Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penebusan Terbatas

17 Februari 2018   06:40 Diperbarui: 19 Agustus 2018   01:05 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita bertanya kepada 100 orang Kristen “untuk siapa Kristus mati di atas kayu salib?”, maka lebih dari 90% di antara mereka mungkin akan menjawab “untuk semua orang”. Jawaban seperti ini memang sangat bisa dimengerti. Beberapa ayat Alkitab “secara eksplisit” tampak mendukung ide penebusan universal (Yoh. 1:29; 3:16; 4:42; 2Kor. 5:14; Ibr. 2:9; 1Yoh. 2:2, dan masih banyak teks lain). Berbagai khotbah pekabaran Injil pun memberitakan kematian Kristus untuk semua orang berdosa.

Di kalangan orang yang menyebut diri Reformed tetapi tidak menerima semua pokok dalam TULIP, poin “L” (Limited Atonement) merupakan salah satu yang sering ditolak selain “I” (Irresistible Grace). Mereka berpendapat bahwa konsep penebusan terbatas bukanlah sesuatu yang harus ada dalam sistem teologi Calvinis. Bagi mereka konsep ini hanya merupakan kebutuhan logis (logical necessity) yang tidak didukung oleh ajaran Alkitab yang jelas.

Dua pandangan di atas jelas tidak dapat dibenarkan. Mereka yang memegang pandangan tersebut kemungkinan besar tidak memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan penebusan terbatas. Mereka juga tidak memahami melimpahnya ajaran Alkitab tentang konsep ini, baik ajaran yang eksplisit maupun implisit. Dalam pembahasan selanjutnya akan terlihat bahwa doktrin ini merupakan “penegasan sentral dari Injil” (J. I. Packer).

Pengertian penebusan terbatas

Doktrin ini dirumuskan untuk merespons pandangan Armenian yang mengajarkan bahwa kurban Kristus di atas kayu salib adalah untuk semua manusia dan setiap individu tanpa perbedaan dan perkecualian. Walaupun apa yang yang dilakukan Kristus di kayu salib ditujukan untuk semua orang tetapi tidak semua orang dapat menikmati penebusan. Hanya orang-orang tertentu yang beriman kepada Kristus yang dapat menerima penebusan. Dengan kata lain, meminjam istilah Edwin Palmer (Lima Pokok Calvinisme, 65), mereka membedakan antara apa yang Yesus lakukan (mati bagi semua orang) dan apa yang Kristus capai (tidak semua orang diselamatkan).

Terhadap pandangan Armenian di atas, orang-orang Reformed menegaskan bahwa penebusan Kristus ditujukan hanya bagi orang-orang yang sudah dipilih sejak kekekalan. WCF III.6 menyatakan, “…karena itu mereka yang dipilih…ditebus dalam Kristus, dipanggil kepada iman secara efektual…dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan dan dipelihara oleh kuasa-Nya melalui iman menuju keselamatan. Tidak ada yang lain yang ditebus oleh Kristus, dipanggil secara efektual, dibenarkan, diangkat menjadi anak, dikuduskan dan diselamatkan kecuali orang-orang pilihan saja”.

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan “terbatas” bukanlah nilai atau kuasa penebusan Kristus. Nilai atau kuasa penebusan ditentukan oleh dan diukur berdasarkan keagungan Pribadi yang mengadakan penebusan. Karena Kristus menderita sebagai Allah-manusia, maka nilai penebusan-Nya bersifat tidak terbatas. Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa yang disalibkan adalah “Tuhan kemuliaan” (1Kor. 2:8) dan “pangeran kehidupan” (Kis. 3:15, kontra LAI:TB “Pemimpin kepada kehidupan”). Allah menebus gereja dengan darah-Nya sendiri (Kis. 20:28, kontra LAI:TB “darah Anak-Nya”). Berdasarkan hal ini penebusan Kristus sebenarnya bernilai tanpa batas dan dapat menyelamatkan setiap manusia jika hal itu memang adalah rencana Allah. Kenyataannya, Allah tidak merencanakan untuk menyelamatkan semua orang, sehingga penebusan itu tidak berlaku untuk semua orang. Jadi, “terbatas” di sini hanya dalam arti cakupan tujuan atau aplikasi dari penebusan tersebut, yaitu dibatasi pada orang-orang yang sudah dipilih. Istilah populer yang dipakai untuk menjelaskan ini adalah “penebusan Kristus cukup (sufficient) untuk semua orang, tetapi efektif (efficient) hanya bagi orang-orang pilihan”.

Kita tidak boleh memiliki pemikiran yang salah tentang doktrin ini dengan menyatakan bahwa penebusan Kristus yang nilainya tidak terbatas di atas merupakan tindakan yang berlebihan karena jumlah yang ditebus ternyata tidak banyak. Besar-kecilnya penebusan Kristus tidak ditentukan oleh jumlah yang Dia tebus. Walaupun jumlah orang yang ditebus ternyata hanya satu orang, penebusan yang nilainya tidak terbatas tetap diperlukan, karena manusia telah memberontak terhadap Pribadi yang tidak terbatas, maka penebusan untuk mendamaikan kedua pihak juga harus tidak terbatas nilainya (Boettner, Reformed Doctrine of Predestination, 151-152). Ilustrasi yang tepat untuk menggambarkan hal ini adalah sinar matahari. Matahari tetap akan memancarkan sinarnya secara penuh, terlepas dari jumlah tanaman yang memerlukan sinar tersebut.

Perbandingan antara konsep Reformed dan Armenian tentang penebusan Kristus menunjukkan bahwa kedua aliran ini sama-sama menerima penebusan yang terbatas, tetapi mereka berbeda tentang aspek keterbatasan tersebut. Pihak Reformed membatasi cakupan penebusan (tidak untuk semua orang), sedangkan Armenian membatasi kuasa penebusan (penebusan Kristus pada dirinya sendri secara aktual tidak menyelamatkan). Pembatasan versi Reformed bersifat kuantitatif, sedangkan Armenian bersifat kualitatif. Ibarat sebuah jembatan, versi Reformed adalah jembatan sempit yang menyebrangi sebuah sungai sampai pada ujungnya, sedangkan versi Armenian seperti jembatan yang luas namun tidak mencapai seberang sungai (Boettner, Reformed Doctrine of Predestination, 153).

Argumen yang mendukung penebusan terbatas

Untuk memudahkan pemahaman, argumen yang mendukung penebusan terbatas dibagi menjadi empat bagian: teks-teks Alkitab yang secara eksplisit mengajarkan doktrin ini, konsep penebusan Kristus secara umum dalam Alkitab, inferensi logis dari doktrin-doktrin lain, dan kelemahan mendasar pandangan Armenian. Kita akan menyelidiki masing-masing argumen secara lebih detail.

Teks-teks Alkitab yang eksplisit

Alkitab secara jelas mengajarkan cakupan penebusan Kristus yang bersifat terbatas. Kristus datang untuk menyelamatkan orang-orang yang diberikan Bapa kepada-Nya (Yoh. 6:37-40). Kristus mati bukan untuk semua orang tetapi “umat-Nya” (Mzm. 74:2; Luk. 1:68; Mat. 1:21; Tit. 2:14; Ibr. 2:17), “domba-domba-Nya” (Yoh. 10:15), “sahabat-sahabat-Nya” (Yoh. 15:13), “jemaat/gereja-Nya” (Kis. 20:28; Why. 5:9), “mempelai wanita-Nya” (Ef. 5:25). Allah menyerahkan AnakNya yang tunggal bagi kita (Rm. 8:32), yaitu orang-orang yang dipilih oleh Allah (Rm. 8:28, 29-30, 33).

Dari deretan teks di atas, Efesus 5:25 mungkin memberikan gambaran yang paling jelas. Dalam teks ini pengorbanan Kristus kepada gereja-Nya ditampilkan dalam konteks pernikahan (relasi suami-istri). Jika menyerahkan diri-Nya bagi jemaat di ayat ini bersifat universal, maka nasihat Paulus dalam ayat ini akan menjadi kacau (karena suami harus berkorban bukan hanya bagi istrinya sendiri, tetapi bagi istri-istri orang lain juga). Dengan mempertimbangkan konteks dan ajaran monogami dalam Alkitab (1Tim. 3:2, 12), kita harus memahami ungkapan “Kristus menyerahkan diri bagi jemaat” secara partikular. Dia hanya mati bagi jemaat-Nya, bukan orang-orang di luar itu.  

Di samping pernyataan secara positif seperti di atas, Alkitab juga mencatat perkataan negatif yang menolak orang-orang tertentu sebagai objek penebusan. Setelah Yesus mengatakan bahwa Dia mati bagi domba-domba-Nya (Yoh. 10:15), Dia selanjutnya dengan jelas menyatakan bahwa orang-orang Yahudi yang tidak percaya bukanlah domba-domba-Nya (Yoh. 10:26). Ini menunjukkan bahwa Dia tidak mati bagi orang-orang tersebut. Yesus juga menyatakan bahwa Dia datang untuk memelihara orang-orang yang sudah diberikan Bapa kepada-Nya, sehingga tidak ada satu pun yang binasa kecuali yang memang sejak semula ditentukan untuk binasa (Yoh. 17:6-7, 12; band. 6:64, 70-71). Di Yohanes 17:9 Yesus secara khusus menyatakan bahwa Dia tidak berdoa bagi dunia, melainkan bagi milik-Nya. Karena penebusan dan doa syafaat merupakan dua aktivitas keimaman yang tidak dapat dipisahkan, maka ayat ini mengajarkan bahwa Yesus tidak berkorban bagi dunia (R. B. Kuiper, For Whom Did Christ Die?, 64; Louis Berkhof, Vicarious Atonement Through Christ, 160; Charles Hodge, Systematic Theology, Vol. II, 553).

Konsep penebusan Kristus secara umum

Argumen yang mendukung penebusan terbatas dapat didasarkan pada tujuan kematian Kristus. Alkitab mencatat bahwa Kristus mati untuk mempersembahkan diri-Nya sebagai korban penghapus dosa menggantikan kita (1Kor. 15:3; Ibr. 9:28; 10:14), menjadi pendamaian bagi kita dengan memuaskan murka Allah yang adil (Rm. 3:25; Ibr. 2:17; 1Yoh. 2:2; 4:10), mendamaikan umat-Nya dengan Allah (Rm. 5:20; 2Kor. 5:20) dan menebus kita dari kutuk hukum Taurat (Gal. 3:13). Berdasarkan tujuan ini kita perlu bertanya apakah Kristus secara aktual (bukan sekadar secara teori) telah mencapai semua tujuan ini?

Jika jawaban atas pertanyaan di atas adalah “tidak”, maka hal ini jelas salah dan sangat merendahkan kuasa kematian Kristus. Jika “ya”, maka Kristus mati bukan untuk semua orang, karena bila Kristus mati bagi semua orang dan kematian-Nya secara aktual mencapai tujuan tersebut, setiap orang pasti akan diselamatkan (universalisme). Pada kenyataannya, tidak semua orang diselamatkan. Jika pengorbanan Kristus disebut sebagai “tebusan” (Mat. 20:28; Mrk. 10:45), maka pada saat tebusan itu dibayarkan orang/benda yang ditebus secara otomatis akan bebas. Kenyataannya, Alkitab menyatakan bahwa mereka yang tidak menerima Kristus tidak ditebus dari kutuk Taurat. Seandainya kematian Kristus secara aktual menggantikan hukuman semua orang (penebusan tidak terbatas), mengapa Allah masih perlu menghukum orang yang hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus?

Argumen lain didapat dari analogi konsep penebusan dalam Perjanjian Lama (Shedd, Dogmatic Theology, 748). Domba yang dipersembahkan oleh imam untuk pengampunan dosa hanya mewakili orang yang membawa domba tersebut, bukan semua orang. Ketika imam besar mempersembahkan korban untuk seluruh bangsa Israel, hal itu tetap bersifat terbatas (hanya untuk bangsa Israel). Penebusan yang dilakukan para imam tidak berlaku untuk semua orang di seluruh dunia. 

Inferensi logis dari doktrin-doktrin lain

Argumen lain bagi doktrin penebusan terbatas dibangun di atas inferensi logis dari doktrin-doktrin lain. Yang terutama adalah doktrin predestinasi. Jika ajaran Alkitab tentang predestinasi (ganda) diterima, maka kita juga harus menerima bahwa tidak ada seorang pun yang dapat diselamatkan di luar pilihan Allah. Mereka yang tidak dipilih pasti akan binasa. Jikalau mereka pasti binasa dan Allah mengetahui hal ini, maka Kristus tidak akan diutus Allah untuk mati bagi mereka yang binasa, karena tindakan itu akan sia-sia atau mubazir. Untuk apa Kristus mati untuk orang-orang yang sudah pasti binasa?

Deduksi di atas akan menjadi lebih jelas apabila dihubungkan dengan dasar pemilihan Allah, yaitu kasih. Dalam pembahasan sebelumnya kita telah melihat bahwa pemilihan tanpa syarat membuktikan bahwa Allah tidak memberikan kasih-Nya dengan cara dan kualitas yang sama kepada semua orang. Allah memilih untuk mengasihi sebagian orang (Dia menyelamatkan mereka) dan kurang mengasihi yang lain (Dia membiarkan mereka dalam kebinasaan). Dengan perspektif seperti ini, kita akan melihat beberapa teks yang menunjukkan bahwa objek kasih Allah adalah identik dengan objek penebusan Kristus atau – lebih spesifik lagi – kasih Allah merupakan alasan pendamaian Kristus. 1Yohanes 4:10 “Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”. Yang dimaksud “kita” di sini adalah mereka yang dosanya telah diampuni (2:12), mengalahkan yang jahat (2:13) dan menjadi anak-anak Allah (3:1-2). Roma 5:8 “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa”. Wahyu 1:5 “Dia yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa-dosa kita oleh darah-Nya”.

Kelemahan mendasar pandangan Armenian

Konsep Armenian tentang universalitas penebusan Kristus berkontradiksi dengan kedaulatan Allah. Jika Kristus diutus Allah dan kematian-Nya bertujuan untuk menyelamatkan semua orang tetapi kenyataannya tidak semuanya selamat, maka kita dapat menyimpulkan bahwa Allah tidak berkuasa atau tidak berkehendak merealisasikan rencana-Nya. Dua kemungkinan ini sama-sama bertentangan dengan ajaran Alkitab. Apa yang direncanakan Allah pasti akan terjadi (Ay. 42:2). Allah juga tidak mungkin membuat rencana yang Dia sendiri tidak kehendaki.

Implikasi di atas tetap akan berlaku bahkan seandainya kita memegang konsep predestinasi Armenian yang didasarkan pada pra-pengetahuan Allah. Jika Allah sejak kekekalan sudah mengetahui siapa yang percaya dan menolak, mengapa Dia masih tetap mengirim Yesus Kristus untuk menebus dosa semua manusia yang Dia tahu dengan pasti bahwa sebagian dari mereka akan binasa? Kesulitan seperti ini akan dapat dihindari jika kita menerima konsep pemilihan tanpa syarat dan penebusan terbatas. Allah memang memilih sebagian orang untuk diselamatkan dan untuk merealisasikan itu Dia juga mengutus Kristus sebagai Juruselamat.

Kelemahan lain dari pandangan Armenian terletak pada inkonsistensi. Jika dalam pikiran Allah kematian Kristus dapat dipisahkan dari tujuan aplikasinya, maka kita dapat mengatakan juga bahwa Kristus mati bagi semua manusia dan malaikat yang telah jatuh (Shedd, Dogmatic Theology, 747). Bukankah kematian-Nya bersifat tidak terbatas? Secara inkonsisten, implikasi logis seperti ini jelas akan ditolak oleh orang Armenian karena Alkitab mengajarkan bahwa Kristus hanya mati bagi manusia (Ibr. 2:16).

Akhirnya, kita perlu merenungkan kesalahan dalam beberapa ilustrasi yang menggambarkan konsep penebusan Kristus versi Armenian. Orang Armenian mungkin akan menggunakan ilustrasi seperti ini: seorang narapidana yang dijatuhi putusan hukuman gantung menerima grasi dari presiden, tetapi dia menolak grasi tersebut dan memilih untuk mengadakan banding ke Mahkamah Agung. Akhirnya, nasibnya berujung pada tiang gantungan karena usaha bandingnya ditolak oleh pengadilan. Kelemahan dari ilustrasi ini terletak pada bentuk pengampunan yang diberikan. Pengampunan yang diberikan presiden dalam ilustrasi ini berbeda dengan pengampunan yang diberikan Kristus. Kristus sungguh-sungguh menggantikan hukuman orang berdosa. Jika ada orang yang menggantikan hukuman gantung tersebut, mengapa terhukum tersebut masih perlu dihukum lagi? Mungkinkah dua orang menanggung hukuman atas kesalahan yang dilakukan satu orang? Apakah ini adil?

Sanggahan dan jawaban

Konsep penebusan terbatas mendapat serangan yang begitu gencar dari berbagai pihak, baik dari golongan Armenian maupun mereka yang menyebut diri sebagai Calvinis-sublapsarianis. Golongan yang terakhir ini memegang urutan logis karya penebusan Allah sebagai berikut: (1) ketetapan untuk menciptakan manusia; (2) ketetapan untuk mengizinkan kejatuhan ke dalam dosa; (3) ketetapan untuk menyediakan keselamatan yang cukup untuk semua orang; (4) ketetapan untuk menyelamatkan sebagian orang dan membiarkan yang lain dalam kebinasaan. Dari urutan ini terlihat bahwa sublapsarianisme sangat dekat dengan infralapsarianisme, hanya saja sublapsarianisme menerima penebusan yang bersifat universal. Teolog yang memegang pandangan sublapsarianisme adalah Agustinus H. Strong (Systematic Theology, 777-779) dan Millard J. Erickson (Christian Theology, 849-852).

Untuk memudahkan pemahaman, sanggahan terhadap doktrin penebusan terbatas akan dikelompokkan menjadi dua bagian. Yang pertama berhubungan dengan problem aplikasi dalam pekabaran Injil dan yang kedua berhubungan dengan teks-teks Alkitab yang “secara eksplisit” mengajarkan penebusan universal. Sanggahan yang pertama sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan poin penebusan terbatas, tetapi sanggahan tersebut paling relevan dibahas dalam kaitan dengan penebusan terbatas.

Aplikasi dalam pekabaran Injil

Mereka yang menolak penebusan terbatas menganggap bahwa konsep ini sulit diaplikasikan dalam pekabaran Injil. Dalam pekabaran Injil orang Kristen biasanya memberitakan penebusan Kristus bagi semua orang dan selanjutnya menawarkan karya penebusan tersebut kepada siapa saja yang mau menerima. Seandainya penebusan itu hanya bagi orang pilihan, maka tawaran Injil seperti itu tidak dapat dilakukan. Dengan kata lain, konsep penebusan terbatas dianggap bertentangan dengan penawaran Injil yang sungguh-sungguh kepada semua orang. Jika konsep penebusan terbatas diterima, maka tawaran Injil yang diberikan hanyalah sebuah basa-basi, bahkan kemunafikan.

Sanggahan di atas dapat dijawab melalui beberapa cara. Pertama, Alkitab memberikan contoh yang jelas bahwa suatu tawaran tetap bisa diberikan dengan sungguh-sungguh sekalipun tawaran itu pasti akan ditolak. Dalam Keluaran 3:18 Tuhan memerintahkan Musa dan para tua-tua Israel untuk meminta ijin kepada Firaun supaya mereka diijinkan pergi memberikan persembahan kepada Tuhan. Dalam ayat selanjutnya Tuhan sendiri mengatakan “Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi kecuali kalau dipaksa dengan tangan yang kuat” (Kel. 3:19). Dua ayat ini jelas tidak saling berkontradiksi (kalau berkontradiksi penulisnya pasti dengan mudah mendeteksi hal itu karena letak dua ayat tersebut berdekatan). Permohonan izin kepada Firaun dilakukan dengan kesungguhan, meskipun hasilnya sudah dapat dipastikan sebelumnya.

Contoh Alkitab yang lain adalah tuntutan Tuhan Yesus supaya para pengikut-Nya menjadi sempurna sama seperti Bapa di surga adalah sempurna (Mat. 5:48). Perintah ini secara teori memang bisa dicapai (orang percaya sudah dibenarkan, kuasa dosa dihancurkan dan mereka diberi bimbingan Roh Kudus), namun secara faktual tidak ada orang Kristen yang mampu mencapainya (1Yoh. 1:8, 10). Apakah hal ini berarti bahwa Yesus tidak serius ketika memberikan perintah ini? Tidak! Perintah ini diberikan dengan penuh kesungguhan sekalipun hasilnya sudah dapat dipastikan akan terjadi tidak seperti yang diharapkan.

Contoh Alkitab berikutnya adalah pelayanan Yesaya dan Yehezkiel. Tuhan mengutus mereka untuk memberitakan tawaran pertobatan kepada bangsa Yehuda (Yes. 1:18-19; Yeh. 3:4), namun Tuhan juga memberitahu mereka bahwa bangsa Yehuda tidak akan mendengarkan pemberitaan mereka (Yes. 6:9-13; Yeh. 3:5-11). Situasi yang dihadapi Yesaya dan Yehezkiel mirip dengan yang dialami Yesus. Dia sudah tahu secara pasti bahwa orang-orang Yahudi akan memberikan respons negatif, tetapi hal itu tidak menyurutkan beban dan kasih-Nya kepada mereka (Mat. 23:33-37).

Kedua, dalam kehidupan sehari-hari kita beberapa kali (sering) memberikan tawaran yang sungguh-sungguh kepada orang lain walaupun kita sudah dapat menebak respons negatif yang akan kita terima. Boettner (Reformed Doctrine, 283) memberikan contoh tentang tawaran perdamaian dari seorang jenderal kepada para pemberontak yang berhasil dia kalahkan. Sang jenderal sungguh-sungguh memberikan tawaran perdamaian dan jaminan keamanan bagi para pemberontak yang mau menyerahkan senjata dan diri mereka secara sukarela. Dalam banyak kasus tawaran seperti ini biasanya ditolak (mungkin karena para pemberontak merasa malu, takut diperlakukan secara tidak baik atau masih memendam asa untuk merealisasikan perjuangan mereka), namun hal ini tidak berarti bahwa tawaran tersebut diberikan hanya sebagai basa-basi.

Ketiga, pemilihan Allah merupakan misteri bagi para pekabar Injil. Mereka hanya mengetahui indikasi ke arah itu berdasarkan respons orang-orang terhadap Injil yang mereka beritakan. Ketika memberitakan Injil, mereka belum tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak. Berdasarkan hal ini mereka tetap dengan sungguh-sungguh menawarkan Injil kepada semua pendengarnya dengan harapan bahwa mereka semua atau sebagian dari mereka yang mendengarkan Injil tersebut adalah orang-orang yang dipilih.

Keempat, semua orang – baik orang pilihan maupun tidak – tetap perlu mendengarkan berita Injil. Bagi orang-orang pilihan, berita ini menjadi instrumen yang dipakai Allah untuk merealisasikan pilihan-Nya (Rm. 10:13-17). Bagi yang tidak dipilih, berita Injil akan menjadi pembenaran bagi penghakiman mereka. Mereka yang binasa tanpa mendengar berita Injil akan mengalami hukuman yang lebih ringan dibandingkan dengan mereka yang mendapat kesempatan untuk mendengarkan Injil namun tetap menolaknya (Mat. 11:21-24//Luk. 10:13-15). Dengan pemikiran seperti ini, berita Injil (Kristus mati bagi orang berdosa) tetap perlu diberitakan dengan sungguh-sungguh, karena berita ini tidak akan kembali dengan sia-sia (Yes. 55:11).

Teks-teks Alkitab yang tampaknya mengajarkan penebusan universal

Sanggahan paling serius terhadap penebusan terbatas adalah teks-teks tertentu yang sekilas berkontradiksi dengan doktrin ini. Untuk memudahkan pemahaman, teks-teks tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian (Erikson, Christian Theology, 846-848). Pertama, teks yang mengajarkan penebusan universal. Yohanes Pembaptis menyebut Yesus sebagai “Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Allah mengasihi dunia sehingga Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Kristus mati bagi semua orang (2Kor. 5:14-15; Ibr. 2:9). Dia adalah Juruselamat dunia (1Yoh. 4:14).. Yesaya 53:6 “…masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”. Yesus mati sebagai tebusan bukan hanya untuk banyak orang (Mat. 20:28) tetapi semua orang (1Tim. 2:6). Beberapa ayat bahkan secara eksplisit menyebutkan bahwa kematian Kristus bukan hanya bagi orang percaya, tetapi bagi seluruh dunia (1Tim. 4:10; 1Yoh. 2:1-2).

Kelompok kedua adalah teks-teks yang mengindikasikan bahwa berita Injil harus disampaikan secara universal. Injil harus diberitakan kepada semua bangsa (Mat. 24:14; 28:19-20) atau sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Allah memerintahkan semua orang di segala tempat untuk bertobat (Kis. 17:30). Kasih karunia Allah yang membawa keselamatan telah dinyatakan kepada semua orang (Tit. 2:11).

Kelompok teks yang ketiga adalah teks-teks yang menyiratkan bahwa Kristus mati bagi orang yang akan binasa. Roma 14:15 “…janganlah engkau membinasakan saudaramu karena makanan, karena Kristus telah mati bagi dia”. Pernyataan yang hampir sama dapat ditemukan dalam 1 Korintus 8:11 “dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena pengetahuanmu itu”. Ibrani 10:29 “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”. 2 Petrus 2:1 “…mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”

Apakah semua sanggahan di atas cukup meyakinkan? Bagaimana kita merespons semua sanggahan di atas? Jawaban yang memuaskan harus melalui penyelidikan eksegetis yang mendalam terhadap semua teks di atas, namun hal ini tidak mungkin dilakukan sekarang dengan beberapa pertimbangan:

  • Pembahasan detil setiap teks akan membutuhkan waktu pembahasan yang sangat panjang.
  • Beberapa teks tersebut memiliki inti sanggahan dan solusi yang sama, sehingga tidak membutuhkan pembahasan khusus yang berbeda untuk setiap ayat.
  • Khusus untuk kelompok teks yang ketiga, kita akan membahasnya pada bagian ketekunan orang-orang kudus (perseverance of the saints) di akhir pembahasan tentang TULIP.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, kita hanya akan menyoroti beberapa teks yang sering dijadikan sanggahan utama dan yang bisa dijadikan representasi untuk menjawab teks-teks lain yang memiliki inti sanggahan yang sama.

Sebelum menyelidiki beberapa teks tertentu secara detail, kita lebih dahulu akan memulai dengan jawaban yang umum dan relatif lebih mudah. Pertama, seperti sudah disinggung dalam pembahasan sebelumnya, kata Yunani “semua” tidak selalu berarti “setiap individu di seluruh dunia”. Dalam beberapa kasus, kata “semua” tidak mungkin berarti “setiap individu di dunia”. Yohanes Pembaptis diikuti oleh semua orang di Yudea dan Yerusalem (Mrk. 1:5). Ketika Petrus dan Yohanes menyembuhkan orang lumpuh di bait Allah dikatakan bahwa “semua orang memuliakan Allah” (Kis. 4:21). Yesus akan dibenci oleh semua orang (Luk. 21:17). Di bagian lain Yesus malah mengatakan bahwa Dia akan menarik semua orang kepada-Nya (Yoh. 12:32). Paulus dituduh mengajar semua orang di segala tempat (Kis. 21:28).

Untuk menentukan arti yang tepat, kita harus memperhatikan konteks, karena kontekslah yang menjadi pedoman utama untuk menilai apakah “semua” berarti “semua dalam kelompok tertentu” atau “setiap individu di dunia”. Salah satu contoh adalah Kisah Rasul 2:5-11. Di ayat 5 dikatakan bahwa orang-orang dari segala bangsa berkumpul di Yerusalem. Ungkapan “segala bangsa” dalam konteks ini pasti tidak merujuk pada setiap bangsa di dunia yang ada orang Yahudinya, karena ayat 8-11 memberi batasan pada arti segala bangsa ini.

Kedua, kelompok teks kedua yang dijadikan sanggahan oleh pihak Armenian sebenarnya tidak memiliki bobot sanggahan yang berarti. Injil memang harus diberitakan ke seluruh dunia, namun hal ini tidak boleh ditafsirkan bahwa Kristus mati bagi setiap orang di seluruh penjuru dunia. Injil harus diberitakan secara universal tanpa mengenal batasan tempat dan etnis karena orang-orang pilihan Allah memang tidak dibatasi pada etnis tertentu (Rm. 1:16; 10:12; 1Korm 12:13; Gal. 3:28-29). Mereka tersebar di banyak suku bangsa dan bahasa (Whym 7:9).

Ketiga, Ibrani 2:9 “…supaya oleh kasih karunia Allah Dia mengalami maut bagi semua orang”. Ayat ini sekilas memang tampak mendukung penebusan universal, tetapi penyelidikan konteks yang lebih teliti menunjukkan hal yang sebaliknya. Setelah menyatakan bahwa Kristus mati bagi semua orang, penulis kitab Ibrani selanjutnya menjelaskan tujuan dari tindakan ini, yaitu “membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan” (ayat 9, KJV/ASV/RSV/NASB). Frasa yang berada dalam kutipan di atas sayangnya tidak diterjemahkan dalam NIV dan diterjemahkan secara kurang jelas dalam LAI:TB (“membawa banyak orang pada kemuliaan”). Terjemahan “anak-anak” merupakan hal yang penting, karena di ayat 11-12 dijelaskan bahwa Penebus dan yang ditebus adalah saudara, karena berasal dari satu sumber. Lebih jauh, ayat 13 menjelaskan bahwa mereka adalah “anak-anak yang diberikan Allah kepada Yesus” (band. Yoh. 6:37; 17:6). Dengan kata lain, “semua orang” di ayat 9 tidak merujuk pada setiap individu di dunia melainkan semua orang yang ditebus Yesus, menjadi saudara dan dengan demikian sekaligus menjadi anak-anak Allah yang akan dibawa pada kemuliaan (band. Yoh. 11:52).

Penyelidikan lebih lanjut justru semakin menguatkan doktrin penebusan terbatas. Ayat 14-15 mengajarkan bahwa Kristus mati anak-anak itu (ayat 14a “karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, …”). Siapa yang dimaksud “anak-anak itu” di ayat 14-15? Dari analisa konteks terlihat jelas bahwa “anak-anak” di ayat 14-15 adalah mereka yang diberikan Bapa kepada Yesus di ayat 13. Dengan demikian, ayat 13-15 semakin meneguhkan konsep penebusan terbatas.

Keempat, Yohanes 1:29 (Yesus adalah anak domba Allah yang menghapus dosa seluruh dunia) dan 3:16 (Allah mengasihi dunia). Dua teks ini sengaja dibahas secara bersamaan karena terdapat dalam kitab yang sama dan memiliki solusi yang sama pula. Kita perlu memahami bahwa kata “dunia” (kosmos) dalam Injil Yohanes memiliki beragam arti, misalnya “planet bumi” (1:10; 21:24-25), “orang-orang yang memberontak terhadap Allah” (7:7), “prinsip/sistem yang menentang Allah” (8:23), dsb. Menurut D. A. Carson, penggunaan kata “dunia” di 1:29 menyiratkan bahwa tujuan dan efektivitas penebusan Kristus tidak dibatasi pada etnis Yahudi (PNTC: The Gospel According to John, 151). Arti seperti ini tampaknya didukung oleh perkataan orang-orang Samaria bahwa Yesus adalah Juruselamat dunia; dalam arti “tidak hanya bagi orang Yahudi, tapi bagi orang Samaria juga” (4:42). Sehubungan dengan Yohanes 3:16, kata “dunia” dalam ayat ini juga memiliki arti yang tidak berbeda dengan kata “dunia: di 1:29. Kasih Allah bukan hanya mencakup orang Yahudi saja, tetapi orang berdosa dari bangsa lain (Carson, The Gospel, 205).

Kelima, Yesaya 53:6. Ayat ini memang mengajarkan bahwa setiap kita telah menyimpang dan Kristus mati menggantikan kita sekalian. Bagaimanapun, seperti biasa, kita perlu memahami arti “kita sekalian” dalam bagian ini. Kata “kita” dalam konteks ini dipakai untuk membedakan antara Mesias yang menderita dengan orang berdosa yang hukumannya Dia gantikan (ayat 4-5, Scott Clark). Dengan memahami relasi antara dua kategori ini kita dapat melihat bahwa kata “kita sekalian” bukan merujuk pada setiap orang yang pernah hidup di dunia ini, tetapi semua orang yang hukumannya digantikan oleh Mesias yang menderita. Siapa saja yang hukumannya digantikan oleh Mesias? Kita memperoleh jawabannya dari ayat 11-12. Dua ayat ini menyatakan bahwa objek karya penebusan adalah banyak orang (bukan semua/setiap orang).

Sanggahan paling serius terhadap doktrin penebusan didasarkan pada 1 Timotius 4:10 dan 1 Yohanes 2:2. Dalam dua teks ini disebutkan dua kategori manusia: semua orang di dunia dan orang percaya. Kedua kategori ini sama-sama menjadi objek penebusan Kristus. Bagaimana kita mengharmonisasikan dua teks ini dengan ajaran Alkitab yang jelas tentang penebusan terbatas? Kuncinya – sekali lagi – terletak pada penyelidikan konteks.

Dalam kasus 1 Timotius 4:10 kita perlu memahami adanya perbedaan makna Juruselamat semua manusia dan Juruselamat orang percaya. Perbedaan ini terlihat dari kata “terutama” (malista) di ayat ini. Kata ini menyiratkan bahwa relasi Kristus sebagai Juruselamat semua manusia berbeda dengan relasi Kristus sebagai Juruselamat bagi orang-orang percaya. Seandainya “semua manusia” di sini berarti setiap individu yang pernah hidup di dunia, maka Paulus tidak perlu membedakan antara “semua manusia” dan “orang percaya”, apalagi memakai kata “terutama”. 

Bagaimana kita menjelaskan perbedaan relasi di atas? Ada beberapa cara untuk menjelaskan. Jika istilah juru selamat (swthr) di sini dalam arti rohani (penyelamat dari kematian rohani menuju pada kehidupan kekal), maka perbedaan relasi terletak antara orang-orang pilihan yang belum percaya (semua manusia) dengan orang-orang pilihan yang sudah percaya. Tafsiran ini didukung oleh fakta bahwa yang sedang dibandingkan dalam ayat ini bukanlah orang-orang non-pilihan dengan orang-orang pilihan. Paulus sedang membandingkan kelompok orang yang tidak tertentu (semua manusia) dengan yang sudah percaya. Kontras seperti ini menyiratkan bahwa “semua orang” dalam ayat ini adalah mereka yang belum percaya. Seandainya Paulus ingin menyatakan bahwa Kristus adalah juru selamat orang yang tidak percaya, maka ia akan memakai kata “apistwn” (“orang yang tidak percaya”, Luk 12:46; 1Kor 6:6; 7:12-13) dan bukan “pantwn anqrwpwn” (“semua manusia”).

Cara kedua adalah dengan memahami istilah juru selamat (swthr) bukan dalam arti rohani. Steve Baugh menjelaskan bahwa istilah swthr bisa berarti “benefactor” (dermawan/penanggung hidup) dan dapat dipakai untuk kaisar maupun dewa. Secara khusus di Efesus telah ditemukan sebuah patung yang didedikasikan untuk Julius Caesar dengan tulisan “the universal benefactor of human life”. Berdasarkan pencerahan dari sejarah ini kita mendapat dukungan yang cukup untuk menafsirkan bahwa ungkapan “juru selamat semua manusia” di ayat ini tidak harus berarti juru selamat secara rohani yang memberi kehidupan atau keselamatan kekal. Ungkapan ini harus dipahami dalam konteks anugerah umum. Dalam kaitan dengan orang percaya, swthr di sini jelas merujuk pada juru selamat secara rohani, apalagi ayat ini dikaitkan dengan pengharapan yang bersifat kekal (ayat 8, 10a).

Dua kemungkinan di atas sama-sama memiliki dukungan yang cukup kuat dan sama-sama menentang konsep penebusan universal. Bagaimanapun, solusi pertama tampaknya lebih bisa diterima. Solusi kedua memiliki beberapa kelemahan: (1) dalam PB kata “swthr” yang ditujukan untuk Kristus selalu berarti juru selamat secara rohani; (2) kaitan antara bukti arkeologis penemuan patung Julius Caesar dan ayat ini hanya merupakan dugaan yang belum terbukti atau mendapat dukungan dari konteks; (3) dari sisi hermeneutika sulit diterima mengapa dalam satu ayat suatu kata dapat memiliki dua arti yang berbeda.

Bagaimana dengan ungkapan “seluruh dunia” di 1 Yohanes 2:2? Pertama-tama kita harus memahami konteks ayat ini dengan baik. Di ayat 1 Yohanes menjelaskan bahwa kalau kita berdosa, kita memiliki pengantara kepada Bapa. Hal yang mirip dengan nasehat ini sudah dia sampaikan di pasal 1:9. Untuk meyakinkan adanya pengampunan yang selalu tersedia, Yohanes menyatakan bahwa pendamaian Kristus bukan hanya cukup bagi segala dosa kita, tetapi juga untuk seluruh dunia. Yohanes mengakui bahwa kuasa penebusan Kristus sedemikian besar sehingga cukup untuk seluruh dunia (jika Allah menghendaki untuk menyelamatkan semua orang). Kuasa yang besar ini seharusnya meyakinkan orang percaya bahwa ada anugerah pengampunan yang selalu cukup bagi segala dosa kita. Dari konteks ini terlihat bahwa yang menjadi isu di sini bukanlah jangkauan penebusan Kristus, tetapi kuasa penebusan itu. Dengan demikian ayat ini sama sekali tidak bertentangan dengan konsep penebusan terbatas.

Manfaat praktis dari doktrin penebusan terbatas

  • Seorang pekabar Injil tidak harus (tidak boleh) memberitakan bahwa Kristus mati bagi semua orang berdosa (Palmer, 75). Dia hanya perlu menegaskan bahwa Kristus mati bagi orang berdosa.
  • Seorang pekabar Injil tidak boleh mengeksploitasi penderitaan Kristus sambil “mengemis-ngemis” penerimaan dari para pendengarnya.
  • Seorang pekabar Injil mendapatkan dorongan dan kepastian bahwa kematian Kristus tidak akan pernah sia-sia. Jika di antara pendengarnya ada yang dipilih oleh Kristus, maka berita yang dia sampaikan pasti akan memberi dampak bagi orang tersebut, entah Tuhan memakai dia atau orang lain untuk mempertobatkan orang tersebut.
  • Kita semakin diyakinkan dengan kasih Allah yang begitu besar. Dia bukan hanya memilih kita karena kasih (Ef. 1:4), tetapi Dia juga membuktikan kasih itu dengan jalan memberikan Anak-Nya yang tunggal bagi kita (Yoh. 3:16; 1Yoh. 4:9-10).
  • Kita juga diyakinkan bahwa kalau Anak-Nya sendiri saja diberikan kepada kita, apalagi hal-hal lain yang kurang (tidak) penting dibandingkan dengan pengorbanan tersebut.
  • Kita semakin diyakinkan tentang efektivitas penebusan Kristus. Efektivitas tersebut tidak ditentukan oleh iman kita. Sebaliknya, penebusan itu yang justru menentukan eksistensi iman kita. Dengan demikian kita semakin menyadari nilai anugerah dalam hidup kita.
  • Kita semakin yakin dengan kelimpahan pengampunan di dalam Kristus. Penebusannya memang efektif untuk orang pilihan, namun kuasanya cukup bagi semua orang. Kuasa yang besar inilah yang menjadi penghiburan ketika kita merasa tidak layak lagi untuk dikasihi oleh Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun