Mohon tunggu...
Stefhanie Ardianty
Stefhanie Ardianty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Angkatan 2022 Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Senang menulis dan berbagi pengetahuan yang telah didapatkan. Suka dunia fotografi dan kegiatan yang berhubungan dengan alam.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

"Berani Jujur Hebat" Menjadi Ilusi Permasalahan Korupsi di Indonesia

13 Juni 2024   14:26 Diperbarui: 13 Juni 2024   14:26 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Slogan “Berani Jujur Hebat” merupakan slogan yang dibuat dengan maksud sebagai kampanye antikorupsi di Indonesia. Sejak digunakannya slogan tersebut pertama kali di tahun 2011, slogan tersebut hingga kini masih menjadi slogan untuk menumbuhkan rasa perlawanan terhadap tindakan korupsi

Slogan yang awalnya dibuat dengan tujuan baik untuk menanamkan nilai integritas tersebut nampaknya telah salah sasaran hingga penerapannya menjadi meluas yang justru menimbulkan dampak negatif. Alih-alih menjadi alat efektif untuk melawan korupsi, slogan ini sering kali menciptakan ilusi keadilan dan akuntabilitas yang justru mengaburkan permasalahan korupsi yang sebenarnya.

Penyimpangan Fokus Kampanye

Masalah utama dari penerapan slogan “Jujur itu Hebat” adalah penyimpangan fokus kampanye yang meluas ke masyarakat umum seperti tokoh agama, dosen, dan masyarakat sipil lainnya. Dengan adanya penerapan kampanye anti korupsi dengan slogan tersebut justru menjadi penghinaan terhadap masyarakat umum yang berada pada ranah integritas yang tinggi. 

Kampanye ini seharusnya menargetkan para pejabat publik dan birokrat yang memiliki kekuasaan dan potensi besar untuk melakukan korupsi. Namun, ketika fokus ini dialihkan ke masyarakat luas, pesan yang seharusnya menekan integritas pejabat publik menjadi tumpul.

Mengalihkan fokus kampanye ini menyebabkan masyarakat merasa diberi beban moral yang tidak proporsional, sementara kasus-kasus korupsi besar di tingkat pemerintahan sering kali tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang memadai. Hal ini tidak hanya mengurangi efektivitas kampanye anti-korupsi, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi.

Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan adanya peningkatan kasus korupsi yang tinggi. Sepanjang tahun 2022, terdapat 579 kasus korupsi yang telah ditindak, meningkat 8,63% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 533 kasus. 

Selain itu, ada 1.396 orang yang dijadikan tersangka korupsi di dalam negeri, naik 19,01% dari tahun 2021 yang berjumlah 1.173 tersangka. Ketika korupsi yang melibatkan ribuan tersangka terus meningkat, menekankan kejujuran kepada masyarakat umum tanpa penanganan serius terhadap penguasa hanya mengalihkan perhatian dari akar permasalahan.

Kepalsuan Moral dan Citra Publik

Penerapan slogan ini secara luas juga menciptakan fenomena kepalsuan moral di masyarakat. Banyak institusi dan individu yang mempromosikan kejujuran sebagai bagian dari citra publik mereka. Namun, tidak benar-benar menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Di satu sisi, mereka mengkampanyekan “jujur itu hebat”, tetapi di sisi lain, praktek korupsi dan manipulasi tetap berlangsung.

Fenomena ini merusak integritas kampanye anti-korupsi itu sendiri dan menimbulkan skeptisisme dikalangan masyarakat. Ketika masyarakat melihat bahwa kejujuran hanya menjadi alat untuk pencitraan, mereka cenderung menjadi sinis dan kehilangan kepercayaan pada upaya pemberantasan korupsi. Ini menciptakan siklus ketidakpercayaan yang dapat merobohkan penerapan kampanye tersebut, dimana masyarakat merasa bahwa kampanye anti-korupsi hanyalah omong kosong yang tidak berdampak nyata.

Mengabaikan Akuntabilitas Penguasa

Salah satu tujuan utama dari kampanye anti-korupsi adalah menuntut akuntabilitas dari para penguasa. Namun, ketika slogan “Jujur itu Hebat” lebih sering disampaikan kepada masyarakat umum, fokus pada akuntabilitas penguasa menjadi kabur. 

Ini menciptakan ilusi bahwa masyarakat umum adalah pihak yang perlu terus-menerus diingatkan tentang pentingnya kejujuran, padahal masalah terbesar justru ada di kalangan pejabat yang memiliki kekuasaan dan wewenang.

Akibatnya, banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi tidak mendapat penanganan yang tegas. Para penguasa merasa lebih aman dari sorotan publik karena perhatian teralihkan kepada masyarakat umum. Hal ini menciptakan kondisi di mana pejabat korup merasa terlindungi dan tidak perlu khawatir tentang konsekuensi dari tindakan mereka.

Pengabaian Realitas Sosial

Kampanye “Jujur itu Hebat” yang menyasar masyarakat umum juga mengabaikan realitas sosial di Indonesia. Di tengah ketimpangan ekonomi dan sosial yang tinggi, banyak masyarakat terpaksa melakukan tindakan yang mungkin tidak sesuai dengan nilai-nilai kejujuran demi bertahan hidup. Mengkampanyekan kejujuran tanpa memperhatikan nilai sosial ini hanya menambah beban moral yang tidak realistis bagi masyarakat yang sudah terpinggirkan.

Manipulasi dan Politisasi

Tidak jarang, slogan “Jujur itu Hebat” juga digunakan sebagai alat politik untuk menyerang lawan atau membangun citra positif tanpa komitmen nyata terhadap nilai-nilai yang diusung. Para politisi dan pejabat sering kali menggunakan slogan ini dalam retorika mereka untuk mendapatkan dukungan publik, sementara tindakan mereka tidak mencerminkan kejujuran dan integritas yang sejati.

Slogan “Jujur itu Hebat” memiliki potensi besar dalam kampanye anti-korupsi. Namun. Pada penerapan yang meluas dan tidak tepat sasaran justru menimbulkan dampak negatif. Kampanye ini seharusnya difokuskan pada pejabat publik dan penguasa yang memiliki peran besar dalam praktik korupsi bukan kepada masyarakat umum yang cenderung menjadi korban dari sistem yang korup.

Referensi : https://dataindonesia.id/varia/detail/icw-penindakan-kasus-korupsi-meningkat-pada-2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun