"Ealaaahh Kang.. masih juga tidur, sudah jam delapan iki lho" pekik Marfuah mendapati suaminya masih berpelukan dengan guling berbalut selimut. Marfuah terus saja membangunkan suaminya. "Dek..aku masih ngantuk, semalam kan abis ronda, kamu lupa ya?" jawab Suro dengan suara parau.
Marfuah tersentak, rupanya benar apa yang dikatakan suaminya. Malam Kamis memang jadwal Suro ronda di kampung. "Owh ya aku lupa Kang, nanti jam sepuluh saja bangunnya. Aku mau kepasar dulu, aku masakin pecel kesukaan mas yoo.." jawab Marfuah lalu merias diri, tak lupa memakai kalung emas pemberian Suro minggu lalu.
Marfuah memang bertubuh langsing dan berparas cantik. Hanya nasibnya tak secantik wajahnya. Enam tahun sudah pernikahannya dengan Suro, tapi belum juga dikaruniai momongan. Itulah alasannya penampilan Marfuah sangat aduhai, karena tak ingin suaminya berpaling pada wanita lain.
Sementara itu dipasar, para pedagang sedang ramai memperbincangkan Ningsih, janda kembang yang baru sebulan pindah dikampung itu. Gosipnya, selain cantik, Ningsih juga kaya raya berkat harta peninggalan mediang suaminya.
"Aku yo gelem  nek karo Ningsih, uayu tenan duite yo akeh" Ucap Paijo sambil menimbang lombok ijo. "Welah nek kowe gelem, konone sing ora gelem Jo" sahut Minah tak kalah sengit. Para istri jadi khawatir, karena kehadiran Ningsih. Jelas, takut suami-suami mereka jadi tergila-gila pada Ningsih.
"Opo tho? Kok isuk-isuk wes rame tenan?" ucap Marfuah sambil memilih kacang tanah dilapak Mbah Tarjo. "Lho kamu belum tau, semua orang ramai bahas Ningsih, janda kembang yang kaya raya itu" jawab Mbah Tarjo.
"Wah, ketinggalan berita iki. Kayak opo tho si Ningsih itu?" Marfuah terlibat pembicaraan serius tentang gossip yang tengah beredar. Jadilah mereka saling bertukar informasi mengenai Ningsih yang tinggal di ujung kampung. Ada kabar bahwa Ningsih sudah menikah dengan laki-laki yang tinggal diluar kota, karena sang suami hanya datang di malam Kamis. Banyak orang menerka, siapa gerangan laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan Ningsih janda kembang yang cantik plus kaya raya itu. Begitulah, hari berganti dan tak satupun warga yang tau seperti apa wajah suami Ningsih.
"Kang, kok rapi banget mau kemana tho?" tanya Marfuah karena heran melihat suaminya sudah rapi dan wangi. Suro tak menjawab, hanya merapikan rambutnya dan tersenyum pada Marfuah. "Ada bisnis, doakan Kang Suro yoo..supaya bisnisnya lancar" ucap Suro sambil berlalu dari hadapan Marfuah.
Penuh tanda tanya, dan heran Marfuah tak mengira, sekarang suaminya mulai belajar bisnis. Dibenaknya, kalau suaminya berhasil pasti ia juga akan dibelikan perhiasan seperti yang sudah-sudah. "Ahk.. sopo ngerti nek Kang Suro berhasil, aku ditukoke gelang emas model anyar" ucapnya sambil tersenyum membayangkan gelang yang sudah diidamkan.
Sore harinya, Suro kembali dengan wajah cerah ceria, Marfuah yang sedang menonton drama korea melonjak kegirangan. "Kang sudah pulang, piye Kang, bisnis lancar tho?" Suro memeluk erat istrinya, dan berbisik "Kamu mau hadiah apa Dek? Kang Suro belikan.." Marfuah langsung menciumi pipi dan kening Suro. Doanya terkabul, gelang emas model terbaru bakal jadi miliknya.
"Aku mau dibelikan gelang emas model terbaru Kang" ucap Marfuah sambil tersenyum manja. "Yo, pasti ta belikan, sekarang Kang Suro mau mandi dulu. Ojo lali kopi item plus gorengan buat suamimu ini yo Dek?" ucap Suro sebelum masuk ke kamar mandi, sambil membawa HP. Marfuah mengangguk pasti, sambil melangkah ke dapur.
Sementara itu dikamar mandi....
== CINTAKU ==
Mas, aku sudah siapkan uang untuk gelang istrimu.Â
Aku tunggu dirumah jam sepuluh malam.Â
Ini Malam Kamis, jangan lupa ya mas?
Aku kangen banget sama mas...
Setelah membaca pesan itu, lalu cepat cepat dihapus, takut kalau Marfuah tahu, Â bisa gawat. Senyum Suro mengembang, membayangkan....
"Kang.. mandi kok lama banget tho? Selak dingin kopinya" teriakan Marfuah membuyarkan lamunannya, buru-buru Suro beranjak keluar, dan bergegas ke ruang tengah, dimana secangkir kopi hitam dan gorengan sudah menunggunya. "Kang, sekarang bisnis apa tho? Kok sepertinya rejeki mengalir deras, jadi penasaran aku" ucap Marfuah sambil mengambil sepotong ubi goreng.
Suro terkejut dengan pertanyaan istrinya, hampir  tersedak saat menyruput kopi. Tapi Suro berusaha menata sikap dan tutur katanya. "Gini dek, beberapa bulan sebelumnya, Kang Suro ketemu teman SMA dulu, dia kebetulan mau mengembangkan bisnisnya dan Kang Suro ditawarin untuk membantu. Karena bisnisnya menjanjikan, jadi yo ta terima dek." Ucap Suro sangat hati-hati.
"Lha iyo, tapi bisnis opo? Sing jelas biar aku ndak bingung" Â Suro memutar otak,tak menyangka, Marfuah mulai menyelidik. "Anu.. itu dek, konsultan jadi teman Kang Suro itu konsultan, kan tau sendiri, sekarang mulai banyak pembangunan dimana-mana dek, jadi menurutku, itu bagus untuk kedepannya" Marfuah yang mendengar penjelasan suaminya hanya manggut-manggut, seolah mengerti.
***
Kini tiba waktunya Suro pergi ronda, Marfuah sudah ngantuk mengantarkan suaminya kedepan pintu. "Jangan lupa dikunci pintunya dek, Kang Suro ronda dulu yaa?" Langkah kaki Suro terasa amat ringan, rasanya cepat-cepat ingin sampai tujuan. Matanya berbinar-binar. Dan senyum mengembang dibibirnya.
Marfuah menutup pintu, mematikan lampu dan kembali ke kamarnya, rasa kantuk sudah tak tertahankan lagi. Dan malam semakin larut.
Gedubrakkkk... Praaaaannngggg....
Suara keras diruang tengah membuat Marfuah melompat terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul satu pagi lewat lima belas menit. Jantung Marfuah berdegub kencang, teringat suaminya sedang ronda. Lalu suara apa itu tadi? Perlahan, berjalan keluar kamar, dilihatnya seorang pria berkerudung sarung menutupi wajah dan kepalanya. Dan benda berkilauan ada ditangan pria itu.
"Maaaaallliiiiiiiiiinnngggg....Maaaliiiiiiiinnngggg....Maalliinnnggg..." spontan Marfuah teriak sekeras-kerasnya, si maling kaget bukan kepalang berlari keluar, dan membawa kalung emas milik Marfuah.
Beberapa saat warga yang ronda datang menghampiri rumah Marfuah, sebagian lagi berusaha mengejar si maling. Wajah Marfuah pucat pasi, tak menyangka rumahnya disantroni maling. Padahal suaminya juga sedang ronda, hatinya bertanya-tanya dalam hati.
"Kang..Kang Suro mana? Kang Suro mana? Mosok Kang Suro ronda tapi rumah kita kemasukan maling..." ucap Marfuah dalam isak tangisnya, masih ketakutan karena melihat maling tadi. Tapi warga hanya saling pandang. Paijo mendekati Marfuah,  dan berbisik "Tapi..Kang  Suro ndak pernah ikut ronda lho, memang tadi pamitnya ronda yoo??" Mata Marfuah terbelalak kaget, hatinya remuk redam, lalu selama ini setiap malam Kamis kemana Kang Suro ronda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H