Bumi Manusia, sebuah roman karya Pramoedya Ananta Toer yang telah menggugah hati banyak penikmat sastra di seluruh dunia. Dengan gaya berceritanya yang menghanyutkan, Bumi Manusia membawa orang yang membacanya untuk masuk ke dunianya sendiri. Tak heran, buku ini mampu menjadi salah satu dari segelintir karya penulis Indonesia yang menjadi terkenal sampai kepada skala internasional.
Latar sejarah yang diambil, alur cerita, gaya bahasa, bahkan setiap tokoh yang muncul rasanya bisa dibilang sebagai kelebihan dari buku ini. Sebab meski mengambil latar di zaman kolonial, buku ini sama sekali tidak membosankan. Pembaca seolah dibawa kembali ke masa itu, meresapi betapa menyedihkan ketika nilai seseorang hanya dilihat dari rasnya semata. Jika pribumi maka ia akan diinjak-injak, sedang jika Eropa maka ia akan disanjung-sanjung.
Pramoedya pun menulis Bumi Manusia dengan alur yang mengalir dengan begitu baik. Gaya bahasanya yang di awal terasa agak berat lama-kelamaan bisa menjadi begitu nikmat untuk dibaca. Tokoh-tokoh yang ditampilkan tidak kalah menarik, semuanya memiliki ciri khas masing-masing yang membuat keberadaan setiap mereka terasa begitu kuat. Bahkan sebuah tokoh sampingan yang diceritakan sebagai orang kepercayaan Nyai Ontosoroh, Darsam, pun bisa membuat orang jatuh cinta karena kegagahan dan kesetiaannya.
Secara keseluruhan, novel Bumi Manusia ini menyoroti kehidupan seorang pemuda pribumi yang bernama Minke dan juga orang-orang di Boerderij Buitenzorg, khususnya Nyai Ontosoroh dan putri semata wayangnya, Annelies Mellema. Minke selaku tokoh utama selalu mendapat perhatian pembaca. Begitu pula Nyai Ontosoroh yang memiliki karakter dan karisma yang sangat luar biasa. Tapi, disamping kedua tokoh yang terkenal itu ada satu tokoh yang menarik perhatian saya. Annelies Mellema.
Jika perempuan yang membaca roman ini, kebanyakan mungkin akan merasa tidak suka dengan karakter Annelies yang terkesan cengeng dan lemah. Jika seorang pria yang membaca roman ini, mungkin yang menarik baginya tentang Annelies hanya wajah cantiknya yang bahkan lebih cantik dari seorang dewi sekalipun. Menurut saya, Annelies adalah seorang manusia biasa, seperti kita, yang memiliki rupa seorang dewi. Ia adalah seorang manusia yang berjuang menjalani hidup dengan luka masa lalu yang membayangi.
Ketika ia masih anak-anak, keluarganya dihadapkan pada sebuah masalah, yang sukses menghancurkan semua hubungan yang selama ini dibangun di dalamnya. Herman Mellema, ayahnya, kerjanya hanya bermain di dalam rumah plesiran. Sedang ibunya, Nyai Ontosoroh, dengan tabah mengerjakan semua urusan perusahaan yang selama ini dirintisnya bersama Herman Mellema. Di tengah keluarga dengan keadaan seperti ini, Annelies Mellema dan Robert Mellema, kakaknya, bertumbuh.
Sebagai seorang anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan pengembangan diri, bukan hal yang mudah untuk hidup di tengah keluarga yang hancur. Hal ini mempengaruhi Annelies. Dalam dirinya mulai terbentuk pandangan bahwa pribumi lebih baik dari Eropa. Ia mulai menyangkali keberadaan dirinya sebagai seorang Indo, campuran pribumi dan Eropa, dan lebih senang menjadi seorang pribumi. Nyai yang selalu ada bersamanya, yang terus berjuang dengan tegar, benar-benar menjadi seorang role model bagi Annelies.
Seolah penderitaan menjadi seorang anak yang memiliki keluarga bermasalah masih kurang untuk Annelies, ia kembali harus mengalami hal yang mengerikan. Robert Mellema, kakak kandungnya sendiri, memperkosanya dengan penuh nafsu. Kata keji dan menjijikkan sama sekali tidak cukup menggambarkan perbuatan pria itu. Membenarkan perkataan orang-orang tentang keluarga seorang Nyai, seorang wanita simpanan, yang moralnya sangat rendah.
Menurut saya, Robert yang begitu tega memperkosa adik kandungnya sendiri tidak semata-mata disebabkan karena nafsunya sebagai laki-laki. Di samping itu, kondisi keluarga yang tidak baik dan tanpa cinta di dalamnya pun mempengaruhi Robert sampai menjadi seorang pria yang tidak memiliki kasih dan hanya memiliki nafsu, sama seperti ayah yang ia bangga-banggakan.
Semakin menjadi-jadilah kebencian Annelies pada orang Eropa, yang menurutnya hanya seperti Robert dan ayahnya. Luka yang begitu dalam telah ditorehkan dua pria yang memiliki peranan paling penting dalam hidupnya. Pada tahun-tahun setelah ayahnya pergi dan kakaknya menjadi orang asing bagi Annelies, meski ia terus bekerja membantu Nyai, pasti diam-diam Annelies merindukan kehadiran sosok ayah dan kakak. Karena walau ia berkata tidak lagi peduli dengan mereka, walau ia telah disakiti begitu banyak, ikatan di antara mereka tidak serta merta hilang. Annelies diam-diam merindukan keberadaan pria yang dapat melindungi dan menjaganya.
Annelies yang berada dalam penantian dan kerinduan mendapati kehadiran Minke yang begitu tiba-tiba. Sikap terbuka Annelies kepada Minke mungkin awalnya hanya karena Minke adalah seorang pribumi. Dan lagi, Minke juga orang terpelajar yang memiliki kepribadian baik. Annelies yang selama ini tidak memiliki teman barang satu pun mulai merasa nyaman berbicara dengan Minke yang selalu merespon setiap perkataan yang ia lontarkan. Apalagi ketika Annelies melihat Nyai juga menyambut Minke dengan tangan terbuka. Mungkin itu seperti lampu hijau baginya untuk menjalin hubungan yang lebih lagi dengan Minke.