Dalam bagian ini kita akan menyelidiki beberapa ayat penting seputar pilihan Allah. Walaupun tidak semua teks tersebut secara khusus dan eksplisit berbicara tentang pilihan keselamatan, namun semua itu tetap perlu untuk dikaji karena memberi pencerahan tentang pola pilihan Allah. Pertama, Allah memilih tidak berdasarkan kebaikan dalam diri orang yang Dia pilih. Pada waktu Abraham dipilih, ia sebenarnya adalah penyembah berhala (Yos. 24:2-3). Bangsa Israel dipilih bukan berdasarkan jumlah mereka yang banyak (Ul. 7:7-8) maupun kesalehan mereka (Ul. 9:4, 6). Tuhan berkenan untuk mengasihi nenek moyang bangsa Israel dan memilih keturunan mereka (Ul. 10:15; terjemahan LAI:TB dalam ayat ini tidak tepat dan dapat menimbulkan kesan yang salah; lit. “tetapi Tuhan memiliki perkenanan atas nenek moyangmu untuk mengasihi mereka”).
Kedua, Allah memilih berdasarkan kedaulatan-Nya, bukan pra-pengetahuan-Nya. Teks yang paling jelas mengajarkan hal ini adalah Roma 9. Dalam teks ini Paulus menjelaskan bahwa Allah tidak memilih Ismael sekalipun dia adalah anak sulung. Sebaliknya, Allah memilih Ishak, karena dia adalah anak perjanjian (Rm. 9:7-9; band. Kej. 18:10, 14; 21:12). Untuk memperjelas poin yang ingin dia sampaikan (Rm. 9:10a “bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi…”) Paulus selanjutnya membandingkan Esau dan Yakub. Tidak seperti relasi Ismael dan Ishak yang berawal dari ibu yang berbeda, Esau dan Yakub berasal dari ibu yang sama dan lahir dalam waktu yang bersamaan. Menurut budaya Yahudi, Esau berhak mendapatkan berkat kesulungan, tetapi Allah justru telah menetapkan Yakub sejak dalam kandungan untuk memeproleh hak itu. Pemilihan ini tidak didasarkan pada pra-pengetahuan Allah (Rm. 9:11), melainkan pilihan-Nya yang bebas untuk lebih mengasihi Yakub daripada Esau (Rm. 9:13). Untuk mengantisipasi mereka yang berpikir bahwa Allah telah bertindak tidak adil (Rm. 9:14), Paulus menjelaskan bahwa Allah berhak memberikan kemurahan kepada siapa saja yang Dia kehendaki (Rm. 9:15-16).
Data Alkitab tentang pemilihan tanpa syarat
Alkitab secara eksplisit mengajarkan pemilihan tanpa syarat. Pemilihan Allah sejak kekekalan didasarkan pada kasih dan kerelaan kehendak-Nya (Ef. 1:5, 9). Dalam segala sesuatu Allah bekerja menurut kerelaan kehendak-Nya (Ef. 1:11). Hal ini tidak berarti bahwa Allah memilih secara acak, melainkan berdasarkan hikmat dan pengertian-Nya yang tidak terselami (Ef. 1:8). Karena pilihan ini merupakan kehendak Allah yang bebas, maka pilihan seperti ini layak disebut sebagai kasih karunia (Ef. 1:6-7).
Yesus secara jelas menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa bukan mereka yang memilih Yesus, tetapi Yesuslah yang memilih mereka (Yoh. 15:16). Yohanes juga menegaskan bahwa Allah lebih dahulu mengasihi orang percaya (1Yoh. 4:10). Orang percaya memang dituntut untuk memilih dan mengasihi Allah, tetapi dua hal tersebut hanya akan terjadi kalau Allah lebih dahulu bekerja di dalam diri mereka (Flp. 2:13). Kisah Rasul 13:48 mencatat “semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya”. Iman, kasih dan pengharapan orang percaya merupakan hasil pilihan Allah (1Tes. 1:4). Di tempat lain Alkitab mengajarkan bahwa yang berhak mendekat kepada Allah adalah mereka yang telah dipilih-Nya (Mzm. 65:5).
Pilihan tanpa syarat juga dapat dilihat dari hubungan antara pilihan dan iman/kekudusan. Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa manusia dipilih supaya menjadi percaya/kudus. Iman dan kekudusan seseorang bukanlah alasan bagi pemilihan Allah, tetapi tujuan (2Tes. 2:13). Allah memilih kita supaya kita kudus dan tidak bercacat serta menjadi anak-anak-Nya (Ef. 1:4-5). Dengan demikian, Allah tidak mungkin memilih berdasarkan pra-pengetahuan-Nya terhadap iman/kebaikan seseorang, karena hal itu akan membuat iman/kebaikan tersebut sebagai dasar/alasan pemilih.
Konsekuensi logis dari kerusakan total
Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, semua poin dalam TULIP telah disusun berdasarkan sistem pemikiran yang logis, koheren, dan sistematis. Jika suatu poin diterima maka poin-poin lain secara logis juga akan diterima. Demikian pula dengan doktrin pemilihan tanpa syarat. Doktrin ini sangat berkaitan dan ddasarkan pada doktrin kerusakan total manusia akibat dosa asal.
Menurut doktrin kerusakan total, setiap manusia lahir dalam keadaan yang mengenaskan. Mereka mewarisi dosa asal dari Adam yang mengakibatkan mereka memiliki status berdosa, dikuasai oleh dosa dan naturnya rusak oleh dosa. Masalah ini masih diperparah dengan otoritas Iblis dan pengikutnya atas orang-orang yang di luar Kristus. Keadaan ini membuat manusia tidak mungkin memilih Allah. Tidak ada cara apapun juga yang dapat dilakukan dari pihak manusia.
Jika konsep di atas diterima, maka manusia membutuhkan inisiatif dan intervensi Allah dalam keselamatan mereka. Manusia membutuhkan anugerah Allah secara mutlak. Anugerah ini dinyatakan dan direalisasikan Allah dalam rangkaian proses keselamatan, termasuk di antaranya adalah pemilihan sejak kekekalan. Dalam kasih dan pegertian-Nya Allah memilih untuk menyelamatkan sebagian orang berdosa dan membiarkan yang lain dalam keadaan mereka yang tidak berdaya.
Pilihan yang dilakukan Allah tersebut tidak mungkin didasarkan pada faktor dalam diri orang berdosa. Jika doktrin kerusakan total diterima, maka dalam diri manusia tidak ada sesuatu pun yang baik yang dapat memuaskan hati Allah. Mereka semua bahkan layak untuk dibinasakan selama-lamanya.