Mohon tunggu...
Iskan
Iskan Mohon Tunggu... Insinyur - SUKA KONSTRUKSI DAN KERETA API

SUKA KONSTRUKSI DAN KERETA API

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Literasi Menjadikan Hoaks Mogok

4 Agustus 2018   21:46 Diperbarui: 4 Agustus 2018   21:51 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kabar hoaks sudah ada semenjak masa lampau bahkan di dunia ini hoaks panjang ceritanya, hoaks tidak hanya bersumber dari rakyat tetapi juga pemerintah seperti yang kita ketahui Amerika selalu menyebut keberadaan alien adalah hoaks tetapi sekarang amerika sendiri yang mendirikan badan untuk meneliti kebaradaan mahluk tersebut, kemudian bertahun-tahun sebelumnya Amerika menyatakan menang perang melawan Vietnam padahal amerika kalah, dan pada tahun 2003 Amerika menyerang irak dengan mengeluarkan hoaks terlebih dahulu, Amerika mengatakan Irak memiliki senjata nuklir dan kimia, itupun ternyata hoaks, selanjutnya ketika Galileo mengatakan bahwa bumi itu bulat dan dikira hoaks pernyataan tersebut dibantah oleh semua orang bahkan oleh keluarganya, tetapi sekarang terbukti bahwa bumi itu bulat.

Persoalan hoaks ini memang rumit untuk menggolongkan mana yang hoaks dan mana yang tidak, karena seperti Galileo tadi ternyata dia benar bahwa bumi itu bulat, tetapi jika hoaks sudah membahayakan dan memecah belah NKRI terutama yang menyinggung suku, agama, ras, dan golongan tertentu yang mudah berkembang bagaimana cara menyikapinya? 

Apalagi akhir-akhir ini banyak sekali informasi yang mengadu domba, ujaran kebencian, pernyatan kasar, fitnah, provokatif yang dapat memecah belah kesatuan republik Indonesia, beberapa kejadian terakhir membuktikan hal itu, seperti kericuhan di tanjung balai, sampai pembakaran 120 rumah di jawa barat.

Era media sosial merupakan era dimana suara publik keluar, dan dengan adanya media sosial membuka ruang kesempatan bagi siapa saja untuk mencari informasi, membuat, sekaligus melempar informasi, tetapi bagaimana jika informasi tersebut merupakan hoaks yang belakangan memang mengkhawatirkan.

alam hal ini kejengkelan menag Lukman Hakim Saifuddin bukan tanpa dasar, sebab informasi hoaks yang isinya berupa hasutan, fitnah, kebohongan, hingga ujaran kebencian dalam media sosial telah berulang kali mengancam persatuan bangsa dan negara Indonesia, sampai-sampai mentri agama menggaungkan kampanye bijak bermedia sosial dan mengajak masyarakat untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian.

Jika aku jadi menag di era teknologi yang berkembang begitu cepat dan hampir setiap orang mempunyai media sendiri, tindakan utama yang dilakukan untuk menyikapi ujaran kebencian dan berita hoaks adalah harus ada semacam terobosan pemerintah untuk meningkatkan daya analisis masyarakat dalam membaca berita atau meneruskan berita, terutama mencari tahu kebenaran cerita atau berita tersebut dan tidak mudah terprovokasi sebelum meneruskan berita tersebut hingga menyulut ketegangan antarumat di Indonesia.

Untuk menjalankan langkah tersebut jika aku jadi menag akan memberikan literasi yang baik kepada masyarakat supaya bisa membedakan mana yang hoaks dan mana yang tidak, dengan adanyan kemampuan literasi yang baik maka akan membantu meningkatkan kemampuan daya analisis publik terutama pengguna media sosial dalam menyikapi informasi.

Tetapi jika semua elemen tidak bisa berpikir secara kritis dan tidak mempunyai kemampuan literasi yang baik maka perpecahan antar umat beragama sulit untuk dihindari, karena saya sebagai menag mengetahui betul bahwa hoaks dapat berhenti apabila setiap masyarakat bisa berpikir secara jernih dan kritis, dengan begitu siapapun tidak akan mudah terprovokasi atau mencerna begitu saja informasi di media sosial yang belum tentu benar.

Literasi merupakan kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media, dengan tujuan siapapun sebagai konsumen media menjadi sadar, melek tentang cara media dikonstruksi, dibuat dan diakses. 

Untuk meningkatkat kemampuan literasi salah satunya dapat dilakukan dan dimulai dari rapat partai politik, jika aku jadi menag akan terus mendorong dan bekerja sama agar setiap partai politik mempunyai kurikulum di dalam partai tentang literasi perihal teknologi, budaya, sejarah dunia, sejarah intelektual, tokoh sejarah, gaya hidup ataupun lainya, yang ditujukan untuk setiap kader partai pusat maupun daerah agar mampu menumbuhkan kecerdasan sebagai wakil rakyat, sehingga mempunyai pengetahuan yang lengkap dalam menghadapi sebuah fenomena hoaks terutama di media sosial.

Sebagai menag dalam menghadapi hoaks terutama ujaran kebencian dalam bermedia sosial selain mengajak dan kerjasama dengan wakil rakyat tetapi juga dengan kominfo dan BIN, langkah yang dilakukan seperti ikut berdiskusi dalam komentar atau bincang-bincang terutama dalam topik populer yang rentan terjadi konflik seperti agama, ras dan suku yang isinya menimbulkan kejijian terhadap perbedaan, dalam hal ini peran kemenag bersama kominfo dan instasi lainya untuk menggiring dan membuat pengguna media sosial bersikap secara santun, bernalar dengan jernih dan menghormati perbedaan.

Disamping itu pula andai saya menag akan terus menyerukan melawan hoaks dan mendorong masyarakat untuk berperilaku yang baik, benar, santun, bertanggung jawab dalam bermedia sosial karena jika tidak dilakukan penerapan yang serius dapat menciderai kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

Selain hal yang diutarakan diatas jika aku jadi menag untuk menyikapi persoalan hoaks dan ujaran kebencian maka dibutuhkan mental dan kesiapan pemerintah seperti DPR, presiden, partai politik, kominfo, kepolisan dan instasi lainya yang mempunyai otoritas, untuk terus menyerukan dan mendorong berbagai upaya yang bisa dilakukan seperti membuat gagasan politik hukum negara yaitu keseriusan untuk menentukan suatu pilihan mengenai tujuan dan cara yang hendak dipakai untuk bagaimana menyikapi hoaks dalam penindakan hukumnya.

Menjadi mentri agama harus mempunyai komitmen yang kuat dalam rangka menjaga keutuhan NKRI dari informasi hoaks yang rentan menimbulkan perpecahan, tetapi yang terpenting saya sebagai menag menghimbau semua instasi yang mempunyai otoritas jangan sampai keliru dalam menyikapi hoaks, jangan sampai kalangan agresif pemerintah terhadap media sosial mengancam kebebasan berpendapat, intinya pemerintah harus bisa membedakan mana yang hoaks dan mana yang tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun