Awal pandemi Corona, tahun 2020. Saat itu, pemerintah mengadakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) untuk membatasi mobilitas masyarakat demi mencegah penularan virus Corona. Kantor-kantor mulai menerapkan WFH (Work From Home) untuk karyawannya.
Masyarakat yang saat itu khawatir dengan adanya virus ini pun juga mulai mengurangi aktivitas keluar rumah. Aktivitas keluar rumah kala itu disarankan hanya untuk yang benar-benar urgent saja. Beberapa tempat memulai lockdown internal. Termasuk kota tempatku bekerja saat itu.
Awal-awal WFH, rasanya happy. Ya, lebih fleksibel kerja aja rasanya. Bisa bangun tidur lebih siang dibanding jam bangun kalau harus masuk kantor, bisa lebih nyaman mengatur posisi duduk sewaktu kerja, termasuk juga bisa lebih fleksibel mengatur jam selesai kerja. Namun setelah beberapa waktu berlalu, aku yang ekstrovert ini mulai merasa bosen WFH.
Mulai merindukan giliran jadwal WFO (Work From Office) kantorku yang tiap seminggu dua kali, karena saat itulah kesempatanku bisa "melihat dunia luar”. Alias berjumpa dengan temen-temen kantor, bisa melihat tembok gedung selain tembok kamarku, maupun ganti suasana. Gak sepaneng hanya di dalam kamar aja. Aku pun juga rindu dine in di luar kos-an, rindu makanan di luar kos.
Namun, aku paham betul risikonya. Bila dine in di restoran, lebih rawan terpapar virus Corona dibandingkan bila makan di kos-an aja. Tapi, rasanya suntuk karena makanan di kos ya itu-itu aja. Jenuh karena menu makanannya tidak sevariatif kalau makan di luar. Akhirnya, untuk menjembatani keinginan dan kerinduan makan di luar, Gojek menjadi jalan ninjaku.
Pesan makanan online via Gojek alias Gofood, sangat menjadi solusiku kala itu. Aku bisa menikmati makanan restoran favoritku, tapi di lokasi yang aman (alias kamar kos), yang minim penularan virus. Gojek juga banyak ngasih promo diskon Gofood, jadi ibarat paket komplit banget untukku yang rindu jajan ini.
Banyak berita soal dampak wabah ini. Salah satunya adalah berkurangnya pendapatan orang yang menggantungkan penghasilannya dari jalanan, misal tukang ojek. Karena jumlah orang yang berpergian menjadi sedikit selama pandemi, otomatis pemasukan mereka menjadi turun drastis. Hal ini sempat menjadi salah satu keprihatinanku. Karenanya, sewaktu aku Gofood, sebisa mungkin pesen makanan dobel untukku dan sekaligus juga untuk driver Gojek yang nganter. Dari hal-hal yang kecil seperti ini, aku juga ingin ikut meringankan beban orang lain.
“Pak, yang ini buat bapak aja, ya.”
“Wah, beneran ini neng? Syukurlah, makasih atuh neng. Saya belum makan dari tadi.”, ucap seorang driver waktu itu sambil menerima bungkusan makanan yang kusodorkan.
Sungguh, hatiku rasanya menjadi hangat mendengar ucapan bapak ini. Senang ya, bisa berbagi rejeki pada orang lain. Hal sederhana yang bisa membuatku tersenyum dalam menghadapi hari-hari di tengah pandemi.
Kini, waktu sudah berjalan 2 tahun sejak virus Corona masuk ke Indonesia. Saat ini, keadaan sudah mulai terlihat normal. Orang-orang sudah mulai bepergian lagi, dengan tetap menerapkan prokes (protokol kesehatan). Termasuk aku, yang dasarnya memang hobi jalan-jalan dan bepergian, mulai kangen “keluyuran” lagi.
Pagi itu aku mau berangkat ke stasiun untuk pergi traveling keluar kota. Biar lebih praktis, aku memutuskan pesan ojek online. Naik ojek online pun tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Setelah memilih fitur Goride di aplikasi Gojekku, aku dapat driver Gojek yang siap mengantarku ke stasiun.
Seperti biasa saat naik motor, aku sering ngobrol dengan driver. Biar ga bosen-bosen amat di jalan. Topik yang sering diobrolin kadang-kadang seperti cuaca (asli, sering ngobrolin ini sama bapak driver Gojek. Contohnya, “panas banget ya pak siang gini, tapi seringnya sore tiba-tiba hujan deres”); atau ditanya sama abang driver, “mau pergi kemana mbak naik kereta?”.
Atau se-random sebuah tips berkendara di jalanan kayak gini: “mbak, hati-hati ya kalo udah sampe lampu merah pertigaan sini, sama yang terusan sebelah sana. Kalo udah lampu kuning, jangan diterabas. Mending pelan-pelan aja sampe nunggu merah, terus berhenti. Soalnya polisinya sini galak, mbak. Pasti dikejar buat ditilang kalo nerabas.” Aku yang waktu itu mendengar menjawab iya-iya aja, sambil mengingat-ingat cerita temenku yang juga pernah dikejar polisi gara-gara menerobos traffic light.
Eh, jadi inget pengalaman yang lain. Bahkan aku pun pernah mendapat pertanyaan random juga dari seorang abang driver.
“Mbak, jarang naik ojek online ya?”
“Eh? Enggak juga mas, sering kok.”
“Oooh.”
Terus aku yang jadi kepo. “Emang kenapa, mas?”
“Mbak nya duduk kayak kurang enak gitu posisinya. Hehe”.
Memang waktu itu posisi dudukku sedikit kurang nyaman di atas motor. “Hehe iya sih mas. Kok tau?”
“Saya bisa ngerasain mbak kalau penumpang duduknya kurang nyaman sewaktu saya boncengin. Kerasa aja. Biasanya yang kayak gitu jarang naik ojek online.”
Ajaib betul driver ini. Bisa sepeka itu ya, sama penumpangnya.
“Oh iya, mas. Wah sepeka itu ya mas, sama penumpangnya.”
“Hehe iya mbak. Sudah bertahun-tahun juga jadi driver.”
Mantap. Pengalaman bertahun-tahun seorang driver ojek online ternyata mengasah tingkat kepekaan driver terhadap penumpangnya.
Senang rasanya melihat kondisi saat ini sudah mulai pulih. Tempat wisata, restoran, pusat perbelanjaan, sudah mulai buka lagi. Sekarang pun sudah semakin sering melihat driver ojek online wira-wiri bawa penumpang, dibandingkan pas jaman dulu sewaktu awal pandemi yang jumlahnya bisa dihitung jari. New normal di Indonesia sudah berjalan.
Senang perekonomian pun mulai bangkit. Ya, semoga keadaan ini semakin terus membaik. Teruntuk para pejuang di jalanan, entah itu driver ojek, ataupun pekerja kantoran yang sibuk menerjang kemacetan di jalan: Semangat pulih, semuanya! Semoga perjuangan di jalan membawa semakin banyak kebaikan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H