Mohon tunggu...
Stefiani
Stefiani Mohon Tunggu... Apoteker - A mindful writer, traveler, long life learner

Writer • Traveler • Mindfulness •

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Petualangan ke Ujung Tertimur Pulau Jawa

27 Oktober 2022   12:17 Diperbarui: 27 Oktober 2022   13:19 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terumbu Karang. Sumber: Banyuwangibagus

                       "Bepergian sendirian berarti mengenal dirimu yang sebenarnya." (Anonim)

Sejak dari dulu, aku selalu suka jalan-jalan. Pergi ke suatu kota dan menjelajah isinya, lalu menginap di salah satu sudutnya, mencicipi makanan khas, dan sebagainya. Jalan-jalan membuatku fresh dan menghilangkan jenuh. Memberiku suasana dan pengalaman baru dalam hidup.

Selama ini, aku selalu traveling bersama dengan teman atau keluarga. Asyik sebetulnya berpegian bersama-sama. Ada teman akrab untuk berbagi cerita sepanjang perjalanan, partner ngemil bersama, atau juga teman tersesat bersama saat jalan-jalan ke kota lain. Namun 2022 ini, kisah traveling-ku berbeda.

Karena aku memutuskan, bahwa untuk pertama kalinya dalam hidup, aku akan traveling sendirian.

Pergi ke sebuah kota yang sama sekali belum pernah kukunjungi. Ke kota yang akupun juga tidak punya saudara atau kenalan di sana.

Sesungguhnya, ini adalah kota impianku sejak lama. Ibaratnya seperti sebuah destinasi impian, yang selalu menjadi penyemangatmu tiap waktu karena ingin pergi ke sana. Tempat di mana pikiranmu tertuju, setiap kali orang bertanya, "kalau ada kesempatan, kamu pengen liburan ke mana?" Ya, kurang lebih seperti itu. Aku selalu memimpikan pergi traveling ke sana. 

Saking kepengennya, foto tempat itu kujadikan sebagai lockscreen wallpaper HP. Sebuah motivasi untuk rajin menabung cuan supaya bisa segera traveling kesana.

Dan akhirnya pada pertengahan 2022 ini, terkabul keinginanku itu. Berkelana ke ujung tertimur Pulau Jawa. 

Apakah kamu sudah bisa menebak? Ya, Banyuwangi.

Kenapa begitu ingin ke sana?

Sebenarnya, awal mula ketertarikan mengunjungi Banyuwangi adalah Kawah Ijen. Berawal dari postingan di Instagram terkait destinasi cantik di Indonesia, yang kala itu menampilkan pesona indah pemandangan Kawah Ijen, aku langsung jatuh hati. 

Selain itu, Kawah Ijen merupakan satu-satunya tempat di dunia selain Islandia, yang memiliki fenomena alam blue fire (api biru). Tentu kemudian menjadi sebuah cita-cita untuk bisa pergi ke sana dan melihat langsung. 

Mulailah saat itu mencari open trip ke Banyuwangi. Open trip selalu menjadi opsi yang tepat setiap kali ingin liburan dengan praktis dan biaya yang lebih murah dibandingkan private trip.  Plus tentunya mendapat tour guide yang dengan ceritanya bisa menambah wawasanmu tentang tempat yang dikunjungi. Hingga akhirnya, aku menemukan open trip 3D2N (3 hari 2 malam) untuk explore Banyuwangi. 

Lalu aku mengambil sebuah keputusan yang belum pernah kuambil sebelumnya. Yaitu join open trip ini sendirian. Berangkat dari Yogyakarta, menempuh jarak 562 km dengan kereta api selama 13 jam menuju Banyuwangi.

Dan pas di kereta, aku tersadar.

Nekat betul ya, aku ini. Pergi sendirian ke kota orang. Padahal selama ini kalo pergi ke sebuah kota yang baru dikunjungi, pasti ada temannya. 

Namun aku mengingat kembali alasan aku memutuskan traveling sendirian. Traveling ini akan menjadi ajang untuk mengenal diri sendiri, sekaligus self reward setelah sekian lama berkutat dengan kerjaan kantor. 

Perjalanan ini akan menjadi perjalanan refleksiku. Seperti kata quotes di atas. Bepergian akan membantumu mengenal dirimu sendiri sebenarnya.

Juga kesempatan untuk mendapat teman baru.

 Hari pertama trip di Banyuwangi diawali dengan sarapan nasi rawon hangat di sebuah rumah makan yang sudah berdiri lama di Banyuwangi, sambil berkenalan dengan peserta open trip yang lain. Peserta yang join trip waktu itu hanya sedikit, tidak kurang dari 5 orang termasuk aku. Jadilah kala itu open trip rasa private trip, karena peserta yang ikut ternyata hanya sedikit.

Desinasi pertama yang dikunjungi adalah hutan Djawatan. Hutan yang dikelola oleh Perhutani, dengan banyaknya pohon Trembesi di dalamnya. Ketika masuk ke sana, rasanya seperti Alice in The Wonderland. 

Suasananya hangat dan menenangkan. Bisa kamu bayangkan? Berjalan di tengah rimbunnya pohon Trembesi yang dahannya teduh menjulang tinggi, yang hampir menutupi langit di atasmu namun di sela-selanya kamu tetap bisa melihat birunya langit yang cerah, dan irama burung berkicauan. Sejuk dan damai. Sebuah pemandangan yang sulit ditemukan di kota. Rasanya damai dan kembali menyatu dengan alam. Healing.

Destinasi berikutnya adalah Teluk Ijo. Pantai ini sebetulnya bisa diakses dengan menyeberang dari desa Rajegwesi. Sayangnya, ombak terlalu tinggi sehingga berbahaya untuk menyeberang kala itu. 

Namun tempat ini masih bisa diakses melalui jalur darat, dengan trekking sejauh kurang lebih 1 km memasuki hutan. Plus melalui pantai batu, sebuah pantai yang betul-betul isinya bebatuan semua. Kamu harus melalui pantai batu ini untuk bisa mencapai Teluk Ijo.

Teluk Ijo merupakan kombinasi pasir putih yang bersih, air laut yang hijau kebiruan dan bening yang sungguh, cantik sekali. Karena pergi ke sana sewaktu weekday, jadilah tempat itu sepi dan tidak ada pengunjung lainnya selain kami para peserta trip. 

Teluk Ijo. Sumber: dokumentasi pribadi.
Teluk Ijo. Sumber: dokumentasi pribadi.

Kata tour guide-ku, ada kepercayaan di Jawa bahwa laut itu adalah tempat yang suci. Maka apapun yang jatuh ke laut, akan selalu "diantarkan" kembali ke tepi. Misalnya seperti sampah plastik yang dibuang ke laut. Pada akhirnya, akan sampai ke pinggir laut.

Akhir dari kunjungan hari pertama adalah Pantai Pulau Merah. Di sini, tempatnya berburu sunset. Kamu bisa mendapat pemandangan sunset dengan latar belakang Pulau Merah (pulau dengan tanah berwarna merah, yang bisa diakses ketika air laut surut). Pasir pantainya juga putih bersih. Kemudian malamnya mendapat kesempatan mencicipi sego tempong khas Banyuwangi.

Pantai Pulau Merah. Sumber: Hamparan Rakyat.
Pantai Pulau Merah. Sumber: Hamparan Rakyat.

Bangun hari kedua tentu tidak kalah excited dibanding hari pertama. Karena untuk pertama kalinya dalam hidup, selain nekat traveling sendirian, aku juga memutuskan untuk snorkeling perdana. Ya, selama ini aku belum pernah snorkeling sama sekali.

Berangkat dari Pantai Grand Watudodol, menyeberang dengan boat menuju Pulau Menjangan, Bali Barat. Rasanya unik dan asyik, menyeberangi Selat Bali dengan boat. Ini juga pengalaman pertama menyeberangi Selat Bali dengan boat, karena biasanya menggunakan kapal angkutan yang besar. 

Menerjang ombak, melihat biru dan beningnya air laut, melihat kapal tanker di kejauhan, sungguh pengalaman yang langka. Kemudian sampailah di Pulau Menjangan, dengan pasirnya yang putih bersih dan kawanan Menjangan yang ada di pulau itu.

Pulau Menjangan. Sumber: travelingyuk.
Pulau Menjangan. Sumber: travelingyuk.

Berbekal snorkeling set, life jacket (ini peralatan wajib yang harus dipakai), akhirnya aku merasakan snorkeling di atas Selat Bali. Selama ini, pemandangan terumbu karang beserta gerombolan ikan laut berwarna-warni hanya bisa disaksikan melalui layar kaca. 

Sekarang, semua pemadangan itu bisa aku saksikan langsung dengan mataku sendiri. Epic sekali. Betul-betul bersih, asri, dan indah sekali.

Terumbu Karang. Sumber: Banyuwangibagus
Terumbu Karang. Sumber: Banyuwangibagus

Selesai snorkeling, destinasi berikutnya adalah Baluran yang ada di Situbondo. Afrika-nya Indonesia, orang bilang. Dan memang seperti itu, dengan savananya yang luas dan tanpa intervensi manusia, serasa pergi mengunjungi savana di Afrika. 

Di sini, kita bisa berjumpa gerombolan rusa, kerbau, merak, dan bila beruntung banteng Jawa, melintasi savana. Semarak matahari sore menambah keindahan pemandangan yang ada.

Taman Nasional Baluran. Sumber: NativeIndonesia.com
Taman Nasional Baluran. Sumber: NativeIndonesia.com

Taman Nasional Baluran. Sumber: Travel Kompas
Taman Nasional Baluran. Sumber: Travel Kompas

Sepulang dari Baluran, para peserta diminta beristirahat lebih cepat karena malam itu juga akan berangkat ke destinasi terakhir, yaitu Kawah Ijen. Jam 12 malam berangkat dari penginapan menuju Pos Pendakian Paltuding. 

Sesampainya di sana, sembari menunggu jalur pendakian dibuka jam 02.00 dini hari, aku mengisi tenaga dengan pop mie hangat. Kombinasi yang pas, bukan? Makan pop mie hangat di hawa dingin Paltuding, yang konon bisa mencapai 10 ℃.

Pendakian ke Kawah Ijen dimulai pada jam 02.00 dini hari. Pendakian meliputi 6 pos. Pos 6 berada di puncak Gunung Ijen. Sambil mendaki, kamu bisa melihat hamparan bintang berada di langit malam yang bersih. 

Lagi-lagi, pemandangan yang jarang bisa ditemukan di kota. Sebenarnya jauh perjalanan hanya 3,5 km. Namun karena jalannya mendaki, tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Setelah menempuh perjalanan hampir 3 jam, akhirnya sampailah di puncak Gunung Ijen: Kawah Ijen. Sebuah cita-cita dari dulu, akhirnya terlaksana di 2022. Mempesona sekali, persis seperti postingan orang di Instagram. 

Namun, karena sampai puncak jam 5 lebih dan langit sudah mulai memunculkan semburat terangnya, aku belum bisa melihat langsung fenomena blue fire. Karena untuk bisa melihat blue fire, kondisi sekitar harus betul-betul gelap agar bisa terlihat. Maksimal jam setengah 5 pagi, kata tour guide.

Namun tidak mengapa. Bisa sampai ke puncak dengan selamat, memandang pesona kawah dengan mata sendiri, tentu suatu reward yang berharga. Perjuangan capek dan pegal mendaki terbayar lunas sudah. Karena, aku berada di negeri atas awan. Lautan awan putih berada di bawah tempat aku berdiri. Dengan pemandangan sunrise di ujung sana.

Kawah Ijen. Sumber: dokumentasi pribadi.
Kawah Ijen. Sumber: dokumentasi pribadi.

Sepulang pendakian dari Kawah Ijen menandakan serangkaian kegiatan open trip telah berakhir. Kembali menyiapkan diri untuk duduk manis di kereta selama kurang lebih 13 jam untuk kembali menuju Yogyakarta. Namun, rasanya sudah berbeda. Sewaktu berangkat rasanya deg-deg an, ada rasa cemas namun excited. Pulang dari trip rasanya puas.

Puas dan bangga, karena ternyata aku lebih berani daripada yang kupikir. Bahwa aku bisa bertualang sendirian jauh ke kota orang. Dan, nyaman rasanya berkelana bersama dengan diri sendiri. 

Menikmati waktu perjalanan dengan diri sendiri. Hadir, mengenal pikiran dan perasaan diri yang selama ini tanpa sadar sering terabaikan karena kesibukan. Nyaman menjadi diri sendiri seapa adanya, itulah traveling kali ini.

Kalau boleh menyarankan, cobalah paling tidak sekali pergi atau traveling sendiri. Atau, sesederhana makan sendirian di resto. Karena itu adalah kesempatan yang baik untuk mengenal dan menjumpai dirimu sendiri. Juga kesempatan untuk merawat dirimu sesuai dengan kebutuhannya.

Karena, hanya dirimu sendiri yang akan terus membersamaimu hingga ajal menjemput. Kamu tentu ingin bersahabat dengan nyaman kan, dengan pribadi yang terus ada di sampingmu?

Dan cara memulainya, salah satunya bisa dengan traveling sendirian.

Terimakasih Banyuwangi, telah menjadi destinasi impianku. Yang menjadi spirit dan penghiburanku dalam hidup. Terimakasih sudah memberi kenangan manis.  Kapan-kapan, aku ke sana lagi, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun