Mohon tunggu...
Dhimas Afihandarin
Dhimas Afihandarin Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Hmm masih pengangguran. Mencoba bertahan hidup dengan freelancing dan terus kirim CV.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Keberadaan National Hostile Database Signature dan perannya dalam penentuan kebijakan hankam terhadap krisis Laut Cina Selatan

31 Mei 2024   23:40 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:30 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 8 : Gambar 8

Baik radar Type 1475 maupun RBE-2AA bekerja pada frekuensi X-band atau 8-12 GHz. Dengan demikian RCS untuk kedua pesawat tersebut seperti pada Gambar-6 juga akan menggunakan data di X-band yaitu berturut turut J-20 sebesar 0.22 meter persegi sementara Rafale 1.5 meter persegi.

Sementara daya jangkau radar untuk kedua pesawat tersebut, secara umum dari gambar 7 dan 8 dapat dilihat pada gambar 9 :

g9-665a0905ed64157b266ad9c2.png
g9-665a0905ed64157b266ad9c2.png

Daya jangkau radar pada prakiraan saya, dinyatakan dalam 2 PD atau Probability of Detection 50% dan 90% Hal ini dikarenakan sebuah radar itu memiliki threshold atau ambang batas kekuatan sinyal yang berbeda, 50% adalah daya jangkau dimana kontak yang terdeteksi itu bersifat 50 :50 dimana karakteristik kontak tersebut hanya memiliki kemungkinan 50 % merupakan sasaran yang sebenarnya, 50% lainnya adalah false alarm atau sasaran “palsu”. Sementara 90% menunjukkan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, dimana sasaran tersebut sudah benar-benar “memperlihatkan diri” sebagai sasaran sehingga radar dapat bergerak ke moda penguncian atau tracking. Sementara Swerling case 1 merupakan referensi statistik fluktuasi data RCS yang digunakan. Swerling Case-1 sendiri adalah sudah lumrah digunakan dalam dunia radar.

Dengan data daya jangkau yang tersedia, maka dapat dengan mudah dilakukan perhitungan terhadap daya jangkau radar masing-masing pesawat, pada jarak berapa J-20 dapat mendeteksi Rafale dan sebaliknya. Illustrasi daya jangkau ini dapat dilihat pada gambar-10

g10-665a0914c925c407bd2c65e3.png
g10-665a0914c925c407bd2c65e3.png

Dari Illustrasi diatas, dapat dilihat secara kasar bahwa J-20 ini dengan RCSnya yang kecil, dan dengan daya jangkau radar yang relatif besar ia dapat mengungguli Rafale.  Ini tentu dapat digunakan sebagai bagian daripada pertimbangan untuk apakah Rafale itu misalnya masih harus dibeli, atau bilamana tetap dibeli, kira-kira apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keunggulan Rafale terhadap J-20.  Dari gambar 6 sendiri bisa dilihat bahwa RCS J-20 ini bersifat relatif fluktuatif, seiring frekuensi.  Dengan demikian mungkin bisa dibeli atau dikembangkan platform radar yang memiliki frekuensi dimana RCS J-20 ini lebih tinggi, dengan demikian disertai pengembangan datalink atau jaringan komunikasi yang aman dan cepat, dapat memandu Rafale untuk mengalahkan J-20.

Penutup

Saya kira demikian untuk artikel saya, bahwa Indonesia ini dalam krisis LCS selain memperkuat militer, diplomasi juga harus memperkuat “basis keilmuan”  utamanya untuk mengenal calon lawan dan kawan secara teknis. Melalui artikel ini saya mengharapkan dapat memberi pengantar tentang karakteristik sasaran (Target Signature) Serta penggunaannya dalam pembuatan pertimbangan atau kebijakan secara umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun