Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemilihan Tanpa Syarat

16 Februari 2018   05:49 Diperbarui: 20 Agustus 2018   17:49 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah pandangan Armenian dapat memberikan solusi yang memuaskan?

Terlepas dari pandangan Armenian yang tidak Akitabiah, kita tetap perlu menanyakan pertanyaan di atas. Pertanyaan seperti ini perlu untuk dikemukakan, karena dalam diskusi tentang predestinasi seringkali Teologi Reformed menjadi objek serangan. Sebagian orang menganggap bahwa doktrin predestinasi Reformed tidak memuaskan dan sulit diterima, karena berkontradiksi degan natur Allah yang baik. Sebaliknya, mereka meyakini bahwa pandangan Armenian mampu memberi penjelasan yang memuaskan. Apakah benar demikian?

Kenyataannya, pandangan Armenian tetap tidak mampu memberi penjelasan yang tuntas. Sebenarnya kalangan Reformed dan Armenian menghadapi masalah yang sama yang berada di luar kapasitas otak manusia untuk memahaminya. Solusi yang ditawarkan pihak Armenian tetap menyisakan tanda tanya besar. Jika Allah hanya mengetahui sebelumnya bahwa sebagian orang akan percaya (selamat) dan menolak (binasa) Kristus, mengapa Dia masih mengizinkan orang itu untuk lahir ke dunia? Bukankah Allah yang menentukan keberadaan setiap orang? Sekalipun Dia tidak menetapkan sebagian orang untuk binasa (seperti yang diyakini kalangan Armenian), bukankah Dia tetap mampu mencegah hal itu untuk terjadi? Mengapa Dia tidak melakukannya? Bukankah membiarkan seseorang mati di depan kita padahal kita mampu menolong orang itu merupakan tindakan yang sulit diterima?

Kita lebih baik menerima ajaran Alkitab dengan penuh ketundukan, sekalipun hal itu secara psikologis sangat mengganggu kita. “Gangguan” ini terjadi bukan karena kesalahan dalam ajaran Alkitab, tetapi keterbatasan pikiran kita. Sama seperti seorang anak kecil yang sulit mempercayai kasih orang tuanya ketika dia dilarang bersenang-senang dengan pisau, dihajar karena suatu kesalahan atau merasa dikekang.

Sanggahan dan jawaban

Konsep pemilihan tanpa syarat memiliki argumen biblikal dan logis yang cukup kuat. Meskipun demikian, sebagian orang tetap mengajukan keberatan-keberatan tertentu menentang konsep ini. Pertama, mereka menganggap pemilihan tanpa syarat membuat Allah sebagai Pribadi yang tidak adil, karena Dia hanya memilih sebagian orang untuk diselamatkan. Di balik keberatan ini terdapat asumsi bahwa Allah seharusnya tidak usah memilih siapapun atau sebaliknya memilih semua orang.

Terhadap keberatan ini kita perlu menegaskan bahwa sekalipun Allah menghukum semua orang, maka tindakan itu tetaplah adil, karena semua orang telah berdosa. Mereka yang dipilih telah menerima anugerah (sesuatu yang mereka tidak layak terima), sedangkan yang tidak dipilih menerima keadilan Allah. Dalam hal ini tidak ada satu pihak pun yang menerima ketidakadilan Allah. Tidak menerima anugerah Allah bukanlah bukti ketidakadilan Allah, karena Dia tidak harus memberikan anugerah kepada siapapun (Rm. 9:15, 18). Jika anugerah adalah sebuah keharusan, maka hal itu tidak akan menjadi anugerah lagi, melainkan upah atau hak (Rm. 4:4-5).

Keberatan di atas juga didasarkan pada konsep tentang keadilan yang tidak tepat. Adil tidak selalu sama rata. Tidak ada keharusan dalam diri Allah untuk memberikan kebaikan kepada semua orang dengan cara dan kualitas yang sama (Rm. 9:20-21). Bahkan seandainya Allah memberikan kebaikan yang sama untuk semua orang, sebagian orang pasti tetap akan mempertanyakan keadilan-Nya (Mat. 20:13, 15).

Pemilihan tanpa syarat yang adalah murni inisiatif Allah tetap tidak melanggar nilai keadilan, karena tindakan ini tidak dilakukan secara sembarangan. Alkitab mencatat bahwa pemilihan ini dilakukan dalam hikmat dan pengertian (Ef. 1:8). Kita tidak tahu secara pasti mengapa Allah memilih sebagian orang. Yang kita tahu adalah bahwa pemilihan itu tidak didasarkan pada faktor kebaikan orang tersebut. Berangkat dari kebenaran ini, kita seharusnya mempercayai bahwa Allah tetap adil, sekalipun kita tidak mengetahui alasan di balik tindakan-Nya. Seandainya Allah tidak adil, bagaimana Dia dapat menjadi hakim atas seluruh bumi (Rm. 3:5-6)?

Keberatan kedua yang sering dikemukan adalah doktrin pemilihan tanpa syarat akan mematikan upaya penginjilan. Orang akan acuh tak acuh terhadap keselamatan orang lain, karena hal itu murni adalah perbuatan Allah. Kalaupun kita tidak memberitakan Injil, orang pilihan Allah pasti juga akan selamat. Beberapa contoh dalam sejarah gereja menunjukkan adanya kecenderungan seperti ini di kalangan gereja-gereja yang menerima predestinasi.

Keberatan di atas dapat dijawab melalui beberapa cara. Yang paling utama, kita harus sepakat bahwa Allah memang mampu mempertobatkan seseorang tanpa penginjilan dari orang lain, sama seperti yang Dia lakukan terhadap Paulus (Kis 9:1-19; 1Kor. 15:8-9). Kalau manusia diam, Allah bisa membuat batu-batu berteriak (Luk. 19:40). Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu (Mat. 3:9//Luk. 3:8).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun