Mohon tunggu...
Steven Saunoah
Steven Saunoah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA-KUPANG
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Terkadang menulis membuat saya mengekspresikan segala jiwa. Tulisan yang saya senangi adalah puisi. Jika jatuh maka bangkit lagi. Never Give Up.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menimbang Kebijakan Gubernur di Tengah Keterbatasan Masyarakat NTT

11 Maret 2023   10:52 Diperbarui: 11 Maret 2023   11:23 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mutu Pendidikan

Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, pada tahun 2021 menyatakan bahwa jumlah penduduk NTT mencapai 5,49 juta jiwa. Dari jumlah jiwa tersebut hanya 326,3 ribu jiwa saja yang berhasil menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Artinya bahwa hanya 5,95% saja. Data statistik ini menunjukkan bahwa jenjang pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah masih minim dalam hal menamatkan pendidikannya. Jadi, presentasi jumlah jiwa dengan kelulusan sampai pada jenjang tertinggi sangatlah minim.

Kebijakan Gubernur menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Alasannya sederhana, ini adalah hal pertama di Indonesia dan juga mungkin di dunia. Negara-negara maju di dunia, seperti Singapura, China, Amerika dan Rusia yang memiliki kualitas SDM di atas rata-rata saja mulai sekolah secara efektif pada jam 08.00 pagi.

Dilansir dari beberapa media, jam sekolah di berbagai negara ada yang singkat. Misalnya, China yang mulai aktivitas belajar mengajar dari jam 07.30-17.00, yang artinya hanya 9 jam saja. Negara tetangga kita, Singapura, aktivitas belajar dan mengajar tepat jam 08.30-16.30 (hanya 8 jam). Bayangkan saja, kedua contoh pemberlakuan belajar mengajar yang singkat seperti ini, tetapi kualitas kedua negara jauh melampaui Indonesia. Lalu, Indonesia, khususnya NTT yang memberlakukan aturan ini tidak mampu bersaing dengan negera-negara tersebut. Ini merupakan pemikiran yang keliru dari Gubernur.

Sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah kedisiplinan saat jam masuk sekolah, atau pun perbaikan gizi seimbang di semua sekolah, agar kinerja otak mampu bekerja dengan baik. Apa kedisiplinan masuk sekolah tidak perlu harus masuk jam 05.00 pagi. Yang perlu diperhatikan adalah ketepatan waktu saat datang pagi, serius mengikuti KBM di sekolah. Jika Gubernur bijak menanggapi ini, hal yang harus diperhatikannya adalah pengelolaan gizi seimbang bagi para siswa/i di semua sekolah. Supaya apa? Agar kemampuan otak saat bekerja dapat maksimal. Percuma saja sekolah terlalu pagi, tetapi mental dan otak siswa/i belum sepenuhnya stabil.

Mutu pendidikan tidak harus dimulai dengan memaksakan anak sekolah terlalu pagi. Penyediaan sarana dan prasarana harus diperhatikan lagi. Para guru maupun siswa/I akan merasa nyaman di sekolah ketika sarana dan prasarana baik. Jadi, apa fungsinya jika bersekolah terlalu pagi, tetapi yang didapatkan hanyalah rasa malas, mengantuk dan cepat lelah karena kecapean semalaman.

Keterbatasan Masyarakat NTT dan Solusinya

Kebijakan Gubernur mengenai sekolah jam 05.00 pagi perlu direvisi lagi. Dia harus melihat segala keterbatasan yang ada di NTT ini. Salah satunya adalah masalah finansial setiap keluarga. Tidak semua anak yang bersekolah di sekolah negeri dan swasta mempunyai latar belakang keluarga yang mampu secara ekonomi. Belum lagi jarak sekolah dengan rumah yang cukup jauh bagi sebagian anak yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Ada pula sebagaian anak yang harus membantu orang tuanya pada pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Apakah mereka yang mengalami kekurangan-kekurangan seperti ini harus bangun lebih pagi lagi sebelum jam 05.00 pagi?

            Di sini, penulis menawarkan solusi bahwasannya aturan ini perlu dilihat dan dikaji lagi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT bersama Gubernur. Perlunya melihat masalah-masalah lain sebelum sampai pada peningkatan mutu pendidikan di NTT. Misalnya stunting. Pemerintah harus lebih memperhatikan masyarakat NTT sampai pelosok terdalam agar masalah ini bisa diatasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun