Mohon tunggu...
Stefani Rantemanda Pabendon
Stefani Rantemanda Pabendon Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar yang gemar menulis dan mempublikasikannya di platfrom ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pikiran Hidup

15 Desember 2024   17:52 Diperbarui: 15 Desember 2024   17:52 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali memandang keluar jendela, aku mulai melamun. Aku tak sepeduli itu untuk membantu, tapi bukan berarti aku tak memiliki rasa kasihan. Kira-kira kalau aku peduli sedikit lagi, aku akan ikut membantunya tidak ya... Mungkin, setidaknya aku tidak akan mencegah om turun. Apa tadi aku terkesan jahat ya?

Kenyataannya, aku hanya bisa terus memikirkan kemungkinan 'jika' aku melakukan sesuatu tadi. Aku menyadari orang itu akan celaka, sadar tidak bisa melakukan sesuatu membuatku marah. Aku hanya bisa melakukan sesuatu di pikiranku. Tak ada satupun yang kulakukan di dunia nyata.

"Kita tidak bisa kembali, tak usah terlalu dipikirkan non. Keputusan yang kita ambil tidak akan bisa ditarik begitu saja. Apalagi ini berhubungan dengan waktu, tidak bisa diputar balik." Nasihat om supir.

Om tau apa. Aku juga mengetahuinya. Otak dan hatiku tidak sinkron, itu yang terjadi. Ya, sangat jelas itu yang terjadi. Dua hal bertolak belakang itu terus menganggu hidupku belakangan ini. Mana yang harus aku ikuti, pikiran atau hati? Tak ada habisnya.

Tapi disini, aku membiarkan sisi pikiran rasional yang menguasai diriku. Sisi lain pemikiran manusia kadang tidak bisa ditebak apalagi jika mereka telah mencampurkan hati perasaan di dalamnya, tampah rumit sudah hasilnya. Pengendara motor tadi juga menggunakan pemikirannya, tapi menggunakan sisi lain itu. Perasaan tak sabar yang bercampur dengan pemikiran bahwa dia dapat lewat menghasilkan kecelakaan tadi. Sore, jalan, suasana serta siaran radio yang sama. Kecelakaan itu membuat sesuatu berbeda, variabel baru yang jarang terjadi. Sebuah pemicu bahwa hidup seseorang tidak selamanya sama dengan yang kemarin.

Bel istirahat kedua telah berbunyi sejak lima menit yang lalu, salah satu gadis populer di kelas menggebrak meja tempat aku duduk, "Yang tadi melapor ke guru jika aku membawa make up kamu kan!"

"Kau... serius mencurigai orang yang benar? Ini aku loh, tidak sangaja lewat di depan guru saja aku malas, apalagi melaporkan hal yang bukan urusanku seperti itu." Dasar orang aneh, sekelas kan sudah tahu seberapa malasnya aku mencampuri urusan orang lain.

"Kalau bukan kau siapa lagi, jelas-jelas hanya ada kau dan aku saat tadi pagi aku touch up di kelas." Balasnya tidak mau kalah.

"Kalau begitu pakai otakmu, bukannya tadi kau sempat video call sebentar dengan seseorang? Ada kemungkinan dia juga melihat make up milikmu bukan?"

Gadis itu terdiam, wajahnya yang merah padam menjadi benar-benar merah kali ini. Sepertinya dia malu dan bertambah marah di saat bersamaan. Segera, dia meninggalkan meja milikku dan menuju meja di pojok kelas. Hal yang sama terjadi dengan gadis yang duduk di kursi itu, pelimpahan kekesalan pada orang lain. Gadis itu terlihat mengelak sambil menunjuk-nunjuk ke arahku, tapi mungkin akibat kemarahan serta kekesalan yang memuncak, sang gadis populer tak peduli, menyeret gadis pojok meja entah ke mana. Bisik-bisik mulai terdengar, jadi siapa pelaku pelaporan yang sebenarnya? Si gadis cuek atau si gadis pojok meja?

Semua mulut mulai membahas betapa bodohnya gadis pojok meja yang setia tiba-tiba menusuk dari belakang. Anjing memang harus diikat dengan benar agar tidak menjadi liar dengan kemungkinan mengigit. Keterlebatan sesaat si gadis cuek seakan-akan tidak pernah ada di pebicaraan mereka. Sesuai perkiraan si gadis cuek, dia tidak mungkin akan dicurigai. Semua sesuai rencananya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun