Mohon tunggu...
Ahmad afif
Ahmad afif Mohon Tunggu... Dosen - Afif

fleksibel adalah kunci kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Raket

Petuah Cabor Bulutangkis

13 Agustus 2024   03:06 Diperbarui: 13 Agustus 2024   03:30 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, pada tahun 2006, Kongres Luar Biasa digelar untuk mengganti IBF menjadi BWF (Badminton World Federation) sampai sekarang. Perlu dicatat bahwa Indonesia pernah mendulang emas di tahun 1972. Badminton sempat dipertandingkan sebagai cabang olahraga percobaan di Olimpiade Munich (Jerman) pada 1972.

Indonesia mampu menyumbangkan dua medali emas melalui Rudy Hartono (tunggal putra) serta pasangan Ade Chandra/Christian Hadinata (ganda putra). Ironisnya, emas tak dihitung dalam time table karena masih tergolong pertandingan eksibisi, sebelum akhirnya pada tahun 1992 badminton bisa masuk Olimpiade.

KOI?  sebutan bagi organisasi yang menaungi atlet nasional untuk berprestasi di event Olimpiade dan Non Olimpiade; Sea Games, Asean Games, dan sebagainya  perlu menelaah lebih dalam tentang suksesnya prestasi kontingen Indonesia di tahun 1992. Setidaknya, sukses badminton di tanah air menjadi skema awal dalam menyusun roadmap dan masterplan prestasi atlet yang dibina. Bukan maksud menggurui maupun menjelekkan. 

Namun, ibarat pepatah, "Gajah di pelupuk mata tak tampak, namun semut di ujung samudera tampak". Bisa jadi, KOI belum bisa mendeteksi atas skema terbaik yang cucok bok (red; sesuai) dengan kapasitas serta kapabilitas pemerintah dengan kinerja atlet sekarang ini. Tak salah ada ungkapan " Belajarlah sampai ke negeri Cina!". 

Walaupun negeri tirai bambu itu pernah mendapatkan julukan "Sick Man of East Asia" (Pesakitan dari Asia Timur), namun semangat mereka tak bisa disamakan dengan tirai kain di kamar kita. Layaknya sebuah bambu yang kokoh nan kuat untuk menyokong jenis bangunan apapun, sejak kembalinya posisi sah China di Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) pada 1979, atlet-atlet China memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkompetisi di tingkat internasional. 

Ketika atlet tembak Xu Haifeng merebut medali emas Olimpiade pertama bagi China di Olimpiade Los Angeles pada 1984, hanya sedikit yang dapat memperkirakan dampak transformatif yang akan ditimbulkan oleh kemenangan Xu itu bagi dunia olahraga China. Setelah kemenangan bersejarah tersebut, China berinvestasi besar-besaran untuk mengembangkan infrastruktur olahraga, program pengembangan bakat, dan ajang olahraga internasional.

Angin apakah gerangan sehingga ada orang mengingat prestasi Olimpiade dengan KOI?. Indonesia sudah benar dengan ajang internasional, namun pengembangan atlet  baru sadar di tahun 2020    dan infrastruktur masih terbelunggu dengan UU No. 34 ayat 1 tahun 2005 yang menyatakan bahwa " Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan, pembinaan, pengembangan, penerapan standardisasi, dan penggalangan sumber daya keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal". 

Namun, kebanyakan olahraga yang dikembangkan lebih pada yang "disenangi" bukan "diunggulkan" . Pantas saja, rata-rata di daerah, kebanyakan memiliki lapangan sepakbola, badminton, dan voli. Panahan, panjat tebing, selancar, dayung, senam, balap sepeda, angkat besi, judo, renang, dan atletik bagaimana?, padahal Indonesia mengirimkan atlet cabor tersebut pada Olimpiade 2024 kali ini. Apakah Indonesia mampu berprestasi layaknya Olimpiade 1992?Layak kita nantikan!.

Ahmad Afif, Pengamat Olahraga Nasional dan Analis Prestasi Olahraga Nasional dari Gerakan Pengasuh Pesantren Indonesia (GAPI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun