Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Secercah Harapan dalam Ratapan

20 Agustus 2018   11:25 Diperbarui: 20 Agustus 2018   11:23 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Coba bayangkan sesuatu yang menurut kita paling penting dalam hidup ini diambil paksa dari hidup kita. Ada orang yang menganggap bahwa penampilan fisik adalah segala-galanya. Ketika dia beranjak tua dan mulai nampak tanda-tanda penuaan di wajahnya, dia akan berusaha sedemikian rupa bagaimanapun caranya untuk tetap terlihat muda. Ada juga orang yang menganggap bahwa uang adalah segala-galanya. Ketika bisnisnya mulai redup, penghasilan mulai menurun, maka nilai dan harga dirinya mulai terusik. Dia merasa hidupnya sudah tidak ideal lagi. Apa yang dia anggap paling penting, sekarang berada dalam masalah yang besar. Mungkin masih banyak lagi hal-hal terpenting di dalam hidup kita. Bayangkan seandainya semua yang penting itu diambil dari hidup kita, maka saya yakin kita akan meratapi hidup kita. 

Sebagai bagian dari bangsa Yehuda, Yeremia memahami kepedihan yang sedang terjadi. Setiap kali ia mengingat keadaan dirinya dan bangsanya, ia selalu diliputi oleh kesedihan yang mendalam. Celakanya, ia tidak mampu mengalihkan pikirannya dari semua kemelut tersebut. Ia berkata, “Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan di dalam diriku” (3:20). Sesuai dengan perkataan Tuhan, situasi ini akan tetap berlangsung selama 70 tahun (Yer. 25:11; 29:10). Kitab ini ditulis pada masa awal pembuangan ke Babel. Masih ada puluhan tahun yang harus dijalani sampai situasinya membaik. Sesudah lewat masa 70 tahun pembuangan ke Babel, Tuhan baru akan memulihkan keadaan bangsa Yehuda. Inilah alasan mengapa Yeremia meratap.

Pentingnya cara pandang yang baru

Mungkin keadaan kita tidak akan berubah untuk jangka waktu yang lama. Mungkin keadaan kita justru bertambah buruk dari sebelumnya. Bagaimanapun, ada satu hal yang harus kita ubah mulai dari sekarang, yaitu cara pandang kita. Tuhan seringkali tidak mengubah keadaan. Tuhan seringkali tidak memberikan kepada kita kuasa untuk mengubah keadaan. Kita mungkin tidak bisa mengubah keadaan. Mungkin kita tak kunjung bisa menghilangkan persoalan. Oleh sebab itu yang perlu diubah adalah cara pandang kita terhadap keadaan. Kalau kita memiliki cara pandang yang benar terhadap keadaan kita, maka kita akan mendapati perubahan di dalam hidup kita. Situasi hidup mungkin baru berubah sesudah masa yang panjang, namun ada satu perubahan yang harus segera terjadi, yaitu perubahan cara pandang.

Ayat 20 dan 21 mengajarkan bahwa situasi yang sama dapat dilihat dari kacamata yang berbeda. Perbedaan cara pandang ini pada gilirannya akan memengaruhi kehidupan orang yang memandangnya. Di ayat 20, pikiran Yeremia terfokus pada masalahnya. Dia selalu mengingat keadaannya. Tidak heran, ia terbelenggu dengan kepedihan dan keputusasaan. Dalam teks Ibrani, ayat ini secara hurufiah seharusnya diterjemahkan “jiwaku terpuruk”. Ini adalah orang yang selalu memperhatikan kesedihannya beserta dengan seluruh persoalan dan masalah yang menyertainya. Dia selalu teringat akan masalah bangsanya.

Ada banyak orang Kristen yang selalu membiarkan diri terpuruk dengan cara senantiasa mengingat persoalannya. Namun, Yeremia memberikan kepada kita sebuah tips yang baik. Di ayat 21 Yeremia mengambil pilihan yang tepat. Ia memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan Allah, bukan persoalannya. Ada suasana gembira dan semangat yang muncul di sana.

Kata kerja “kuperhatikan” dalam teks Ibrani mengandung arti “kukembalikan”. Dikembalikannya adalah pada “leb”, yang dalam versi Inggris diterjemahkan “hati” (YLT) atau “pikiran” (ASV/KJV/NASB/NIV/RSV/ESV). Jika kita mengambil terjemahan “hati,” seperti dalam Septuaginta (LXX), kita dapat menerjemahkan ayat 21a sebagai berikut: “hal ini aku kembalikan ke dalam hati”.

Ungkapan ini menyiratkan bahwa Yeremia telah mengisi hatinya dengan hal-hal yang lain, yaitu penyesalan, kepahitan, kekecewaan, kesedihan, dst. Hatinya begitu dikuasai oleh persoalan diri dan kemalangan bangsa Yehuda sehingga hidupnya diwarnai oleh kepedihan. Sekarang ia memutuskan untuk mengisi hatinya dengan kebenaran ilahi (kasih setia Tuhan, rahmat Tuhan, kesetiaan Tuhan). Kebenaran ini sempat terlupakan, namun sekarang dikembalikan lagi ke dalam hatinya.

Apa yang kita isi di dalam hati kita akan menentukan kualitas hidup kita. Kalau kita ingin hidup dengan penuh sukacita dan harapan, maka kita tidak seharusnya membiarkan hati kita terisi oleh kekecewaan. Kita belajar sesuatu dari masa lalu. Pada saat perubahan cara pandang ini terjadi, suasana hati Yeremia juga berubah. Ia tidak lagi tertekan (3:20b). Sekarang ia berani berharap (3:21b). Bukan hanya ia “akan berharap” (LAI:TB), tetapi ia “memiliki pengharapan” (sesuai teks Ibrani). Pengharapan ini bersifat pasti.

Kita seringkali berpikir bagaimana kita mengubah keadaan kita. Namun mungkin jalan yang Tuhan sediakan bukanlah mengubah keadaan kita, melainkan mengubah cara pandang kita. Adalah hal yang sangat penting untuk kita bisa memiliki cara pandang yang benar.

Cara pandang yang seharusnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun