Mohon tunggu...
STENY MUNTIR
STENY MUNTIR Mohon Tunggu... Guru - Mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di salah satu SMA Katolik

GURU

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat Sipil dan Ruang Publik Politis dalam Perspektif Jurgen Habermas

2 Maret 2018   12:57 Diperbarui: 2 Maret 2018   13:07 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melalui ruang publik kaum borjuis dengan mengandalkan pengetahuan yang dimiliki mendiskusikan dan menantang praktek kekuasaan feodal pada masa itu. Dengan demikian ruang publik pada abad XVIII adalah jembatan yang menyuarakan kepentingan kaum borjuis berhadapan dengan negara. Jadi kaum borjuislah yang disebut 'publik' pada masa itu. 

Seiring dengan perkembangan kapitalisme muncullah dua dampak. Pertama, elemen-elemen publik yang semula menyuarakan opini publik dan menjadi tempat diskusi publik yang kritis dan bebas terdistorsi oleh kekuatan-kekuatan pasar atau ekonomi. Negara sebagai salah satu dari komponen masyarakat pun mulai mencampuri urusan-urusan dan mempengaruhi keputusan di ruang publik. Ruang publik yang semula menajadi tempat berlangsungnya diskusi rasional dan debat untuk membentuk sebuah konsensus atau opini publik berubah menjadi ruang konsumsi massa dan dimonopoli oleh elit-elit media dan ekonomi. 

Elemen-elemen ruang publik seperti pers, jurnal, dan LSM-LSM tidak lagi menyuarakan kepentingan publik melalui diskursus publik, tetapi lebih menyuarakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Karena itu, opini publik atau konsensus terbentuk bukan berdasarkan diskursus rasional publik, tetapi dibentuk oleh elit media, politik, dan ekonomi. Kedua, adanya pergeseran pengertian 'publik'. Kalau pada abad XVIII publik hanya menyangkut kaum borjuis, yakni pengusaha dan pedagang. Pada abad XX/XXI cakupan publik sangat luas dan kompleks. Artinya, publik itu mencakup masyarakat yang majemuk, baik majemuk dalam hal budaya, gaya hidup, orientasi nilai maupun religius, bukan dari kelas sosial tertentu.

Berhadapan dengan gejalah-gejalah itu, Habermas mengajukan pemikiran baru, yakni komunikasi publik yang kritis dan bebas melalui elemen-elemen komunikasi dalam ruang publik, seperti pers, surat kabar, jurnal, LSM, parlemen dan partai politik. Melalui komunikasi yang kritis dan bebas dari tekanan, individu-individu dapat berdiskursus untuk mencapai konsensus yang dapat mempengaruhi tindakan politis. Agar terjadinya diskursus yang bebas dan kritis maka perlu ada syarat-syarat komunikasi. Pertama, benar artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan. Kedua, Jelas artinya mengungkapkan dengan tepat apa yang dinaksud. Ketiga, jujur artinya tidak bohong. Keempat, betul artinya sesuai dengan norma yang disepakati bersama. Inilah penyaring segalah bentuk argumentasi dan opini dalam ruang publik.

Menurut Habermas tindakan komunikatif serta syarat-syaratnya itu mampu mengatasi dua dampak itu, yakni gejalah bahwa komponen-komponen publik yang kritis dan bebas terdistorsi oleh kekuatan-kekuatan pasar atau ekonomi dan pergeseran pengertian 'publik'. Diskurus dalam ruang publik dengan menggunakan syarat-syarat komunikasi di atas dapat semakin kritis. Karena syarat-syarat itu akan menjadi penyaring setiap opini, sehingga konsensus yang dihasilkan  benar-benar bersih dari intervensi pasar dan negara. 

Kemajemukan masyarakat modern yang dapat mempersulit penentuan konsensus bersama dapat diatasi dengan komunikasi yang jujur, benar, jelas dan betul di antara individu-individu. 

Dalam diskursus individu-individu mengatasi ruang lingkup privatnya dan berkumpul dalam raung publik sebagai suatu suara untuk membentuk opini publik. Biar pun memiliki latarbelakang yang berbeda dan kepentingan yang berbeda dengan tindakan komunikatif individu-individu di ruang publik akan 'dipaksa' untuk sampai pada pemahaman yang sama satu sama lain.

Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil yang dimaksudkan adalah elemem-elemen komunikasi dalam ruang publik, seperti pers, surat kabar, oraganisasi mahasiswa, LSM, partai politik dan parlemen. Itulah yang disebut masyarakat sipil. Elemen-elemen ini menjadi ajang diskursus publik yang bebas dan kritis untuk membentuk opini publik atau konsensus yang dapat mempengaruhi tindakan politis. Karena itu, elemen-elemen itu mempunyai peran mediatif yang ideal, yakni sebagai penghubung antara kepentingan individu-individu dalam raung privat dengan negara melalui diskursus yang kritis dan bebas tanpa paksaan dari pihak manapun. Diskursus yang bebas dan kritis terjadi jika elemen-elemen ini terbuka terhadap aspirasi dari ruang privat. Selain itu, elemen-elemen ini dalam bertindak harus memperhatikan syarat-syarat komuikasi, yakni benar, jujur, jelas dan betul, serta tidak terintervensi kekuatan-keuatan dari luar, seperti  kekuatan ekonomi atau negara.

Bagaimana dapat dijamin diskursus dalam ruang publik berlangsung dengan adil, bebas, dan kritis?

Di sinilah hukum mempunyai peran yang sangat vital. Hukum memberi acuan kepada mayarakat untuk terus berdiskursus tentang apa yang harus dilakukan. Hukum pula yang menjadi perekat integrasi sosial. Selain itu hukum juga menjadi semacam penghubung antara otonomi privat dengan otonomi publik. Agar tidak terjadi penyelewengan terhadap hukum maka hukum itu harus dibentuk berdasarkan diskurusus publik untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun