Mohon tunggu...
Steffy Gracia Christy
Steffy Gracia Christy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional semester 7 di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta yang suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia di G20: Politik Luar Negeri Berbasis Identitas dan Konstruktivisme

3 Desember 2024   21:10 Diperbarui: 7 Desember 2024   09:22 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendekatan konstruktivisme dalam politik luar negeri Indonesia, khususunya saat Indonesia memimpin G20, memberikan perspektif yang menarik untuk dianalisis. Konstruktivisme, sebagai salah satu teori dalam studi hubungan internasional, diketahui fokus menekankan pada pentingnya identitas, norma, dan interaksi sosial dalam membentuk perilaku negara.

Dalam hal ini, kita bisa melihat bagaimana Indonesia menerapkan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam merumuskan kebijakan luar negerinya selama masa kepemimpinan di G20.


Pemahaman Konstruktivisme
Konstruktivisme didasarkan pada gagasan bahwa realitas sosial tercipta melalui interaksi antara individu dan struktur sosial. Dalam konteks HI, hal ini berarti bahwa identitas dan kepentingan suatu negara tidak hanya ditentukan semata-mata oleh faktor material seperti kekuatan militer atau ekonomi, tetapi juga oleh norma-norma sosial dan identitas kolektif yang berkembang di antara negara.

Alexander Wendt, salah satu tokoh utama dalam konstruktivisme, berargumen bahwa "anarchy is what states make of it," yang menunjukkan bahwa kondisi anarki dalam sistem internasional dapat dimaknai secara berbeda tergantung bagaimana negara-negara saling berinteraksi.

Politik Luar Negeri Indonesia
Politik luar negeri Indonesia dikenal dengan prinsip "bebas aktif," yang menunjukkan bahwa Indonesia tidak terikat pada aliansi atau blok tertentu, tetapi aktif dalam menjalin kerjasama dengan berbagai negara. Prinsip bebas aktif ini mencerminkan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan yang menjunjung tinggi perdamaian, stabilitas, dan kolaborasi, terutama di kawasan regional.

Sebagai negara yang memiliki posisi strategis secara geografis, Indonesia memanfaatkan prinsip ini untuk menjadi jembatan komunikasi antarnegara, baik di kawasan Asia Tenggara maupun di forum internasional. Dalam konteks ini, politik luar negeri bebas aktif juga memperlihatkan komitmen Indonesia terhadap penghormatan kedaulatan negara lain serta keterlibatan aktif dalam isu-isu global, seperti perubahan iklim, keamanan maritim, dan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hal ini akhirnya memperkuat peran Indonesia sebagai negara yang tidak hanya mengejar kepentingan nasional, tetapi juga berkontribusi terhadap stabilitas dan kemakmuran global.

Identitas dan Kepentingan
Sebagai Ketua G20, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk menjembatani kesenjangan maupun perbedaan antara negara-negara maju dan berkembang serta antara negara-negara besar dan kecil. Dalam hal ini, identitas Indonesia sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan menjadi sangat penting.

Indonesia tidak hanya berupaya menjadi mediator yang netral, tetapi juga memperlihatkan komitmen kuat terhadap kerja sama internasional yang inklusif. Keterlibatan Indonesia dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, kesehatan global, dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi mencerminkan komitmennya terhadap norma-norma internasional yang mengutamakan keberlanjutan, solidaritas, dan kesejahteraan bersama. Peran ini mempertegas posisi Indonesia sebagai pemimpin global yang bertanggung jawab dan progresif.

Diplomasi Multilateral
Indonesia menggunakan pendekatan diplomasi multilateral untuk membangun konsensus di antara negara-negara anggota G20. Melalui forum ini, Indonesia dapat mendorong kerja sama yang lebih erat di berbagai sektor, seperti di bidang ekonomi, lingkungan hidup, dan kesehatan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip konstruktivisme yang menekankan pentingnya dialog dan negosiasi dalam mencapai kesepakatan internasional.

Contohnya, dalam menangani isu perubahan iklim, Indonesia aktif mempromosikan inisiatif keberlanjutan yang melibatkan semua negara anggota G20, tanpa memandang status negara maju atau berkembang. Hal ini tidak hanya menunjukkan peran strategis Indonesia dalam forum global, tapi juga komitmennya terhadap nilai-nilai kolaborasi dan solusi bersama untuk tantangan dunia.


Tantangan dan Peluang
Meskipun memiliki potensi besar untuk memimpin dialog global, Indonesia juga menghadapi tantangan yang signifikan. Salah satunya adalah perbedaan kepentingan antara negara-negara anggota G20. Beberapa negara mungkin lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi jangka pendek daripada keberlanjutan jangka panjang.

Kondisi ini menciptakan dinamika yang kompleks dalam proses pengambilan keputusan. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang besar bagi Indonesia untuk menunjukkan perannya sebagai mediator yang efektif. Dalam menghadapi tantangan ini, kemampuan Indonesia untuk membangun hubungan baik dengan semua pihak, sekaligus mempromosikan nilai-nilai keadilan dan inklusivitas, menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang seimbang dan diterima oleh seluruh anggota G20.


Peran Sebagai Mediator
Sebagai mediator, Indonesia memiliki peluang untuk menciptakan ruang dialog yang konstruktif di antara negara-negara anggota G20. Dengan mengedepankan pendekatan konstruktivisme, Indonesia dapat mendorong terciptanya pemahaman bersama terkait isu-isu global yang kompleks, seperti perubahan iklim, kesenjangan ekonomi, dan kesehatan dunia.

Pendekatan ini menegaskan bahwa identitas nasional Indonesia yang demokratis serta norma-norma sosial, seperti keadilan dan inklusivitas, memainkan peran penting dalam membentuk perilaku negara di tingkat internasional. Melalui peran ini, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai penghubung yang tidak hanya netral, tetapi juga proaktif dalam membangun kerja sama global yang berkelanjutan.

Kesimpulan
Sebagai Ketua G20, Indonesia memiliki peluang strategis untuk menerapkan prinsip-prinsip konstruktivisme dalam politik luar negerinya, dengan mengedepankan dialog dan kolaborasi multilateral. Langkah ini tidak hanya memperkuat posisinya sebagai pemimpin regional tetapi juga menegaskan komitmen terhadap nilai-nilai nasional yang menjunjung keadilan dan kemanusiaan.

Meskipun tantangan, seperti perbedaan kepentingan antarnegara, tetap ada, pendekatan konstruktivis memungkinkan Indonesia untuk beradaptasi dengan dinamika global yang kompleks. Melalui kebijakan luar negeri yang inklusif dan inovatif, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada stabilitas global, tetapi juga mempertegas perannya sebagai aktor penting di panggung dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun