Mohon tunggu...
Stevani Monica Napitupulu
Stevani Monica Napitupulu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Manajemen Institut Pertanian Bogor

Halo

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ingat, 6 Hal yang Wajib Dihindari Saat Penilaian Kerja

23 Maret 2021   16:51 Diperbarui: 23 Maret 2021   17:42 3565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seseorang sedang melamar pekerjaan dan bekerja pada suatu perusahaan dan ditempatkan pada divisi tertentu sesuai bidang dan kemampuannya, tentu ada output yang dihasilkan dari apa yang dilakukannya selama ia bekerja. Jika suatu pekerjaan telah diselesaikan oleh seorang karyawan, maka output atau hasil pekerjaan yang dihasilkan harus dinilai juga dievaluasi oleh manajer untuk melihat seberapa besar kontribusi yang telah diberikan karyawan tersebut kepada perusahaan.

Penilaian kinerja yang baik merupakan penilaian yang dapat mengetahui kondisi karyawan, melihat pertumbuhan karyawan dalam melakukan tugasnya, mengidentifikasi tingkat keefektifan kerja dalam perusahaan, memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya agar lebih baik lagi guna mencapai tujuan perusahaan, meningkatkan komunikasi antara manajer dengan karyawan serta mengetahui umpan balik dari karyawan, dan memperbaiki tiap kekurangan yang ditemukan. Lalu, apa jadinya jika penilaian kinerja yang kerap dilakukan perusahaan justru tidak akurat juga tidak sesuai dengan output yang dihasilkan? Bukannya membantu perusahaan untuk menemukan talenta yang unggul serta memberi motivasi dan masukan untuk karyawan, tetapi malah hanya seperti rutinitas yang jalan di tempat sehingga tidak membawa banyak perubahan. Untuk mengetahui penyebab dan sumber kesalahan dalam penilaian kinerja, yuk kita simak penjelasan dibawah ini!

1. Efek Halo atau Halo Effect

Efek halo adalah kecenderungan seseorang dalam berpikir untuk memberikan penilaian keseluruhan karakter individu secara umum terhadap individu lainnya berdasarkan perasaan dan impresi. Pada halo efek ini, seseorang yang memberi penilaian cenderung menilai suatu objek tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya, melainkan hanya terhadap satu aspek saja dan mempengaruhi penilaian kita terhadap keseluruhan aspek sehingga dapat menimbulkan bias persepsi atau tanggapan yang salah. Ada 2 (dua) dampak yang dihasilkan efek halo, yaitu dampak positif dan negatif. Pada dampak positif, misalnya seorang atasan yang lebih percaya kepada seorang karyawan yang mampu mengerjakan satu tugas dengan baik untuk mengerjakan hal-hal lain yang berhubungan dengan perusahaan. Padahal, belum tentu karyawan lain tidak bisa mengerjakan tugas tersebut.

Pada dampak negatif, misalnya adanya ketidaksetaraan gender di tempat kerja yang lebih memandang bahwa hanya pria yang mampu mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dibanding wanita, hanya karena derajatnya yang dipandang lebih tinggi dari wanita. Padahal, jika dilihat dari sisi lain seperti dari segi kepemimpinan, wanita memiliki kemampuan yang setara dengan pria.

Jadi, jika kita ditugaskan untuk menilai seorang karyawan, kita tidak boleh menilai karyawan tersebut berdasarkan impresi kita, ya! Seperti pepatah yang mengatakan "Don't judge book by it's cover" yang berarti janganlah menilai seseorang atau sesuatu hanya dengan melihat penampilan luarnya saja.

2. Dia Mirip Denganku atau Similar to Me Effect

Pernahkah kalian merasa sangat relate dengan seseorang akibat beberapa kesamaan yang kalian miliki? Kesamaan tersebut bisa saja dalam hal pola pikir, hobi, latar belakang, gaya hidup, kepribadian, dan sebagainya. Tak dapat dipungkiri, ketika menemukan seseorang yang memiliki kesamaan dengan kita timbul rasa senasib dan empati. Perasaan ini sejujurnya bukan hal yang buruk. Rasa empati membantu kita untuk lebih mengerti keadaan orang lain. Namun, dalam penilaian kinerja, perasaan ini sebaiknya jangan terlalu mendominasi. Sebab dalam penilaian kinerja diperlukan pertimbangan yang rasional.

Misalkan ketika seorang karyawan bercerita tentang pengalaman menyedihkannya yang ternyata memiliki kemiripan dengan kita, hal ini membuat kita kembali teringat akan pengalaman sedih tersebut. Perasaan senasib yang timbul bisa saja terindikasi menjadi faktor yang membuat penilaian kinerja yang kita buat tidak murni berdasarkan kinerja karyawan tetapi telah terpengaruh faktor lain diluar lingkup penilaian. Pada banyak kasus, penilai cenderung memberi nilai yang lebih tinggi kepada karyawan yang memiliki kemiripan dengannya.

3. Bias karena Kelonggaran dan Keketatan atau The Leniency and Strictness Biases

Bias kelonggaran dan keketatan dapat juga diartikan sebagai bias terlalu lunak dan terlalu keras. Terlalu lunak ini berarti terlalu kasihan jika memberi penilaian yang buruk kepada karyawan, karena karyawan tersebut akan dimarahi oleh atasan atau manajer. Selain itu, terlalu keras dalam penilaian kinerja berbeda dengan tegas. Terlalu keras ini berarti pihak manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberi penilaian terhadap tenaga kerja tertentu, yang memasang standar terlalu tinggi sebagai acuannya dalam memberi penilaian terhadap tenaga kerja. Misalnya, semua tenaga kerja atau karyawan pada satu divisi dalam suatu perusahaan diberi nilai yang sama. Akhirnya, semua karyawan pada satu divisi tersebut diberi nilai yang rendah. Penilaian ini menjadi tidak adil, karena karyawan yang seharusnya dinilai baik, menjadi dinilai buruk karena pihak yang berwenang memberi penilaian tersebut terlalu keras.

4. Dinilai Baru-Baru Ini atau Recency Error

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia cenderung mengingat hal yang baru-baru ini terjadi. Mungkin ada kasus dimana manusia memiliki ingatan jangka panjang yang sangat kuat, tetapi hal itu sangatlah jarang. Recency error adalah kecenderungan penilai untuk memberikan nilai kepada karyawan berdasarkan kinerjanya baru-baru ini. Sebagai contoh misalnya penilaian kinerja dilaksanakan bulan Desember, ternyata penilai hanya mengambil pengamatan 2 bulan sebelumnya sebagai indikator penilaian. Hal ini tentunya tidak dapat dibenarkan. Pengamatan singkat itu tidaklah dapat sebanding dengan periode pegawai tersebut bekerja. Bisa saja pegawai tersebut telah memiliki kinerja yang baik lalu mengalami kejenuhan yang mengakibatkan kinerjanya menurun dalam 2 bulan terakhir, hal inilah yang seharusnya dicatat oleh penilai agar dapat dicari tahu pemicunya. Selain itu, tidak menutup kemungkinan karyawan telah mempersiapkan 2 bulan terakhir untuk dinilai sehingga merubah kinerjanya hanya ketika periode penilaian.

5. Kesalahan Stereotip atau Stereotyping Error

Stereotip adalah sebuah sifat yang menggeneralisasi yang berarti membuat simpulan umum dari suatu kejadian atau membuat prasangka pribadi (pendapat yang kurang baik) atas kelompok-kelompok tertentu. Biasanya faktor ini dipengaruhi oleh kesukuan, /senioritas, agama, kesamaan kelompok atau status sosial. Misalnya, stereotip orang Batak adalah orang yang berbicara terus terang dan apa adanya. Oleh sebab itu, orang bersuku Batak sering dinilai sebagai orang yang galak. Hal tersebut membuat manajer menganggap karyawan yang bersuku Batak adalah galak. Hasilnya, manajer memandang karyawan tersebut tidak obyektif melainkan subjektif, karena ada stereotip yang menggeneralisasikan sebuah suku, alhasil penilaian tersebut menjadi bias. Padahal, belum tentu karyawan tersebut memiliki sifat yang sama dengan stereotip pada sukunya.


6. Tidak Bisa Move On atau Spillover Effect

Duh, yang satu ini nih yang paling bahaya! Karena bias ini memiliki kecenderungan untuk menilai karyawan berdasarkan penilaiannya di masa lalu. Padahal tujuan penilaian kinerja sendiri untuk memotivasi agar kinerjanya lebih baik, tetapi kalau penilaiannya hanya berdasarkan penilaian masa lalu maka apa manfaatnya? Karyawan yang buruk pada masa lampau akan memiliki penilaiannya yang buruk juga sekarang, begitu pula karyawan yang memiliki penilaian bagus. Jadi sia-sia deh dilakukan penilaian kerja kalau gini akhirnya!

Jika ternyata hal-hal tersebut masih sering dilakukan, maka sungguh buang-buang waktu, bukan? Terlebih di tengah pandemi Covid-19 saat ini (Maret 2021), perusahaan harus lebih terampil dalam melaksanakan penilaian kinerja para karyawan agar setiap aliran energi, waktu, dan dana digunakan secara efektif dan efisien. Penilaian kinerja yang efektif dan efisien harus dilakukan dengan optimal demi majunya perusahaan, terlebih saat proses penilaian yang sebaiknya diawasi secara maksimal agar tercapainya sistem penilaian kinerja yang adil, optimal, efektif dan efisien.

Referensi: 

Ayun, Q. (2011). Penilaian Kinerja (Performance Appraisal) pada Karyawan di Perusahaan. Majalah Ilmiah Informatika, 2(3). 

Penulis:

  1. Stevani Monica Napitupulu
  2. Shekinah Michelle Gultom

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun