Indonesia adalah salah satu produsen sampah plastik terbesar di dunia dan menghadapi tantangan besar dalam mengatasi dampak lingkungan dari budaya konsumen ini.
Mengatasi kebutuhan palsuÂ
Herbert Marcuse menekankan pentingnya kesadaran kritis sebagai sarana melawan dominasi kebutuhan palsu. Dalam kasus Indonesia, langkah ini dapat dimulai melalui pendidikan yang mengajarkan masyarakat untuk membedakan antara kebutuhan nyata dan keinginan pasar.Â
Pendidikan ini dapat dimulai sejak dini melalui kurikulum  yang menanamkan kesadaran akan konsumsi berkelanjutan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.Â
Selain itu, kampanye publik yang menekankan pentingnya hidup sederhana dan menggunakan sumber daya secara bijak dapat membantu membentuk pola pikir masyarakat.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam membentuk perilaku konsumsi masyarakat. Misalnya, pengaturan iklan yang menyesatkan dapat  mencegah masyarakat terseret ke dalam kebutuhan yang tidak benar.Â
Pemerintah juga dapat mendorong konsumsi berkelanjutan melalui insentif untuk produk-produk ramah lingkungan. Kampanye publik untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai juga merupakan langkah nyata yang perlu diperkuat.
Media sebagai salah satu aktor utama yang membentuk persepsi masyarakat harus bertanggung jawab dalam menyajikan konten pendidikan.Â
Selain sekadar mewakili gaya hidup konsumen, media juga dapat mempromosikan nilai-nilai tak berwujud seperti kebahagiaan, komunitas, dan kesederhanaan. Influencer dan selebriti juga dapat berperan penting dalam kampanye ini dengan mengedepankan gaya hidup sederhana.
Dari sudut pandang masyarakat, kegiatan seperti pertukaran komoditas dan pasar lokal dapat mengurangi ketergantungan pada produk baru.Â