Tidak membikin heran jika calon petahana sangat cermat mempersiapkan diri untuk acara debat tersebut. Ibarat perang, segala amunisi untuk menyerang lawan disiapkan, begitu pula dengan segenap tameng untuk menangkis semua kemungkinan serangan lawan. Dan, untuk urusan yang terakhir, calon petahana rupanya sedang gundah.
Statistik menunjukkan, selama kepemimpinannya, ranking IPM Sulsel cenderung stagnan dan konsisten bertengger di papan tengah. Itu artinya, janji lima tahun yang lampau untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Sulsel tidak terbukti. Fakta ini adalah amanusi yang dapat digunakan calon lain untuk menyerangnya saat debat di televisi nanti.
Di tengah kegundahannya, ia teringat dengan sebuah kantor di Jl. Haji Bau, tak jauh dari kediaman Pak Kalla. Jawabannya barangkali ada di sana: BPS Provinsi Sulsel. Ia kemudian mengundang sang kepala kantor makan siang di kediaman gubernur. Tujuannya jelas, yakni mendapatkan jawaban yang pas ihwal stagnasi peringkat IPM Sulsel selama periode kepemimpinannya.
Bagi sang kepala kantor, undangan makan siang itu bukan sekadar undangan biasa. Tapi, sebuah tantangan untuk menjelaskan angka-angka statistik dengan bahasa yang mudah dipahami sekaligus sebagai penawar gundah calon petahana.
Untungnya, meski peringkat IPM Sulsel cenderung stagnan selama periode kepemimpinan calon petahana, shortfall IPM Sulsel sangat tinggi selama periode yang sama, bahkan nomor dua tertinggi secara nasional. Inilah kata kunci nan sakti yang kemudian digunakan oleh sang kepala kantor sebagai penawar gundah calon petahana. Gampangnya, shortfall adalah indikator yang menunjukkan seberapa cepat perubahan skor IPM selama periode tertentu. Itu artinya, ia juga menejalaskan tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam menggenjot pembangunan manusia di wilayannya.
Hari itu menjelang makan siang, sang kepala kantor menjelaskan kepada calon petahana ihwal perkembangan IPM Sulsel. “Peringkat IPM Sulsel memang stagnan di papan tengah, tapi bapak tak usah gundah. Pasalnya, shortfall IPM Sulsel selama bapak menjabat sangat tinggi, nomor dua setelah Kalimantan Timur. Itu artinya, ibarat balapan mobil dengan 34 peserta, bapak termasuk yang tercepat karena finis di posisi kedua.Bapak tercepat nomor dua secara nasional dalam memacu peningkatan nilai IPM”
Setelah mendengar penjelasan tersebut, calon petahana tersenyum lebar. “Ini baru penjelasan yang bagus. Tunggu apa lagi, saatnya makan siang.” Rasa gundahnya pun sirna. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H