Jadi, bagaimana para komentator itu menyimpulkan bahwa kemiskinan ekonomi merupakan (salah satu) penyebab terorisme?Â
Kita hanya bisa menduga-duga. Kemungkinan besar metode pengambilan kesimpulan itu adalah seperti berikut: dari seluruh teroris yang tertangkap (kalau tidak salah angkanya sekitar 10.000 orang), diambil sampel untuk diamati dan diwawancarai. Bisa jadi memang, sebagian besar dari para teroris itu hidup miskin.Â
Di sinilah cacat logika itu terjadi: karena sebagian besar teroris yang tertangkap itu hidup miskin; lalu disimpulkan bahwa mereka menjadi teroris karena miskin.Â
Faktanya, puluhan juta orang lain yang hidup miskin tidak menjadi teroris. Fakta lain, kabupaten/kota paling miskin tidak menjadi kabupaten/kota sarang teroris.Â
Jadi, kesimpulan bahwa kemiskinan ekonomi menjadi penyebab terorisme tersebut sangat tidak berdasar. Itu ibarat menemukan fakta beberapa orang meninggal setelah bermain badminton lalu disimpulkan bahwa badminton menyebabkan kematian. Sangat konyol!
Lalu, bagaimana seharusnya kita menyimpulkan kalaupun kita harus menghubungkan antara terorisme dan kemiskinan? Pernyataan atau kesimpulan yang benar adalah, para teroris tersebut kebetulan hidup miskin. Sebab, faktanya ada juga teroris yang tidak hidup miskin. Fakta lain, Â ternyata sarang teroris bukanlah kabupaten/kota termiskin di provinsinya. Â Â Â
Yang tidak bisa dibantah sejauh menyangkut penyebab terorisme di Indonesia adalah, para teroris itu menjadi teroris karena dogma. Karena dogma mereka menjadi teroris, entah mereka tidak miskin atau kebetulan miskin.Â
Entah mereka berpendidikan cukup atau kebetulan tidak berpendidikan. Entah mereka tidak menyadari adanya ketidakadilan sosial atau kebetulan menyadarinya. Begitulah seharusnya kita berpikir. Dengan demikian, masalah menjadi jelas dan solusinya pun menjadi tepat sasaran.
Penghinaan dan Pelecehan Kaum Miskin
Jelas, menyatakan bahwa kemiskinan ekonomi menjadi penyebab terorisme merupakan pernyataan yang tidak berdasar. Lebih daripada itu, pernyataan tersebut sekaligus juga merupakan penghinaan dan pelecehan terhadap kaum miskin. Mengapa?
Mengikuti argumentasi Henry Tajwel, seorang psikolog sosial terkemuka, kelompok teroris tersebut (entah JAD, JI, MIT atau yang lain) dipastikan memiliki pandangan superioritas atas kelompoknya dan inferioritas terhadap kelompok lain di luar kelompoknya.Â