Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penatalayanan yang Berpusatkan Injil

17 Agustus 2018   23:17 Diperbarui: 26 Agustus 2018   04:53 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang dialami hamba yang ketiga ini sebenarnya adalah ketakutan terhadap kerugian, sehingga dia hanya menyimpan baik-baik talenta yang diberikan sang tuan. Jika nanti tuannya datang, apa yang diberikan bisa dikembalikan sesuai keadaan semula. Paling tidak walaupun ia tidak mendapat pujian, ia juga tidak mendapat kecaman. Bukankah kita sering memiliki konsep seperti hamba yang ketiga?

Tuhan Yesus sudah memberikan seluruh hidupnya bagi kita, bahkan sampai mati di kayu salib untuk kita. Maka sudah sepantasnya kita tunduk dan kita melakukan apa yang kita bisa untuk kepentingan-Nya. Mungkin itu mengorbankan perasaan kita, mungkin itu mengorbankan tenaga kita, mungkin itu mengorbankan kesehatan kita, tetapi tetap kita melakukannya untuk Tuhan Yesus. Bukan berarti kita tidak perlu memperhatikan kesehatan dan yang lain-lain, tetapi kadangkala dalam pelayanan memang banyak hal yang harus dikorbankan dan kita harus tunduk melakukannya.

Mungkin kita mempersoalkan bentuk konkret dari hukuman yang diberikan kepada hamba ketiga. Apa hukuman yang diberikan bagi orang yang tidak menggunakan talentanya dengan baik? Setiap jenis sastra (genre) memerlukan prinsip dan pedoman penafsiran tersendiri. Begitu pula dengan perumpamaan. Yang dipentingkan adalah poin analogi utama bahwa setiap orang harus memberi pertanggungjawaban pada Allah atas semua talenta yang dipercayakan. Detail cerita lalu ditafsirkan seturut kultur waktu itu. Maksudnya, hukuman di perumpamaan ini tidak boleh ditafsirkan secara hurufiah.

Hadiah untuk penatalayan yang setia

Setiap pekerja berhak mendapatkan upahnya. Demikian pula dengan hamba-hamba yang setia. Tuhan tidak menutup mata terhadap kesegeraan, kebaikan, kesetiaan, dan ketundukan hamba-hamba-Nya. Persoalannya, hadiah yang Ia siapkan bagi kita seringkali tidak seperti yang kita harapkan (25:21, 23). Namun itu semua adalah hadiah yang terbaik bagi kita.

Pertama, Tuhan akan memberikan pujian (ay. 21). Bagi sebagian orang yang terjebak pada materialisme, hadiah ini terlihat kurang menyenangkan. Banyak hal yang lebih menarik daripada sekadar pujian. Jangan lupa, kita hidup dalam konteks masyarakat yang berbeda. Masyarakat modern sangat materialistis. Semua diukur dengan uang. Tidak demikian halnya dengan masyarakat kuno yang sangat mengagungkan budaya "aib dan kehormatan" (shame and honor). Sebuah pujian lebih bermakna daripada hal-hal lain. Adalah sebuah pencapaian yang luar biasa apabila seseorang mendapatkan pujian dari orang yang lebih tinggi secara status sosial. Saya bisa membayangkan betapa bahagianya kita semua, jika kita mendapatkan pujian dari Tuhan. Pernahkah kita membayangkan bagaimana perasaan kita kelak pada saat dipuji oleh Tuhan?

Kedua, Tuhan akan memercayakan pekerjaan yang lebih besar (ay. 23). Walaupun lima dan dua talenta sudah termasuk dalam jumlah yang sangat besar, tetapi hal itu tetap disebut "perkara kecil". Ada hal-hal lain yang lebih besar yang Tuhan dapat berikan kepada kita (25:28-29). Sekali lagi, kepercayaan ini bukan kepemilikan, tetapi penatalayanan. Dipercayakan tugas yang lebih besar merupakan hadiah yang lebih besar bagi setiap kita. Kita tidak boleh mengeluh pada saat dibebankan pekerjaan yang lebih besar oleh Tuhan. Kenyataannya, tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita merupakan hadiah dari Tuhan. Jangan mengeluh ketika kita bersusah payah melayani Tuhan. Setialah dalam perkara yang kecil.

Ketiga, Tuhan akan berbagi kebahagiaan (ay. 23). Mengingat perumpamaan ini adalah tentang kedatangan Kerajaan Allah (25:14), hampir semua penafsir memahami "masuk ke dalam kegembiraan tuanmu" sebagai rujukan pada pesta perjamuan. Hal ini senada dengan pengharapan mesianis-eskatologis orang-orang Yahudi pada waktu itu yang mengharapkan Mesias merestorasi Kerajaan Israel. Sebagai lambang sukacita yang besar, umat Allah akan berjamu dengan dan dijamu oleh Allah dan Mesias-Nya. Ini adalah gambaran kebahagiaan dari restorasi Kerajaan Allah oleh Mesias. Orang-orang yang mengisi keselamatannya dengan pelayanan, kesetiaan, dan kesungguhan, akan menikmati sukacita yang tak terbayangkan sebelumnya. Gambaran pesta adalah gambaran kuno dari sukacita sebuah negara setelah memenangkan peperangan dengan negara lain.

Tiga hadiah ini seharusnya menjadi dorongan yang kuat bagi kita untuk melayani Tuhan dengan lebih sungguh. Uang, tenaga, kepintaran, keterampilan, waktu, dan lain sebagainya harus digunakan untuk kepentingan Kerajaan Allah di muka bumi. Sudahkah kita memanfaatkan itu secara sungguh-sungguh dan setia bagi kemuliaan-Nya? Seandainya Tuhan Yesus datang kembali, sudahkah kita sendiri puas dengan jerih payah kita bagi-Nya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun