Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yesuit Pertama Berdarah Minahasa (?) Siapakah Leluhur Minahasa?

5 Agustus 2024   16:57 Diperbarui: 5 Agustus 2024   22:11 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pastor Tiro diarak oleh umat dengan naik roda sapi dari pertigaan jalan utama menuju gereja Paroki Tataaran (dok. Komsos paroki)

Menarik menganalisa nama Pastor Tio Angelo Supit Daenuwy SJ dalam perkenalan saat kotbah dalam misa perdana di paroki St. Antonius Padua Tataaran pada Sabtu, 2 Agustus 2024. "Daenuwy dari nama fam ayah, mantan mama saya... Sang opa berdarah China bermarga Hui dan mendapat nama Daeng karena pedagang di Makasar. Perpaduan bunyi dua kata ini lalu menjadi Daenuwy. 

Opa sendiri punya darah Jerman dan Minahasa dari sisi ibunya, yang berayah bermarga Quinsius dan ibu bermarga Mandagi."Nah Supit itu dari marga ibu asal Tondano (ibukota Minahasa), yang kemudian menikah untuk kedua kalinya dengan seorang Borgo Minahasa bermarga George. "Ibu asal Tondano, anak ketiga dari keluarga Theodorus Supit. Ibu lahir di Bengkulu karena di zaman perang opa bertugas di Sumatra dan dapat kembang desa di sana. Pada waktu ibu berumur 5 tahun, opa memboyong isteri dan anak-anaknya kembali ke Tondano."

Kita bisa bertanya lanjut, siapakah leluhur dari Pastor Tiro? Jelas dari sisi ayah berdarah campuran China, Jerman, dan Minahasa. Dan dari sisi ibu berdarah Minahasa dan Bengkulu. Dia tentu berhak menyebut semua garis darah tersebut sebagai leluhurnya.

Saya mengangkat ini dan coba menghubungkan dengan buku yang pernah diterbitkan tahun 2018 yang mengangkat telaah tentang siapakah leluhur Minahasa itu? Buku lanjutan segera akan terbit minggu ini Agustus 2024, berjudul Pahlawan-Pahlawan Dinasti Han Leluhur Minahasa.

Sedikit tentang buku itu sendiri, yang telah menggemparkan dunia akademis dan intelektual di Minahasa bahkan sampai luar negeri tentang sejarah dan mitologi manusia pertama Minahasa, yang bahkan oleh para sejarawan peneliti dan penulis Minahasa dan Barat dengan kualifikasi serius, selalu "keukeh" ditarik atau dirujuk pada tiga nama dalam cerita mitologis rakyat, yakni Lumimuut-Toar dan Karema. (Lih. Benni E. Matindas, dalam pengantar buku PDHLM, 2024)

Apakah tou atau manusia Minahasa itu merujuk pada orang-orang di Tiongkok yang menghindar atau dilarikan karena perang Tiga Negara pada abad ke-3 masehi, dari wilayah pusat peperangan lalu masuk dalam pengungsian arah ke timur, lalu ke selatan dan tiba di TU UXIN DAO NA (Han= 'wilayah tiba dengan tidak sengaja') atau TUUR IN TANA (pusat bumi) di Minahasa? Ada penjelasan yang sangat kuat bahwa kalau benar orang-orang keturunan Dinasti Han itu datang ke Minahasa, maka mereka adalah pendatang yang kemudian diterima masuk oleh mereka yang sudah ada lebih dulu ada dan sudah berperadaban maju. (Ibid...)

Prof. Perry Rumengan yang juga memberi pengantar pada buku kedua bahkan buku pertama karya Weliam H. Boseke tersebut bersetuju dengan penggunaan istilah 'leluhur' dalam judul. Kendati buku tersebut berbicara tentang manusia pertama (tou ketare) Minahasa, khususnya berdasarkan analisis tekstual pada syair nyanyian Karema, dengan memakai pendekatan monolisilabel Han Zhu. Namun, Perry menegaskan bahwa berbicara tentang hal ihwal manusia pertama tidaklah dengan sendirinya sama dengan berbicara tentang leluhur. Pasalnya, leluhur Minahasa bisa merujuk pada semua darah yang pernah mengalir dalam diri orang Minahasa, sejak awal sampai sekarang. Pernyataan ini benar dan valid, misalnya merujuk pada darah yang mengalir dalam diri seseorang Minahasa, ternyata ada yang sudah bercampur dengan pelbagai suku bangsa lainnya.

Ya, memang pada akhirnya, bila ditarik sampai jauh ke belakang, dalam perspektif sejarah agama moderen (abrahamik), hal ihwal manusia berawal dari taman firdaus Adam Hawa dan bahtera Nuh, seperti dikisahkan dalam kitab Genesis. Lalu dalam perspektif sejarah besar yang berbasis teori evolusi, asal usul manusia berbeda lagi cara penjelasannya, tentu tidak harus dimaknai sekedar menandingi bahkan meniadakan paham kaum beragama tersebut, termasuk pelbagai keyakinan beragama alam yang mempunyai kisah penciptaan tersendiri. Tapi dua atau tiga lebih perspektif penjelasan tentang manusia pertama, mestinya tidak perlu dipertentangkan, malah bisa saling melengkapi sebagai dua cara pencarian dan penjelasan yang sah tentang sebuah realitas, katakan saja dari sisi iman dan rasio. (Bdk. John Paul II)

Dalam perspektif waktu terbatas, -- katakan saja sampai pada masa penamaan dan ketegorisasi kelompok manusia dalam pelbagai seperti diketahui dan diyakini masing-masing bangsa, etnis atau suku, dengan garis vertikal dan horisontalnya -- sekarang kita menerima dan memahami diri dengan identitas tertentu.

Pemahaman dan kesadaran diri sebagai orang Minahasa, apapun darah leluhur yang mengalir dalam tubuhnya, tentu saja sesuatu yang normal dan penting sebagai seorang manusia budaya sosial tertentu. Misalnya Pastor Tiro dalam sharing pada acara ramah tamah di aula paroki sesudah misa di gereja St. Petrus Langowan, Minahasa (induk), di hadapan umat dan undangan menegaskan dirinya sebagai orang Minahasa, Minggu 4 Agustus 2024.

Bersama pastor paroki dan tiga rekan tahbisan disambut umat di halaman gereja (dok Komsos Tataran) 
Bersama pastor paroki dan tiga rekan tahbisan disambut umat di halaman gereja (dok Komsos Tataran) 
"Dalam Serikat Yesus ini, saya semakin menemukan identitas saya sebagai orang Minahasa." Dia berkisah bahwa pembentukan identitas diri sebagai orang Minahasa makin bertumbuh justru di tengah mayoritas sesama anggota komunitas yang mayoritas orang Jawa dan tentu saja dalam lingkungan tempat pembinaan yang berbeda kebiasaan dengan apa yang dialami dalam sebuah keluarga Minahasa.


Iya, hal ini tentu tidak semata karena dalam dirinya lebih banyak darah Minahasa (dari jalur ibu dan nenek buyut), tapi terutama pengalaman dan kesadaran interior di tengah lingkungan eksternal dirinya bersama teman-teman setarekat yang mayoritasnya adalah orang Jawa itu. Singkatnya selama waktu tertentu, identitas Minahasa mulai disadari dan dibentuk.

Ini menarik karena pastor Tiro lahir dan besar di luar tanah budaya Minahasa. Dia lahir di Jakarta, bersekolah di sana, lalu lanjut di Kanada saat SMA, kemudian kuliah di Amerika Serikat dalam ilmu antropologi, akhirnya kemudian setelah bekerja dan memiliki uang dan kemapanan hidup lalu memutuskan masuk ke dalam keheningan dan batas tembok kebiaraan bahkan sebagai calon imam Yesuit, dan pada tanggal 31 Juli 2024 ditahbiskan bersama 3 yesuit temannya oleh Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubyatmoko.

Serikat Yesuit sendiri adalah tarekat dunia yang besar dan mempunyai sejarah panjang dalam katolisisme yang turut membaharui dan memurnikan gereja dari dalam, ia menjadi salah satu pilar yang mempersiapkan calon-calon misionaris yang lebih terdidik secara militan, dan termasuk yang dikenal paling terkemuka dalam hal pendirian lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang berpengaruh bagi masyarakat umum. Nampaknya Tarekat SJ inilah yang terutama meletakkan fondasi bagi pribumi Katolik di beberapa daerah pelayanan di Nusantara. Lalu fokus mereka pada dunia pelayanan kategorial selain pastoral parokial di tanah Jawa, kiranya yang menjadi salah satu alasan strategis untuk menyerahkan pelayanan teritorial pastoral kepada tarekat MSC pada tahun 1920 untuk wilayah Sulawesi misalnya, dan kepada tarekat lainnya di pelbagai pelosok nusantara pada tahun-tahun lainnya.

Ungkapan kesadaran diri seorang Yesuit ini sebagai tou atau manusia Minahasa tentu punya banyak dimensinya, dan bisa dalam tafsir atau analisis tertentu dalam kadar emosi dan kognisinya. 

Apakah benar pastor Tiro sebagai Yesuit pertama asal Minahasa, seperti disinyalir dengan nada tanya oleh pater rektor seminarinya dalam sambutan singkatnya. Terjawab sudah, karena ternyata ada pastor Yesuit lebih senior, yakni Pater Tandean SJ, yang ditahbiskan tahun 1967 dan meninggal tahun 2019 sebelum pandemi Covid. (https://manado.tribunnews.com/2019/09/21/in-memoriam-pater-fransiskus-xaverius-tandean-sj-jesuit-kelahiran-manado) Pastor yesuit kedua adalah Pater Nico Dumais SJ yang ditahbiskan tahun 1969 dan meninggal tahun 2019 juga sebelum pandemi covid melanda dunia.

Bahkan menjadi Minahasa tidak cukup hanya berdasar darah keturunan, bisa juga hanya karena lahir dan besar di tanah Minahasa, ada anak asuh keluarga Minahasa, bahkan hanya karena bersekolah dan berkuliah di lingkungan yang dipengaruhi kebiasaan dan budaya Minahasa, misalnya ada cukup banyak calon imam asal Kei dan Tanimbar menyebut Minahasa sebagai "tanah leluhur kedua", sebagai kampung halaman yang penuh kenangan karena menjadi tempat mengalami kelahiran secara mental fisik intelektual spritual selama paling kurang sekitar ca. 7 tahun di tempat pembinaan Seminari Pineleng.

Bagaimanapun juga pernyataan Pastor Tiro di atas makin menarik karena sebagai seorang sarjana Antropologi sebelum dia masuk seminari sebagai calon imam, tentu ungkapan identitas tersebut punya makna dan bobot tertentu, setidaknya secara psiko-antropologis.


Dua hal saya angkat di sini. Pertama, pengakuan itu diungkapkannya terkait fakta bahwa dialah sebagai Pastor Yesuit berdarah Minahasa di tengah mayoritas orang Jawa yang menjadi anggotanya, dan karena terhubung dengan tarekat Yesuit (Belanda) yang pertama kembali datang menghidupkan kembali iman Katolik di tanah Minahasa, setelah lama hilang sejak jejak akhir imam-imam Spanyol dan Portugis sebelum VOC.

Kedua, bisa juga terkait dengan kisah-kisah romantik ibunya sendiri yang nampak sangat punya kesan mendalam tentang sosial budaya Minahasa khususnya selama masa kecil yang indah penuh kenangan, termasuk pengalaman masa kecil sang ibu saat berjumpa dengan umat paroki di gereja Tataaran yang menjadi pusat paroki sampai Tondano dan sekitar. Dikisahkan bahwa setelah misa umat keluar gereja dengan wajah yang penuh ketenangan saleh sedemikian, yang bahkan ternyata menjadi dasar yang kuat sang ibu untuk menjadi warga Katolik semasa bersekolah di Jakarta, tentu dengan ijin dari orangtua sendiri. Sementara kakak-kakak tetap sebagai beragama seperti orangtua, sebagai orang Protestan yang setia dan saleh, bahkan dari keluarganya ada yang menjadi Muslim yang taat. Kekerabatan dan persahabatan keluarga mereka nampak rukun damai saja, antara lain dibuktikan dengan sokongan dan hormat satu sama lain, bahkan sampai banyak yang hadir dalam acara-acara misa perdana dan ramah tama di Tataaran dan Langowan.

Demikian, sedikit uraian siapakah leluhur Minahasa secara khusus terkait ungkapan Pastor Yesuit berdarah Minahasa dan dalam rangka menyambut buku kedua Weliam H. Boseke tentang asal usul leluhur Minahasa dengan dua tanggapan dari dua akademisi dan intelektual yang terkemuka sesuai bidangnya yang kebetulan juga berdarah Minahasa.

Apa artinya nasab atau silsilah darah keturunan dan atau asal usul tempat kelahiran, kalau tidak mencerminkan nilai-nilai dari sebuah idealitas dan tujuan etik spiritual perkauman tersebut. Bagaimanapun juga, lepas dari penilaian etis moral spiritual dan eksistensialnya, genealogi seorang manusia itu netral dan terberi secara alamiah, apapun agama dan keyakinannya, profesi dan pekerjaan, dan status sosial lainnya yang bisa dipilih dan diciptakan sendiri. Dan selanjutnya, apapun kekurangan moral dan keterbatasan eksistensialnya, namun secara kodrati manusia adalah makhkuk ciptaan yang mulia dan fitriah bahkan secitra dengan sang Pencipta sendiri. (Lih. Paus Fransiskus, Dignitas Infinita)

Taintu teintu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun