Pada nanar matamu yang kelu, waktu itu,
Aku berkaca, tanpa suara
Kemana mata riang ayahku, kosong
Kemana bayanganku,
di matanya yang sendu ?
Ayahku pengampun yang mulia
Ia dicelakai, tapi tidak mengutuk
Ayah dan lelaki penabraknya
Berpapasan di satu persimpangan
Ayahku yang tangguh, jatuh tersungkur
dalam sengal nafasnya, ayah mendaras kata-kata kebajikan
"Lepaskan lelaki itu, dari jerat hukuman..."
Ayahku dihampiri maut, namun sayap-sayap malaikat
Berkibar indah dari punggung tangguhnya
Kini dirinya bukan lagi veteran perang,
Bukan seorang mantan prajurit
Kini, Ia hanya malaikat pelindung, bagi anak gadisnya
bagi anak gadisnya, yang hidup tanpa seorang ayah
Ayah,
Ayah,
Jika kau telah disana, mengapa aku 'kan takut, akan kematianku kelak?
Kelak kau akan menjemputku, bukan?
Waktu kita berakhir di tanah yang fana, tapi kelak akhir kita, abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H