurut pengalaman pribadi, akan lebih gampang membuat para hoarder tergiur apabila dikaitkan dengan uang.

3. Mencari Bantuan dari Psikiater
Nah, bila 2 cara di atas tidak berhasil, maka cara terakhir adalah menyarankannya untuk mencari bantuan dari ahli atau psikiater. 

Meski terkesan sepele, namun hoarding disorder punya bahayanya sendiri terutama dari segi finansial dan kesehatan apabila tidak diatasi secara benar, seperti yang sudah kita singgung sebelumnya.

Sepengetahuan saya, psikiater akan memberikan beberapa terapi kepada penderita hoarding disorder, yang membuat mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan selama ini salah.

Psikiater juga akan membuat si hoarder ini menjual/menyingkirkan sendiri tumpukan barang yang mereka miliki. Jadi, psikiater tidak akan menjualkan atau bahkan memaksa si hoarder untuk menjual/menyingkirkan tumpukan barangnya.

Karena, apabila psikiater yang menjualkan atau memaksa menjual, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, dan tidak menjamin bahwa si hoarder tidak akan menimbun barang lagi ke depannya.

***

Itulah sedikit penjelasan mengenai hoarding disorder, gejala-gejala umum, serta beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun