Pilkada serentak 2024 telah usai, menandai berakhirnya tahun politik yang panjang dan intens.Â
Seperti yang diulas Muhammad Ramadhan dalam kolomnya di detikNews, diakses pada Sabtu, 30 November 2024, Â perhelatan politik ini tak hanya sekadar perebutan kekuasaan, tetapi juga membentuk sebuah ekosistem industri politik yang dinamis.
Selama dua dekade pasca reformasi, Â demokratisasi telah melahirkan profesi-profesi baru di bidang politik, Â seperti konsultan politik, surveyor, dan pelaku advertising politik.
Kehadiran mereka, Â didukung oleh kemajuan teknologi dan pendanaan dari lembaga internasional, Â telah mendorong inovasi dalam strategi kampanye dan pemahaman pemilih.
Ramadhan menjabarkan bagaimana "hilirisasi demokrasi" -- Â proses pengolahan demokrasi menjadi produk-produk yang lebih canggih -- Â telah menghasilkan inovasi seperti Pemilu.AI dan Pilkada.AI, Â yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk memenangkan pertarungan politik.
Ia mencontohkan Amerika Serikat pada awal abad ke-20, Â di mana kematangan demokrasi dan perkembangan teknologi radio melahirkan profesi serupa, Â seperti Gallup dan Bernays.
Namun, Â Ramadhan menyoroti sebuah paradoks. Â Dengan penyelenggaraan pilkada yang kini hanya lima tahun sekali, Â berbeda dengan sebelumnya yang hampir tiap tahun ada, Â ekosistem industri politik ini terancam.Â
Minimnya kompetisi politik berpotensi membuat jasa-jasa profesional politik ditinggalkan, Â karena politisi mungkin akan beralih ke strategi yang kurang bergantung pada riset dan analisis data yang mendalam.
Penulis mempertanyakan dampak jangka panjang dari fenomena ini. Â Apakah surutnya industri profesional politik akan berdampak pada kemunduran demokrasi?Â
Ramadhan khawatir hilangnya kreativitas dalam strategi kampanye dan berkurangnya kebutuhan untuk mendengarkan suara pemilih secara cermat dapat mengancam kualitas demokrasi Indonesia.
Ia menekankan bahwa hilirisasi demokrasi, Â yang telah menghasilkan inovasi-inovasi signifikan, Â terancam oleh siklus pilkada yang lebih panjang.
Kesimpulan:
Artikel Ramadhan memberikan perspektif yang menarik tentang dampak tak terduga dari perubahan siklus pilkada terhadap industri politik di Indonesia.
Hilirisasi demokrasi, Â yang telah menghasilkan inovasi-inovasi dalam strategi kampanye dan pemahaman pemilih, Â terancam oleh minimnya kompetisi politik yang berkelanjutan.
Pertanyaan yang diajukannya -- Â apakah kemunduran industri profesional politik akan berdampak pada kemunduran demokrasi -- Â merupakan tantangan serius yang perlu dikaji lebih lanjut oleh para pengamat politik dan pemangku kepentingan.
Masa depan demokrasi Indonesia mungkin bergantung pada kemampuan untuk menjaga dinamika dan inovasi dalam ekosistem politiknya, Â meskipun siklus pemilu lebih panjang.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI