Mohon tunggu...
Steve Elu
Steve Elu Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta; Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Perkembangan Teknologi Media dan Disposisi Masyarakat Masa Kini

19 Mei 2017   14:03 Diperbarui: 19 Mei 2017   16:14 6861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

A. PerkembanganTeknologi Media

            Teknologi pada dasarnya memiliki kontribusi dalam menciptakan keberagaman media. McNamus mengatakan bahwa ciri dalam lingkungan media baru adalah adanya pergeseran ketersediaan media yang dahulu langka dengan akses yang terbatas menuju media yang melimpah. Hari-hari ini telepon genggam (handphone) tampak seolah-olah menjadi kebutuhan primer bagi setiap orang untuk melakukan komunikasi.

            Tak sampai di situ saja, teknologi memungkinkan industri media untuk memproduksi media yang lebih beragam; setidaknya terlihat dari konvergensi media yang tidak hanya tersedia dalam bentuk cetak semata, tetapi juga tersedia dalam bentuk audio, visual, audio-visual, hingga online. Proses penyampaian pesan melalui media pun mengalami pergeseran. Jika selam ini media menjadi pusat informasi, dan informasi itu diberikan atau dipublikasikan dengan satu arah, kini menjadi lebih interaktif. Khalayak tidak hanya objek yang terpapar oleh informasi, tetapi khalayak telah dilibatkan lebih aktif karena perkembangkan teknologi membuka ruang interaksi antara media dan khalayak.

            Penanda dari ciri media baru bisa dilihat dari munculnya media siber atau dalam jaringan. Koneksi internet memberikan pilihan bagi khalayak tidak hanya dalam mencari dan mengkonsumsi informasi, tapi khlayak juga bisa memproduksi informasi itu sendiri. Marshall McLuhan menyebut periode saat ini sebagai periode akhir dari perkembangan media komunikasi yakni periode Electronic Age. Secara umum ia membabak perkembangan komunikasi menjadi empat bagian yakni Tribal Age, Literate Age, Print Age, dan Electronic Age. McLuhan mengklaim bahwa periode elektronika merupakan periode paling mutakhir dari perkembangan komunikasi manusia (Nasrullah, 2014: 1-3).

B. Pergeseran Media

Adanya jenis media tertentu dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat berpikir dan merespon sesuatu. Pengaruh media tersebut dapat didekati dari dua macam teori yakni teori media klasik dan teori media baru. Salah satu tokoh dalam teori media klasik adalah Marshall McLuhan. Tesis utama Mcluhan adalah media, terpisah dari apapun isi yang disampaikannya, pengaruh individu maupun masyarakat. Dalam teori ini dijelaskan bahwa televisi dapat mempengaruhi khalayak, terlepas dari apa yang ditonton oleh masing-masing orang. Demikian pula dengan dunia maya bisa mempengaruhi masyarakat, terlepas dari situs yang sering mereka kunjungi.

Sebelum McLuhan, Horald Adam Innis juga sudah menulis hal serupa. Ia mengajarkan bahwa media komunikasi adalah intisari peradaban dan bahwa sejarah diarahkan oleh media yang menonjol pada masanya. Bagi McLuhan dan Innis, media merupakan perpanjangan pikiran manusia. Jadi media yang menonjol dalam penggunaan membiaskan masa historis apa pun. Tesis utama McLuhan adalah manusia beradaptasi terhadap lingkungan melalui keseimbangan atau rasio pemahaman tertentu, dan media utama bagi masa tersebut menghadirkan rasio pemahaman tertentu yang mempengaruhi persepsi.

Hal ini kemudian coba dipertegas oleh Donald Ellis. Ia mengatakan, media yang terbesar pada suatu waktu akan membentuk perilaku dan pemikiran. Ketika media berubah, demikian juga dengan cara berpikir kita, cara kita mengatur informasi, dan berhubungan dengan orang lain.

Teori ini mencoba untuk mengelompokkan alur perkembangan komunikasi ke dalam tiga tahap yakni komunikasi lisan, komunikasi tulis, dan komunikasi elektronik. Tahapan-tahapan komunikasi ini mempunyai ciri dan budayanya tersendiri. Komunikasi lisan menciptakan budaya komunitas, komunkasi tulis menciptakan budaya kelas, dan komunikasi elektronik menciptakan sebuah budaya “sel” atau kelompok yang saling bersaing untuk mempromosikan ketertarikan mereka.

Imbas lanjut dari tahapan ini adalah cara memutuskan sesuatu hal. Dalam anggota budaya lisan perbedaannya sangat kecil dan keputusan akan dibuat secara kolektif berdasarkan kebijakan tradisi yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Angota budaya cetak akan menggantungkan keputusan pada “kebenaran”  yang tersimpan dalam dokumen, dan mereka yang memiliki akses pada informasi akan memiliki pengaruh besar sebagai sebuah kelas dalam pengambilan keputusan masyarakat. Sementara anggota budaya elektronik akan mengelompokkan diri dalam satu kelompok minat dan saling bersaing.

Sementara dalam teori media barumencoba untuk menggarap media siber sebagai era baru dalam perkembangan media komunikasi. Tokoh yang paling terkemuka dalam teori ini adalah Pierre Levy, penulis buku Cyberculture. Dalam teori media baru dijelaskan bahwa media baru mengandung kekuasaan dan batasan, kerugian dan keuntungan, dan kebimbangan. Media baru memberi penggunaan yang terbuka dan fleksibel, tetapi juga dapat menyebabkan kebingunan dan kekacauan. Media yang baru memang punya pilihan yang sangat luas, tetapi pilihan tidak selalu tepat ketika kita membutuhkan panduan dan susunan. Perbedaan adalah salah satu nilai besar dalam media baru, tetapi perbedaan juga dapat menyebabkan adanya perpecahan. Media baru mungkin memberi keluwesan waktu dalam penggunaan, tetapi juga menciptakan tuntutan waktu yang baru.

Dalam teori ini juga dijelaskan tentang integrasi sosial yang menggambarkan media bukan dalam bentuk informasi, interaksi atau penyebarannya, tetapi dalam bentuk ritual atau bagaimana manusia menggunakan media sebagai cara menciptakan masyarakat. Media bukan hanya sebuah instrument informasi atau cara mencapai ketertarikan diri, tetapi menyatukan kita dalam beberapa bentuk masyarakat dan memberi kita rasa saling memiliki.

Menurut pendekatan integrasi sosial ini, tatap muka bukan lagi standar atau dasar bagi perbandingan komunikasi. Kita tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain, tetapi dengan media itu sendiri (Littlejohn & Foss, 2009: 411-114).

C. Disposisi Masyarakat

            Tersedianya media siber membuka kemungkinan bagi setiap orang untuk menjadi konsumen sekaligus produsen berita. Masyarakat tidak lagi menjadi khalayak yang pasif tetapi juga aktif dalam menanggapi informasi. Jika informasi yang disediakan oleh media dirasa tidak cukup atau tidak memenuhi ekspektasinya maka ia akan memproduksi informasi untuk kemudian disebarluaskan melalui perkembangan teknologi media yang sudah sangat terbuka tadi. Untuk membahas partisipasi masyarakat dalam dunia media ini, saya merujuk pada teori media demokratik-partisipan.

            Istilah “demokratik-partisipan” lahir sebagai ungkapan rasa kecewa terhadap praktik monopoli media sebagai sumber informasi oleh kelompok atau individu tertentu. Titik sentral dari teori demokratik partisipan terletak pada kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi penerima dalam masyarakat. Teori ini lahir berdasarkan asumsi bahwa khalayak sebagai konsumen informasi pun punya hak atas informasi yang relevan, hak untuk menjawab kembali, hak menggunakan sarana komunikasi untuk berinteraksi dalam kelompok masyarakat berskala kecil. Teori ini menolak keharusan adakanya media yang seragam, disentralisasi, mahal, sangat diprofesionalkan, dan dikendalikan oleh pemerintah (McQuail, 1987: 121-122).

            Dalam konteks Indonesia, teori ini bisa jadi sangat relevan. Hampir sebagian besar media massa saat ini dikuasi oleh individu tertentu yang berafiliasi dengan kekuasaan atau partai politik. Sehingga di sana-sini kita menemukan bahwa sajian informasi pun diarahkan sesuai dengan ideoligi dan keinginan si empunya media. “Big-bos” dari media tertentu yang mendukung pemerintah akan menyajikan informasi sesuai dengan yang diamanatkan oleh kekuasaan, sementara media-media dari partai oposisi akan menyajikan informasi berlawanan dengan pemerintah.

            Kondisi seperti ini kemudian membuat khalayak bingung dalam menemukan dan menentukan sumber informasi bagi dirinya. Jurnalisme warga yang dikembangkan sekitar lima tahun terakhir bisa jadi adalah wujud ketidakpuasan khalayak terhadai dikotomi media dan kekuasaan selama ini. Memang, sampai saat ini belum ada media yang lahir dan menjadi sangat besar sebagai wujud dari penerapan teroi demokratik-partisipan ini. Namun, kegiatan-kegiatan kritis dari komunitas-komunitas yang bermunculan dalam masyaakat dalam menyikapi informasi dan pemberitaan media bisa jadi adalah wujud ketakpuasan khalayak dalam menerima sajian informasi media massa.

D. Efek Media

Kemajuan teknologi komunikasi di satu sisi menggembirakan karena memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Namun di lain sisi, perubahan media komunikasi itu ikut mengubah cara berkomunikasi, cara bertutur, cara bersikap, dan cara masyarakat membangun komunikasi antaranggota masyarakat. Kemajuan media juga membuka ruang tak terbatas bagi setiap orang untuk mengekspresikan diri. Melalui media, dalam hal ini media sosial, setiap orang seolah menemukan ruang tak terbatas untuk mengekspresikan diri.

Ketersedian ruang mahaluas dalam dunia media komunikasi tersebut lantas mendatangkan kekuatiran. Kekuatiran terletak pada pernyataan: jika semua orang bebas mengekspresikan diri dalam lewat media sosial tanpa kontrol, lantas dimana ruang privasi? Sandra Petronio mengembangkan sebuah teori yang disebut teori privasi komunikasi (communication privacy management theory).

Hal yang menjadi perhatian utama teori ini adalah pengelolaan ketegangan antara keinginan bersikap terbuka/memiliki keterbukaan (openness) atau bersikap tertutup (privasi), antara menjadikan diri sebagai bagian dari publik (being public) atau bersifat pribadi (being private). Menurut Petronio, individu yang terlibat dalam suatu hubungan dengan individu lainnya akan terus-menerus mengelola garis batas atau pembatasan (boundary) dalam dirinya, yaitu antara wilayah publik dan wilayah privat, antara perasaan dan pikiran yang ingin mereka bagi dengan orang lain dan antara perasaan dan pikiran yang tidak ingin mereka bagi dengan orang lain.  

Teori ini “meminta” setiap individu untuk menegosiasikan dan mengkoordinasikan perbatasan mereka. Kita semua mempunyai rasa memiliki (sense of ownership) terhadap informasi mengenai diri kita, dan kita merasa kita memiliki hak untuk mengontrol informasi kita. Kita akan terus-menerus membuat keputusan mengenai apa yang kita kemukakan, siapa yang bisa menerima informasi dari kita serta kapan dan bagaimana menyampaikannya. Petronio melihat proses pengambilan keputusan ini bersifat dialektik, yaitu adanya tarik menarik antara keinginan untuk mengungkapkan atau menyampaikan informasi pribadi dengan keinginan untuk menyimpannya (Morison, 2013: 318-319).

Kemampuan orang mengontrol keinginan untuk membuka atau menutup informasi mengenai dirinya kepada publik sangat ditentukan juga oleh cara pandang atas dirinya sendiri. Rom Harre bilang, manusia memiliki aspek individual dan sosial. Manusia dibentuk oleh teori pribadinya. Pada dasarnya orang berusaha untuk memahami dirinya dengan menggunakan ide atau teori mengenai menusia (personhood) dan teori mengenai diri (selfhood). Inilah yang disebut teori konstruksi sosial diri. Menurut teori ini, sifat manusia diatur oleh kebudayaan, sedangkan sifat diri diatur oleh teori yang dimiliki orang bersangkutan. Teori mengenai diri diperoleh dari pengalaman berinteraksi dengan orang lain (Morison, 2013: 113-115).

Maka, di hadapan media setiap orang mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan diri lewat media. Ekspresi ini sangat ditentukan oleh sejauh mana seseorang memandang dirinya. Meski dalam diri tiap individu memiliki dimensi publik, namun bagaimana ia menempatkan diri di mata publik secara gamblang mencerminkan bagaimana ia memandang dirinya.

*Bahan ini disajikan sebagai bahan ujian Magister Komunikasi Universitas Mercu Buana, Jakarta, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun