Angin tersenyum sebelum aku sempat berbicara dengannya
Pada hari itu aku bercakap dengan angin. Ia menghampiriku dengan rupa yang sulit kujelaskan. Saat itu pikiranku sedang berkelana tanpa tujuan. Hanya bising ombak yang menemani diriku."Aku dapat mendeteksi jiwa-jiwa yang penuh harapan dan kerinduan" Ujarnya
"Apa maksudmu?." Aku mengernyit keheranan sembari mencerna kata-katanya
"Apa kau baru kehilangan orang yang kau sayangi?"
Aku terdiam sejenak. Ia tidak salah dalam menduga. Aku baru kehilangan Nenek sekitar 3 bulan lalu. Nenek merupakan orang yang sangat berjasa dalam hidupku. Ia tak pernah mau melihat cucunya hidup susah dan selalu memberikanku kasih sayang berlimpah.Â
Dari kecil hingga usiaku yang ke-20, Nenek adalah salah satu tempat berpulangku. Walau ia selalu berkata padaku bahwa sulit rasanya mengerti perbedaan antar generasi, ia selalu ada untukku bercerita.Â
Tidak lupa saat ia geleng-geleng kepala melihat tingkahku yang masih seperti anak kecil.
Angin menatapku yang tiba-tiba teringat kenangan akan Nenek dan mencari pembenaran melalui sorot mataku
"Sudah kuduga. Lantas, apa kau mau mendeskripsikan sedikit sosoknya?" Angin melanjutkan kata-katanya
"Aku sudah bercerita dalam kepalaku. Aku tidak tahu kau menangkapnya atau tidak. Tapi, silahkan lihat saja isi pikiranku. Ia tetap hidup di sana"
Aku membuang mukaku ke arah lain. Takut jika tiba-tiba air mataku tumpah ruah di sini