Hal yang sama pun berlaku di bidang lain, seperti dalam proses mengerjakan skripsi misalnya. Apabila memang kesulitan mengerjakannya sendirian, sering-seringlah berkonsultasi dengan dosen pembimbing ketimbang memaksa menyelesaikannya sendiri, yang malah bisa jadi membuang waktumu.
Kuncinya adalah menghilangkan gengsi dan membuang jauh-jauh ego dalam diri kita yang menganggap bahwa kita mampu melakukan segalanya sendirian. Mencoba semaksimal mungkin memang adalah tekad yang bagus, namun mencari pertolongan di kala sudah mentok adalah pilihan yang bijaksana.
3. Sesuaikan Ekspektasi dengan Kemampuan
Langkah alternatif yang bisa teman-teman tempuh guna menghindari diri terjangkit sindrom bebek adalah dengan menyesuaikan ekspektasi atau target yang kita buat dengan kemampuan dan pengetahuan yang kita miliki.
Simpelnya, kita belajar menjadi pribadi yang ambisius namun juga realistis. Artinya, jangan sampai kita membuat target yang kita sendiri tidak yakin diri kita sendiri dapat menggapainya, dan ujung-ujungnya hanya menjadi beban pikiran ketika target tersebut tidak tercapai.
Apabila teman-teman memang kekeh untuk memasang ekspektasi yang tinggi, karena mungkin memang sudah terbiasa dengan hal tersebut, maka cobalah untuk meng-improve diri kita sehingga ekspektasi tinggi tersebut tak hanya menjadi angan-angan semata yang sulit terwujudkan.
Misalkan, coba pelajari teknik time management, multi-tasking, serta beberapa soft-skill lainnya yang nantinya akan menunjang performa kita dalam menggapai target atau ekspektasi yang sudah kita set di awal.
4. Pengobatan Secara Medis
Apabila ketiga cara di atas tidak berhasil juga atau mungkin teman-teman merasa mengalami duck syndrome yang cukup serius, maka cara terakhir adalah mencari pertolongan secara medis, seperti yang dilakukan Jang Hansol.
Ya, ada beberapa psikiater atau psikolog yang dapat membantu teman-teman mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Apabila diperlukan, biasanya proses penyembuhan akan didampingi dengan bantuan dari obat-obatan.Â
Tidak perlu malu pergi ke psikolog/psikiatri, sebagai masyarakat yang maju, memang sudah sewajarnya kita aware dengan persoalan mental health (duck syndrome) dan memanfaatkan peran tenaga ahli tersebut dengan maksimal.
***
Itulah beberapa latar belakang, gejala, serta cara mengatasi sindrom bebek alias duck syndrome. Semoga dapat bermanfaat dan membantu teman-teman sekalian.
Baca Juga: "Crab Mentality, Peringatan Untuk Orang-orang Individualis"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H