Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yesus Kristus dan Hukum Taurat

31 Agustus 2018   21:41 Diperbarui: 31 Agustus 2018   23:45 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna di atas sesuai dengan ayat 18 “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Hampir semua versi Inggris dengan tepat memilih terjemahan “sebelum segala sesuatu diselesaikan atau dicapai” (accomplished).

Melalui inkarnasi-Nya, Kristus menuntaskan tujuan kitab suci. Apa yang sudah direncanakan Allah dan dinyatakan melalui kitab suci direalisasikan melalui pelayanan Yesus. Sang Mesias datang untuk “menggenapkan (pleroo) seluruh kehendak Allah” (3:15).

Taurat menunjukkan keberdosaan manusia (Rm 7:7-25). Manusia tidak berdaya dalam menaati Taurat (Rm 3:9-20). Pengungkapan dosa melalui Taurat ini merupakan persiapan supaya mereka memahami keselamatan melalui anugerah Allah di dalam Kristus Yesus. Jika tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan karena melakukan Taurat (perbuatan-perbuatan baik), masihkah ada harapan bagi umat manusia? Puji Tuhan! Ketidakberdayaan manusia tidak selalu identik dengan ketidakadaan harapan. Melalui para nabi, Allah berkali-kali menjanjikan kedatangan Mesias. Dialah yang akan memberikan harapan bagi orang-orang berdosa, sebab Dialah yang akan menggenapi Taurat.

We are great sinners! Perbuatan baik kita tidak akan pernah cukup untuk membawa kita ke surga. Keselamatan melalui perbuatan baik sama artinya dengan membuang Tuhan dari hidup kita, sebab kita sedang menyangkali kebutuhan akan Juruselamat. Kita menganggap diri kita sendiri adalah juruselamat. 

Matius 5:18 menerangkan alasan mengapa Taurat tidak untuk ditiadakan melainkan untuk digenapi (lihat kata sambung “karena” di awal ayat ini). Alasan ini berkaitan dengan natur firman Allah yang kekal. Karena diwahyukan oleh Allah sendiri, kitab suci bersifat kekal. Selama langit dan bumi masih ada, firman Allah juga akan tetap sama. Tuhan Yesus bahkan menyatakan bahwa firman-Nya lebih permanen daripada keberadaan langit dan bumi (24:35).

Natur kedua dari firman Allah adalah otoritas yang menyeluruh dan detail. Dalam istilah teologi modern, natur ini disebut “pewahyuan keseluruhan bagian dan setiap kata” (verbal plenary inspiration). Seluruh bagian dan setiap kata dalam kitab suci dalah firman TUHAN. Kata “iota” merujuk pada huruf yang terkecil (huruf yodh dalam alfabet Ibrani atau iota dalam alfabet Yunani), sedangkan titik (keraia) mengarah pada bagian terkecil dari suatu huruf. Bukan hanya huruf terkecil atau bagian terkecil dari huruf, perintah terkecil pun tetap berotoritas (5:19). Apa yang dipandang manusia sebagai perintah atau larangan yang sepele ternyata dipandang serius oleh Allah. Keseriusan tidak hanya ditentukan oleh “apa” (isi), melainkan “dari siapa” (sumber). Semua perkataan Allah adalah penting dan berotoritas.

Orang Kristen dan Hukum Taurat

Apa yang diucapkan Kristus bukan hanya sebuah penjelasan. Ada muatan normatif di sana. Ada konsekuensi praktis yang dituntut dari para pengikut Kristus. Hal ini disiratkan oleh pemunculan kata sambung “karena itu” di awal ayat 19. Hukuman dan upah di ayat ini semakin menguatkan nilai normatif dari perkataan Kristus.

Pertama, kita harus memegang erat, mengajarkan, dan melakukan seluruh firman Allah (ayat 19). Kata “meniadakan” (lyo, lit. “melepaskan”) di ayat ini menyiratkan usaha untuk bersantai atau menjadi kurang aktif (RSV/ESV: bersikap rileks). Lawan katanya adalah memegang erat.

Memegang erat bukan berarti memonopoli. Firman Tuhan bukan hanya untuk kita, tetapi untuk orang lain. Setiap kita dipanggil untuk mengajarkannya (ayat 19b), baik dalam situasi yang formal (di ruang kelas atau ibadah) maupun non-formal (kehidupan sehari-hari melalui nasihat dan percakapan).

Walaupun mengajar orang lain adalah penting, tetapi harus disertai dengan teladan. Kita dipanggil bukan hanya untuk mengajar, namun juga untuk melakukan (ayat 19c). Ezra adalah contoh pengajar yang baik. Dalam Ezra 7:10 dikatakan: “Sebab Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.” Pahami dahulu, lakukan kemudian, ajarkan belakangan. Kira-kira seperti itulah semangat Ezra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun