17 September 2019, DPR dan pemerintah di gedung DPR melakukan pengesahan RUU KPK. Atau sekarang bisa disebut UU KPK. Pemerintah yang diwakili oleh menteri hukum dan HAM, Yasonna Laoly, dan mayoritas fraksi di DPR bersama-sama dalam rapat paripurna hari itu menyatakan sah RUU KPK menjadi UU KPK. Tiga fraksi setuju dengan catatan yaitu fraksi Gerindra, PKS, dan Demokrat. Dengan dua catatan yang berbeda.
Kurang dari dua minggu semua proses ini selesai. Boleh saja poin-poin dalam UU KPK dipersoalkan. Tapi proses perubahan RUU menjadi UU yang memakan waktu kurang dari 2 minggu menjadi prestasi dalam sejarah untuk DPR periode ini sendiri.Â
Dengan pengalaman ini DPR bisa menyelesaikan sisa RUU yang masih belum selesai menjadi UU bukan? Mumpung sebelum masa jabatan DPR yang akan berakhir di 2019 ini. Saya menantikan hal tersebut. Termasuk RUU lain yang sekiranya juga mendesak untuk disahkan. Kita bisa menunggu hal ini bukan?
Jika boleh saya yang hanya mempunyai sekelebat pengalaman dalam hukum terlebih lagi politik dapat berasumsi sebagai masyarakat yang peduli dan mengikuti berita ini.Â
Asumsi saya, mungkin saja DPR dan pemerintah mengganggap kasus korupsi di Indonesia sudah sangat terlalu mendesak. Dan KPK sebagai lembaga dinilai kurang didukung dalam undang-undang untuk bisa maksimal menjerat para koruptor yang semakin memiskinkan rakyat miskin. Pemberantasan korupsi harus selalu didukung bukan?
Asumsi saya, mungkin sudah sangat jelas bagi presiden untuk dengan cepat mempertimbangkan RUU inisiatif DPR ini. Sehingga tidak perlu lagi membuang waktu hingga 60 hari untuk mengeluarkan surpres. 60 hari itu kan maksimalnya yang dituangkan dalam hukum, boleh bukan kurang dari 60 hari?
Baca juga :Â DILEMA KPK, KETUA NYA YANG LANGGAR ETIK
Asumsi saya, bisa saja UU KPK yang sebelumnya dinilai belum sempurna sehingga dibutuhkan revisinya. Supaya KPK bisa semakin kuat posisinya menjaring para si pemakan uang rakyat. Harus begitu bukan?
Asumsi saya, mungkin UU KPK yang sebelumnya yang sudah berumur 17 tahun dianggap sudah terlalu tua. Sama seperti manusia di umur 17 tahun yang bisa dianggap dewasa dan menerima Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bolehkan KPK berubah?
Asumsi saya, bisa saja dirasa tidak perlu membebankan KPK dengan draft asli RUU ini. KPK sudah sibuk dengan OTT para pejabat daerah dan para dewan di luar sana. Boleh seperti ini bukan?
Asumsi saya, mungkin sudah cukupnya pendapat dan masukan dari masyarakat, pakar dan akademsi yang menyumbangkan sudut pandangnya. Tidak perlu khawatir, sudah didapat semua pandanganya bukan?