Menimbang Kebijakan Gubernur NTT di Tengah KeterbatasanÂ
Masyarakat NTT
"Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 WITA, sehingga pukul 04.30 WITA mereka sudah harus jalan ke sekolah, sehingga pukul 05.00 WITA sudah harus di sekolah supaya apa, supaya ikut etos kerja," kata Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, dilansir dari detiknews. Pernyataan ini disampaikan Viktor saat berkunjung ke Dinas Pendidikan dan Budaya NTT.
Melihat keadaan demikian, tentunya hal yang pertama dipikirkan adalah tentang jam lima-nya itu. Jam masuk sekolah semakin pagi. Aktivitas kegiatan belajar mengajar (KBM) yang normalnya dimulai jam 07.00 pagi, kini dimajukan 2 jam lebih awal. Tak tanggung-tangung, aturan ini sudah diberlakukan di dua sekolah ternama di Kota Kupang, yakni SMAN 1 dan SMAN 6. Kedua SMA ini sudah mulai melakukan KBM sesuai dengan aturan baru yang diterapkan. Rencananya SMA dan SMK sederajat di NTT akan menyesuaikan. Bagaimana kita menanggapi aturan yang diberlakukan di NTT ini?
Kebijakan Gubernur NTT
Selama menjabat sebagai Gubernur NTT, Viktor Laiskodat telah beberapa kali membuat kebijakan baru di wilayah kekuasaannya ini. Diantaranya ada peraturan tentang mewajibkan berbahasa Inggris pada hari Rabu di setiap sekolah maupun instansi, menanam kelor, Car Free Day (yang dilakukan setiap hari Sabtu di El Tari-Kota Kupang) dan juga yang terbaru mewajibkan untuk berjalan kaki. Kebijakan yang dibuatnya ini tentunya tidak terlepas dari kepribadiannya yang sedikit tegas. Dan kebijkan terbaru yang menuai banyak pro dan kontra adalah mewajibkan SMA dan SMK sederajat mulai beraktivitas pada jam 05.00 pagi.
Viktor Laiskodat sendiri pernah menjadi salah satu anggota DPR RI untuk masa bakti 2014-2019. Dia adalah salah satu politisi yang merumput bersama partai NasDem. Bisa dibilang perjalanan karirnya sangatlah baik. Karena dirinya pernah menjadi ketua di bidang Pertanian dan Maritim DPP Partai NasDem. Pernah juga menjadi Ketua Fraksi Partai NasDem di DPR RI. Dengan latar belakang pengalaman kerja, baik itu saat bersama-sama dengan partai Golkar maupun NasDem, dia akhirnya memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai calon Gubernur NTT untuk masa bakti 2018-2023. Dengan diadakannya pesta demokrasi, dia pun terpilih menjadi Gubernur NTT untuk masa jabatan 5 tahun.
Lalu, apa keuntungan dan dampak yang negatif dari pemberlakuan aturan baru ini? Seperti yang ditegaskan oleh Ketua Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Linus Lusi S. Pd., M.Pd bahwa tujuan diberlakukan aturan ini adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan di NTT. Mutu pendidikan di NTT sendiri tergambarkan dalam 2 bentuk, yakni APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni). Dilansir dari VictoryNews, pada tahun 2021 realisasi APM untuk tingkat SMA/SMK/MA mengalami peningkatan 54%. Hal ini tentunya tidak terlepas dari upaya pemerintah NTT yang berupaya semaksimal mungkin untuk merevitalisasi mutu pendidikan di tiap sekolah, khusunya SMA/SMK/MA.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Pendidikan sangatlah penting bagi untuk masyarakat NTT. Untuk itu, pemerintah berusaha merevitalisasi mutu pendidikan dengan menghadirkan sarana prasarana sebagai penunjang.
Berkaitan dengan kebijakan baru yang dibuat ini, mental anak-anak di NTT secara perlahan dibentuk dengan waktu bangun yang semakin pagi. Bukan tidak mungkin, kebiasaan bangun sebelum matahari terbit akan membuat mereka akan mampu mengefektifkan kesempatan di pagi hari. Lebih jauh lagi, anak-anak dipersiapkan untuk menembus berbagai perguruan tinggi di zona Nasional maupun internasional.
Mutu Pendidikan
Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2021 menyatakan bahwa jumlah penduduk NTT mencapai 5,49 juta jiwa. Dari jumlah jiwa tersebut hanya 326,3 ribu jiwa saja yang berhasil menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Artinya bahwa hanya 5,95% saja. Data statistik ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah masih minim dalam hal menamatkan pendidikannya. Jadi, presentasi jumlah jiwa dengan kelulusan sampai pada jenjang tertinggi sangatlah minim.
Kebijakan Gubernur menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Alasannya sederhana, ini adalah hal pertama di Indonesia dan juga mungkin di dunia. Negara-negara maju di dunia, seperti Singapura, China, Amerika dan Rusia yang memiliki kualitas SDM di atas rata-rata saja mulai sekolah secara efektif pada jam 08.00 pagi.
Dilansir dari beberapa media, jam sekolah di berbagai negara ada yang singkat. Misalnya, China yang mulai aktivitas belajar mengajar dari jam 07.30-17.00, yang artinya hanya 9 jam saja. Negara tetangga kita, Singapura, aktivitas belajar dan mengajar tepat jam 08.30-16.30 (hanya 8 jam). Bayangkan saja, kedua contoh pemberlakuan belajar mengajar yang singkat seperti ini, tetapi kualitas kedua negara jauh melampaui Indonesia. Lalu, Indonesia, khususnya NTT yang memberlakukan aturan ini tidak mampu bersaing dengan negera-negara tersebut. Ini merupakan pemikiran yang keliru dari Gubernur.
Sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah kedisiplinan saat jam masuk sekolah, atau pun perbaikan gizi seimbang di semua sekolah, agar kinerja otak mampu bekerja dengan baik. Apa kedisiplinan masuk sekolah tidak perlu harus masuk jam 05.00 pagi. Yang perlu diperhatikan adalah ketepatan waktu saat datang pagi, serius mengikuti KBM di sekolah. Jika Gubernur bijak menanggapi ini, hal yang harus diperhatikannya adalah pengelolaan gizi seimbang bagi para siswa/i di semua sekolah. Supaya apa? Agar kemampuan otak saat bekerja dapat maksimal. Percuma saja sekolah terlalu pagi, tetapi mental dan otak siswa/i belum sepenuhnya stabil.
Mutu pendidikan tidak harus dimulai dengan memaksakan anak sekolah terlalu pagi. Penyediaan sarana dan prasarana harus diperhatikan lagi. Para guru maupun siswa/I akan merasa nyaman di sekolah ketika sarana dan prasarana baik. Jadi, apa fungsinya jika bersekolah terlalu pagi, tetapi yang didapatkan hanyalah rasa malas, mengantuk dan cepat lelah karena kecapean semalaman.
Keterbatasan Masyarakat NTT dan Solusinya
Kebijakan Gubernur mengenai sekolah jam 05.00 pagi perlu direvisi lagi. Dia harus melihat segala keterbatasan yang ada di NTT ini. Salah satunya adalah masalah finansial setiap keluarga. Tidak semua anak yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta mempunyai latar belakang keluarga yang mampu secara ekonomi. Belum lagi jarak sekolah dengan rumah yang cukup jauh bagi sebagian anak yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Ada pula sebagaian anak yang harus membantu orang tuanya pada pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Apakah mereka yang mengalami kekurangan-kekurangan seperti ini harus bangun lebih pagi lagi sebelum jam 05.00 pagi?
      Di sini, penulis menawarkan solusi bahwasannya aturan ini perlu dilihat dan dikaji lagi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT bersama Gubernur. Perlunya melihat masalah-masalah lain sebelum sampai pada peningkatan mutu pendidikan di NTT. Misalnya stunting. Pemerintah harus lebih memperhatikan masyarakat NTT sampai pelosok terdalam agar masalah ini bisa diatasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H