Mohon tunggu...
Stephanie Maria Mantiri
Stephanie Maria Mantiri Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menuangkan imajinasi ke dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Angin Rindu

6 Juni 2022   23:50 Diperbarui: 9 Juni 2022   20:47 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi angin. (Sumber: mexperience.com)

Pada hari itu aku bercakap dengan angin. Ia menghampiriku dengan rupa yang sulit kujelaskan. Saat itu pikiranku sedang berkelana tanpa tujuan. Hanya bising ombak yang menemani diriku. Angin tersenyum sebelum aku sempat berbicara dengannya

"Aku dapat mendeteksi jiwa-jiwa yang penuh harapan dan kerinduan" Ujarnya

"Apa maksudmu?." Aku mengernyit keheranan sembari mencerna kata-katanya

"Apa kau baru kehilangan orang yang kau sayangi?"

Aku terdiam sejenak. Ia tidak salah dalam menduga. Aku baru kehilangan Nenek sekitar 3 bulan lalu. Nenek merupakan orang yang sangat berjasa dalam hidupku. Ia tak pernah mau melihat cucunya hidup susah dan selalu memberikanku kasih sayang berlimpah. 

Dari kecil hingga usiaku yang ke-20, Nenek adalah salah satu tempat berpulangku. Walau ia selalu berkata padaku bahwa sulit rasanya mengerti perbedaan antar generasi, ia selalu ada untukku bercerita. 

Tidak lupa saat ia geleng-geleng kepala melihat tingkahku yang masih seperti anak kecil.

Angin menatapku yang tiba-tiba teringat kenangan akan Nenek dan mencari pembenaran melalui sorot mataku

"Sudah kuduga. Lantas, apa kau mau mendeskripsikan sedikit sosoknya?" Angin melanjutkan kata-katanya

"Aku sudah bercerita dalam kepalaku. Aku tidak tahu kau menangkapnya atau tidak. Tapi, silahkan lihat saja isi pikiranku. Ia tetap hidup di sana"

Aku membuang mukaku ke arah lain. Takut jika tiba-tiba air mataku tumpah ruah di sini

"Baiklah. Sedari tadi aku belum menjelaskan maksud dan tujuanku di sini. Tugasku adalah menyampaikan doa dan harapan bagi orang-orang yang telah berpulang dari mereka yang merindu di bumi. Kira-kira apa yang ingin kau sampaikan?"

"Aku tidak ingin bilang secara langsung, kau dengar saja lewat suara pikiranku"

Kupejamkan mata ini sebentar sembari menyampaikan doa dan permohonanku pada Nenek. Aku tak ingin membiarkan orang lain tahu karena ini hanyalah antara aku dan Nenek saja. 

Aku suka menyelipkan rahasia pada Nenek semasa hidupnya dan biarlah kali ini tetap berlaku hal yang sama. Kubuka mataku perlahan

"Baiklah Angin.. Rindu. Kuberi kau nama itu, tolong sampaikan pada Nenek ya"

"Nama yang bagus" Ia terkekeh sedikit "Baiklah, nama itu indah. Sudah tidak ada lagi?."

"Tidak ada"

Aku tersenyum simpul sebelum akhirnya ia beranjak dan berhembus melewati lautan ke tempat yang mungkin tak seorangpun tahu. Jika memang Angin tidak menjelaskan hal itu tadi, maka benar aku tidak perlu tahu. 

Sejatinya hubungan raga memang telah terputus saat bumi ini ditinggalkan. Semoga doa dan harapan yang kusampaikan dapat menjadi penghubung antara aku dan Nenek.

Wahai Angin Rindu, sampailah dengan selamat. Bawalah pesan kami yang merindu pada jiwa-jiwa di keabadian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun