Mohon tunggu...
Steven Sutantro
Steven Sutantro Mohon Tunggu... EdTech Coach -

Google Certified Trainer & Innovator EdTech Coach YouTuber : gg.gg/stevenyoutube

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Wali Kelas: Belajar Menjadi 'Kepala Keluarga'

21 Desember 2013   18:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya percaya menjadi wali kelas merupakan panggilan hidup yang sangat special bagi setiap guru. Menjadi wali kelas melatih saya menjadi 'kepala keluarga' 25 siswa yang  Tuhan percayakan kepada saya. Saya pribadi yakin menjadi wali kelas sebagai 'kepala keluarga' memiliki peran lebih dari sekedar memantau nilai dan sikap siswa, meamanggil orang tua, bahkan mengurusi administrasi kehadiran, masalah keterlambatan, wali kelas memiliki peran untuk menjadikan kelas sebagai keluarga, sahabat, dan komunitas belajar yang mengembangkan hidup siswa.

Menjadi wali kelas 10.2 di SMA Dian Harapan Daan Mogot merupakan salah satu hal terbaik yang terjadi dalam hidup saya. Kelas yang hanya berlangsung 1 semester ini meninggalkan jejak hidup yang tidak akan pernah terlupakan. Terima kasih untuk Mr. Joko yang sudah menjadi partner, rekan sekerja, dan juga sahabat yang selalu mendukung dan membantu dalam kelas. Saya sadar masih banyak hal yang masih harus saya pelajari untuk menjadi wali kelas yang memiliki peran sebagai 'kepala keluarga'. Saya adalah wali kelas yang masih jauh dari kata sempurna, namun pada kesempatan kali ini saya mau membagikan refleksi pengalaman belajar saya menjadi kepala keluarga 10.2. siswa yang menciptakan suasana welcome home bagi setiap anggota keluarga.

1. Bagikan Hidup Anda (Share Your Life)

Sejak awal pertemuan dalam kelas, saya membagikan renungan pagi tentang nilai-nilai yang ingin saya miliki dalam kelas 10.2 sebagai 1 keluarga. Saya pun membagikan makna menjadi sebuah keluarga, harapan-harapan yang ingin saya capai sebagai 1 keluarga, dan bagaimana setiap kita bisa menjadi anggota keluarga yang dapat memaksimalkan hidup kita.  Memang sekolah kami memiliki jam wali kelas setiap pagi selama 30 menit dimana wali kelas membagikan renungan pagi kepada setiap siswa. Saya yakin dalam membagikan renungan pagi kita tidak perlu membahas hal yang rumit dan kompleks tapi keep it simple and meaningful. Setiap pagi, saya mencoba membagikan ayat-ayat Firman Tuhan yang saya sendiri refleksikan dalam hidup saya. Jangan coba-coba menggurui siswa seolah-olah kita orang yang sempurna dan mewajibkan siswa melakukan A,B, C tanpa kita sendiri tidak pernah melakukan dan merefleksikan dalam hidup kita. Inti renungan pagi saya adalah membagikan hidup saya dan perjalanan saya mengenal Tuhan yang jauh dari sempurna. Biarkan siswa melihat ketidaksempurnaan itu dan mengenal kita apa adanya. Misalnya, ketika saya membagikan topic tentang “RESPECT” saya membagikan pengalaman saya menghormati papa dan mama saya dan pentingnya menghormati papa mama lewat quotes berupa kata-kata, lagu, bahkan lagu yang dapat memperdalam makna respek tersebut. Bahkan bisa saja dalam 1 minggu, topic MD yang saya bawakan tentang respect yang dibagikan dari berbagai perspektif dan cara yang menarik. Dan yang terpenting, bagikan CERITA HIDUP anda tentang Respect yang akan membuat renungan pagi menjadi relevan dan bermakna. Tidak perlu ragu, malu, atau jaim membagikan kegagalan, kejatuhan, dan kekurangan anda tentang topik tersebut. Misalnya tentang Respect, saya sendiri membagikan bagaimana perjuangan saya untuk menghormati orang tua yang seringkali jatuh bangun karena ego saya. Dengan membagikan diri anda apa adanya, siswa pun tidak melihat kita sebagai “SANG GURU” yang jauh disana melainkan guru yang juga mau bergandengan tangan berjalan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Lewat setiap devosi pagi yang seperti pedang bermata dua, saya menyadari betul Tuhan terus menyatakan kasih dan kuasaNya untuk membaharui spirit kami setiap pagi untuk semakin bertumbuh mengenal Dia. Sharing hidup anda adalah bagian terpenting untuk membiarkan siswa masuk dan mengenal siapa anda dan mempercayai anda sebagai wali kelas dan 'kepala keluarga'  yang mau PERCAYA terhadap mereka.

2. Berikan Kesempatan SETIAP siswa BERBAGI(Let Your Students Share) Jika anda tidak terbuka akan hidup anda, jangan harap siswa anda pun akan terbuka dengan anda.

Di sekolah kami, di bulan September, kami mengadakan retreat bersama 1 angkatan dimana setiap siswa diberikan waktu bersama Homeroom Teacher (Wali Kelas) untuk memberikan siswa kesempatan untuk dibina secara intensif menemukan panggilan hidup mereka dan juga membagikan hidup mereka. Pada awalnya, saya kurang begitu mengenal siswa yang ada di kelas saya karena hanya mengajar 1 sesi di kelas Geografi setiap minggunya. Itupun biasanya, saya hanya membahas materi  pelajaran. Setiap pagi memang kami juga memiliki renungan pagi selama 30 menit yang juga sangat terbatas dimana seringkali saya yang membagikan renungan pagi. Namun, di retreat ini, kami memiliki banyak waktu untuk memberikan siswa berbagi cerita dan pengalaman hidup mereka di dalam kelompok kecil. Saat itu, saya memberikan kesempatan kepada SETIAP siswa untuk membagikan pengalaman hidupnya. Pertama kali, semuanya masih terlihat agak malu-malu dan tertutup. Jelas, karena saya meminta mereka membagikan hidup tanpa saya berani membagikan hidup saya terlebih dahulu. Langsung saya berpikir untuk membagikan hidup saya terlebih dahulu dengan kesepakatan bersama: Apapun yang dibagikan disini hanyalah untuk kelas ini, Tidak disebarluaskan. Mulai dari latar belakang keluarga, masa lalu, masalah, dan tantangan pribadi yang saya alami ketika saya duduk di bangku SD, SMP, SMA bahkan sampai sekarang. Saya pun meminta partner HT saya, Mr. Joko untuk membagikan hal yang sama. Tidak disangka, Pak Joko pun membagikan pengalaman hidupnya yang membuat saya semakin mengenal pribadi Pak Joko. Setelah itu, baru setiap siswa mulai terbuka membagikan pengalaman hidup, masa lalu, bahkan pokok doa dan harapan yang selama ini mungkin hanya dipendam. Namun, kepercayaan terhadap keluarga 10.2 membuat siswa pun tidak malu dan berani membagikan hidupnya dengan sesama anggota keluarga 10.2. Lewat setiap sharing, saya pun terkejut bahwa ternyata setiap pribadi kami ternyata berbeda-beda dan setiap siswa memiliki masalah, tantangan, dan bahkan masa lalu yang berbeda-beda. Siswa yang tadinya saya kenal nama dan predikatnya diantara teman-teman ternyata memiliki pergumulan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya banyak belajar ternyata saya masih belum mengenal mereka secara mendalam. Banyak hal yang belum saya lakukan untuk mengenal mereka lebih dalam lagi. Bahkan di momen inilah, saya tidak hanya dapat mengenal siswa saya, tetapi juga mengenal lebih dekat diri saya sendiri. Disini, beberapa siswa memberikan pendapat tentang saya, “Saya selalu berpikir Mr. Steven orangnya sombong karena ketika disapa, terkadang tidak menengok dan sombong. Setelah menjadi bagian dari HTnya, kami merasakan betul bahwa sebenarnya Mr.Steven jauh dari kata sombong.”  Setelah dari sharing ini pun, saya pun berterima kasih atas masukan dan saran dari mereka kepada saya untuk lebih ramah dalam menyapa. Disini saya menyadari bahwa Tuhan sedang membentuk kami menjadi bagian dari keluarga yang saling mendukung. Setelah dari sharing ini, saya merasakan betul adanya perbedaan yang begitu nyata di atmosfer kelas kami setiap pagi. Kini kami bukanlah orang asing yang hanya sekedar mengetahui teman kami. Tetapi kami justru menjadi saling mengenal, percaya, dan merasakan betapa berharganya dan uniknya pribadi kami sebagai bagian dari anggota keluarga kami.

3. Masuk dalam dunia mereka (Enter Students’ World)

Tips ketiga yang saya bagikan adalah mencoba masuk dalam dunia siswa. Ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan saya sangat menyadari hal itu. Saya sendiri pun bukanlah wali kelas yang sanggup melakukannya dengan sempurna. Bahkan saya pun terkadang gagal karena kesibukan yang begitu padat. Namun begitu mendapat kesempatan, saya pun mencoba masuk dalam dunia mereka lewat berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan kelas yang kami ikuti dalam sekolah.

Salah satu kenangan yang tidak terlupakan juga ketika kami mengikuti kegiatan bulan bahasa dimana kami kebagian merepresentasikan daerah Jambi. Salah satu kegiatannya adalah kami perlu memakai dresscode yang berkaitan dengan jambi dan juga berjualan makanan khas Jambi. Keterbatasan waktu, tenaga, dan dana membuat kami pun mencari ciri khas daerah Jambi yang identik dengan baju warna merah. Sayangnya, sebagian besar siswa akhirnya hanya mencari baju merah tanpa aksesoris daerah. Kami pun belajar mempersiapkan acara ini lebih baik lagi. Saya pun dapat ikut merasakan kegagalan dan kekurangan dari kelas kami. Meskipun demikian, ini tidak merusak sama sekali mood satu kelas untuk melakukan foto bersama seperti yang ada di gambar di bawah ini. Dengan ikut masuk dalam dunia siswa, saya pun semakin mengena siswa lebih baik lagi. Keep smiling!

Selain acara bulan bahasa, kami juga tidak mau kalah dengan mengikuti kegiatan Friendship Day dengan membuat kaos yang seragam dan berfoto bersama sebelum pertandingan dimulai. Lagi-lagi membuat kaos ini adalah hal yang sebenarnya sangatlah simple namun terkadang kita pun melupakan makna pentingnya bergabung dalam kegiatan ini ternyata menjadi momen yang berkesan bagi mereka. Menikmati serunya class meeting dengan memakai kaos bersama mereka pun membuat perasaan belong yang semakin kuat diantara kami.

Yang lebih seru, ketika ada waktu senggang di akhir semester, kita juga bisa masuk ke dunia mereka dengan ikut melakukan permainan-permainan yang mereka lakukan seperti yang kami lakukan di bawah ini (Untungnya saya selalu menang :D) Meskipun seolah simple, tapi ternyata dengan bergabung dalam dunia mereka memberikan makna yang berarti bagi setiap siswa dimana kita mau menjadi ‘sobat’ bagi mereka yang tidak hanya bicara tentang pelajaran melulu. Tapi juga bermain bersama mereka dan masuk dalam dunia mereka yang sebenarnya seru dan menyenangkan! Ini bagian terbaik menjadi kepala keluarga!

4. Jadilah Diri Anda Apa Adanya (Be Authentic & Original)
IMG_20131221_063012[1]
IMG_20131221_063012[1]

Di sekolah kami, kelas 10 memiliki 2 wali kelas yang berperan saling melengkapi. Saya pribadi berpartner dengan Mr. Joko yang memiliki pribadi yang jauh berbeda dengan saya. Saya orangnya blak-blakan, cepat, heboh, to the point, terkadang terburu-buru, suka dengan teknologi sedangkan Mr. Joko begitu berbeda. Beliau orangnya sopan, lembut, tenang, pelan-pelan dan tidak terlalu heboh dengan teknologi seperti saya, biasa saja. Tak jarang kami berbeda pendapat, berdebat, dan berargumen di depan kelas. Kami tidak mau berpura-pura selalu akur, justru meskipun berbeda kami berusaha menjadi diri kami apa adanya tanpa dibuat-buat. Yang serunya, disinilah justru siswa melihat bagaimana perbedaan, perdebatan, dan permasalahan yang kami hadapi tidak membuat kami ‘terceraikan’ melainkan semakin kompak dan saling melengkapi. Disinilah siswa juga semakin mengenal karakteristik setiap guru yang berbeda tapi justru dengan perbedaan itu, kita saling memperkaya satu dengan yang lain. Kami sendiri memodelkan bahwa pentingnya menjadi diri sendiri dan mengekspresikan kepribadian yang berbeda-beda dan meskipun terkadang kami bertengkar, kami mau menunjukkan bahwa kami pun juga sebenarnya saling mendukung satu dengan yang lain sebagai kepala keluarga yang solid dan kompak.

5. Manfaatkan Quality Time bersama Siswa dengan Hal Bermakna (Meaningful Quality Time)

Saya harus akui menjadi wali kelas, guru, panitia ini itu bukanlah pekerjaan mudah. Seringkali saya dan Mr. Joko pun kurang memiliki waktu bersama dengan siswa dalam kelas. Di akhir tahun pelajaran, kami memiliki perayaan natal dengan makan bersama dalam kelas. Disinilah kami benar-benar memiliki waktu bersama sebagai 1 kelas. Saya rasa ini salah satu Quality Time yang harus saya manfaatkan dengan hal yang bermakna.  Lewat momen ini, saya mencoba memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk membagikan kesan dan pesannya untuk kelas 10.2. Pertama-tama, selalu berikan CONTOH. Saya pribadi membagikan kesan pribadi saya di kelas 10.2. Saya juga tidak ragu mengakui kesalahan dan meminta maaf kalau selama ini saya seringkali sibuk dan meninggalkan kelas karena banyak sekali load kerja saya di berbagai kepanitiaan. Saya pun mengucapkan terima kasih buat kekompakkan dan semangat siswa 1 kelas yang saling mendukung. Setelah saya dan Mr. Joko juga membagikan refleksi kami di kelas, kami memberikan kesempatan pada siswa membagikan evaluasinya.

Tidak disangka, ternyata banyak siswa membagikan kesan dan pesan yang sangat bermakna bagi saya dan Mr. Joko. Mereka bahkan sampai membagikan betapa membagikan betapa menyenangkannya menjadi bagian dari kelas 10.2 dimana mereka bisa akrab dengan kami sebagai wali kelas. Mereka pun juga membagikan kesan mereka terhadap kami yang meskipun memiliki kepribadian yang berbeda tapi tetap kompak dan memiliki chemistry yang tepat.  Bahkan lebih kocaknya lagi, siswa kami juga membagikan kesan terhadap gaya bicara kami pada saat devotion dan mengajar dimana saya diidentikkan suka menggunakan kata “which is” sambil menjetikkan jari seperti gambar di bawah ini. Pak Joko pun memiliki ciri khas berbeda lagi dan beberapa siswa pun meniru gaya bicara kami dan ternyata melihat mereka pun membuat saya tersenyum dan terpingkal-pingkal sendiri. Melihat ciri khas saya ada dalam diri siswa pun membuat saya pun bangga dimana saya dapat mewariskan ciri khas yang dapat saya bagikan seumur hidup buat mereka.  Saya pun tidak ragu berfoto bersama siswa saya yang pandai sekali menirukan gaya bicara saya dan Mr. Joko seperti gambar di bawah ini:

Satu pesan yang kompak dimiliki siswa adalah jangan saling melupakan setelah pisah kelas. Menjadi wali kelas 10.2 Tahun Ajaran 2013/2014 meninggalkan kesan dan pesan yang sulit terlupakan. Dengan berbagi kesan dan pesan, sebagai wali kelas pun, saya pun dapat memahami dan mengenal siswa saya lebih baik lagi dan mengevaluasi diri saya sebagai wali kelas untuk ke depan belajar lebih baik lagi. Meskipun saya dan Mr. Joko bukanlah HT yang sempurna, malah kami penuh kekurangan dengan kesibukan kami luar biasa. Namun, hal terpenting yang saya pelajari adalah sebagai wali kelas perlu manfaatkan quality time dengan semaksimal mungkin. Terkadang banyak guru yang melewatkan momen ini hanya dengan makan dan nonton tanpa pernah berbicara dan sharing satu dengan yang lain. Akhirnya meskipun kita seringkali bersama dengan siswa, kita pun tidak benar-benar memiliki  quality time yang bermakna dengan siswa. Oleh sebab itu, sebagai kepala keluarga 25 siswa, saya yakin wali kelas perlu memaknai setiap waktu berharga dengan maksimal bersama anggota keluarganya.

Pada akhirnya, banyak momen yang kami lalui bersama sebagai 1 kelas di semester ini. Sayangnya tahun depan di bulan Januari, kelas 10.2 ini akan terpisahkan menjadi kelas 10 IPA dan 10 IPS. Namun, saya yakin dimanapun kami berada, pengalaman 6 bulan menjadi bagian dari kelas 10.2 menjadi bagian dari memori yang tidak akan pernah terlupakan setiap anggota kelas ini.

Apa yang saya bagikan ini memang masih jauh dari sempurna karena saya pun masih belajar, Belajar dari siswa saya bagaimana menjadi 'kepala keluarga' yang lebih baik lagi semakin hari yang akan terus berlangsung seumur hidup. Saya sadar kepala keluarga di kelas memang jauh berbeda dari menjadi kepala keluarga di rumah tangga. Namun, menjadi wali kelas telah membekali saya untuk belajar menjadi kepala keluarga yang lebih baik di masa mendatang. Saya berharap anda pun dapat belajar dari pengalaman saya dan membagikan pengalaman anda sebagai 'kepala keluarga' kelas anda yang pastinya menyimpan sejuta keunikan yang juga dapat menjadi berkat bagi guru-guru lain.

@StevenSutantro www.edutechpost.wordpress.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun