Mohon tunggu...
Stephanie Maria Mantiri
Stephanie Maria Mantiri Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menuangkan imajinasi ke dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ruang Kosong

28 Juni 2022   00:58 Diperbarui: 28 Juni 2022   01:07 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tempat kau terakhir berada

Ternyata memang tak jauh berbeda

Karena jejak masih tertinggal jelas

Walau raga memang telah kandas

Air mataku sudah kering kerontang

Tetapi lukaku masih basah melintang

Rasa sakit kuat menerjang

Mencaciku kuat menghantamku berang

Ketika malaikat maut menangkup

Bolehkah aku menjadi penyusup?

Membunuh segala rantai takdir

Walau aku yang akan jadi akhir

Kau adalah bunga indah yang mekar

Pada awal bulan Desember

Namun tiba-tiba gugur

Tanpa adanya puji dan syukur

Aku memang sudah sedikit gila

Rasaku pahit tanpa gula

Aku tidak perlu dibela

Hanya butuh cinta yang menyala

Apabila aku berteriak membangkang pada semesta

Akankah aku jadi abu yang menyapa?

Bukti bahwa aku masih memperjuangkanmu

Dengan hasil yang akan jadi semu

Aku mencengkram tanah yang melahapmu

Kuat sekali sampai aku memutih

Sampai tubuhku menjadi ringkih

Sampai ragaku hilang menjadi buih

Sadarkah kau?

Sekarang aku kosong melompong

Menggertak gigi ku hingga ompong

Karena aku terbakar hingga menerjang

Aku sudah hilang dari radar

Karena sekarang aku sadar

Malaikat maut tak hanya mengambil nyawamu

Tetapi juga mencuri jantungku

Raunganku tidak meluluhkan siapapun

Roda berputar dan turut menghimpun

Segala sakit yang kurasa tanpa kenal ampun

Aku terjerembab dan tersungkur pelan

Sekarang siapa yang harus bertanggung jawab?

Semesta atau kah kamu?

Aku meminta pertanggung jawaban

Atas pencurian jantungku

Bersama tangis yang akhirnya menjadi perlu

Ruang jantungku telah menjadi kosong

Siapakah yang bisa mengisi?

Karena sekarang aku membuat puisi

Pertanda aku dihujam frustasi

Tolong aku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun