Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Relasi Less Contact, Non Contact, Full Contact di Masa Transisi Menuju Normal Beneran

19 Juni 2020   22:22 Diperbarui: 19 Juni 2020   23:35 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misa Perdana di Masa New Normal Paroki St Antonius Padua Mbeling Ruteng NTT

Dalam dunia Karate aliran "Kyokushin" (kebenaran atau melampaui batas tertinggi) yang saya ikuti 5 tahun terakhir ini cukup jelas dibedakan latihan atau ritual fisik sebagai bagian dari ungkapan dan pembentukan nilai terdalam dari fisik Karate itu. Inti terdalam dari Karate terletak pada semangat Budo yakni mental Karate itu sendiri. Fisik dan mental Karate ini baru mulai (awal) terbentuk setelah seorang anggota berlatih 1.000 kali yang setara dengan 3 tahun latihan terus menerus disertai dengan pembacaan dan pemahaman ajaran teknik dan filosofi serta kisah sang Pendiri dengan meditasi dalam kesepian dan ketenangan, yang ditandai dengan ujian dan penganugerahan sabuk hitam strep satu, dan seterusnya makin tinggi tingkat makin lama dan tinggi tuntutannya, walau fisik mulai menurun tapi justru Budo Karate yang makin mantap itulah harapan ideal seorang Karate penganut aliran Kyokushin sejati.

Tentu ada banyak unsur dan aspek yg mesti diurai supaya jelas urat kecil dan urat besarnya yang semuanya dalam satu kesatuan organik tak terpisahkan untuk sehat segar kuatnya, baik benar dan berfungsinya sebuah ritual bahkan tubuh keagamaan atau praktik aliran karate dalam kehidupan individu dan komunitas masyarakat itu sendiri.

Dalam dunia ideologi dan filsafat dengan mashab tertentu apakah ada yang mesti berubah? Misalnya dalam dunia ekonomi dunia dengan proses ketersediaan dan permintaan barang jasa yang sedang terganggu bahkan tak kurang yang sakit dan keok mendadak karena less contact bahkan non contact, apakah pasar bebas sebagai kunci emas ajaib memasuki kebebasan dan kemakmuran ala mashab Kapitalisme mesti ditempa ulang lebih murni supaya lebih berkilau mulia atau mesti dicampur supaya lebih kuat sekaligus masih ada unsur kemuliaannya? Apakah sosialisme kesejahteraan umum yang digerakkan oleh negara dan masyarakat akan menciptakan solidaritas sosial ekonomi yang berbasis pada prinsip keadilan akan makin menguat atau sekedar kedaruratan sementara saja yang nanti akan diambilalih segera sesudah normal ala normal baru dan normal sejati.

Ada banyak perspektif dan peristiwa dalam bingkai pribadi, mezzo, dan publik yang bisa direfleksikan sebagai bagian dari cara manusia hidup waras dan bermartabat yang ditandai dengan kesediaan untuk mengambil tanggungjawab terhadap apa yang sedang terjadi yg menuntut partisipasi sesuai kapasitas dan sikon manusia itu sendiri.

Kata kunci akhirnya adalah bukan semata ada pada si manusia sebagai pusat segala sesuatu karena dia hanyalah penghuni, tetapi si bumi alam semesta itu sendiri punya kuasa tersendiri atas penghuninya termasuk dan terutama si manusia. Rumah besar bumi ini sedang mengalami demam karena terluka dan meradang. Dia sedang mengalami apa yang dinamakan "pemanasan global" sebagai efek dari terganggunya keseimbangan dan kemampuan alam disebabkan oleh intervensi berlebihan sebagai konsekuensi dari perkembangan ilmu teknologi demi menuruti tuntutan kebutuhan dan keinginan tak terbatas manusia yang sesungguhnya (bila disederhanakan) sekarang  digerakkan oleh sebuah mashab yang bernama ekonomi kapitalistik itu, walau mashab lain sama saja dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk memuaskan massa yang tak puas dan serakah. Ada cukup banyak gugatan dari para pemikir penggerak zaman tentang penyimpangan dan efek tak tak terkontrol sistem tersebut. Dalam sejarah filsafat kuno sampai pencerahan dan modern/postmodern, seolah semua yang terjadi di dunia bisa dijelaskan secara rasional maupun rasional baru untuk melengkapi cara berpikir rasional yg teknis instrumentalis atau anti kemanusiaan dan ketuhanan, walaupun dengan segala kerumitannya.

Tentang perubahan iklim dan ancaman pemanasan global dan hancurnya planet bumi ini, apapun ideologi dan mashab berpikir yang dianut, apakah sungguh itu akan terus terjadi dalam arti akan tiba saatnya alam menyerah kalah dari intervensi kegilaan dan kerakusan masyarakat penghuninya sendiri? Atau sebaliknya, alam itu punya daya tahan sekaligus cara sendiri untuk memulihkan dirinya, misalnya dengan cara memusnahkan penghuni yang dianggap tidak cocok lagi tinggal di rumahnya, dengan bencana alam? Atau dengan bencana non alam seperti bakteri dan virus patologis, dan covid-19 ini adalah suatu langkah cerdas alam untuk mensiasati dan menghentikan pergerakan dan invasi manusia selama ini?

Dosen matakuliah Logika kami di tingkat Propadeuse dan Sejarah Gereja di tingkat Minor, Piet Tinangon, pernah mengangkat masalah pemanasan global, apakah tanda bumi sedang menuju kehancuran? Dia sendiri tidak percaya dan tak setuju dengan pendapat bahwa bumi bisa kolaps karena manusia atau penghuninya sendiri. Dia yakin bumi punya cara tersendiri untuk memulihkan dirinya.

Mungkin saja Ibu bumi dalam peristiwa pandemi ini dimaknai sebagai yang melahirkan trilyunan pasukan tak kelihatan untuk memaksa manusia berdamai dengan dirinya sendiri, untuk diam di rumah saja, untuk mengambil waktu bermenung secara berjamaah dan massal dari kelompok dan tempatnya masing-masing, untuk membuat janji dan sumpah suci dalam kontrak dan kontak relasional yang wajar dan proporsional demi harmoni manusia antar sesamanya dan masyarakat manusia dengan alam semesta.

Kesucian dan kemuliaan sang Pencipta bumi dan manusia serta segala isinya, dalam perspektif religius, memang terjamin bila orang mampu mengontrol jarak dan relasi antara yang suci dan sekuler, ada tramendum et fascinosum, rasa gentar dan takjub sekaligus yang membuat orang lebih patuh dan disiplin menghindari larangan untuk berbuat buruk dan menjalankan perintah bertindak baik, benar dan berguna dalam arti yang hakiki dan selaras dalam keutuhan yang paripurna.

/stefir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun