Mohon tunggu...
fanky christian
fanky christian Mohon Tunggu... Full Time Blogger - IT Specialist, DCMSolusi, DCMGroup, EventCerdas, StartSMEup, JesusMyCEO, IndoBitubi, 521Indonesia

IT Specialist, khususnya infrastruktur, aktif di beberapa Asosiasi IT, suka mengajar dan menulis, fokus kepada IT , enterpreneurship, content marketing. Mengembangkan Daya Cipta Mandiri Group, EventCerdas, 521Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Cloud dan Data Center Meningkat Sejak Masa Pandemi

27 April 2023   09:10 Diperbarui: 27 April 2023   09:15 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu bidang yang luar bisa berkembang di Indonesia sejak masa pandemi adalah bidang data center dan cloud. Ternyata ini bukan hanya karena perusahaan dan instansi semakin sadar kemudahan penggunaan cloud, tapi juga ada faktor lain terkait data center. 

Pertama, data center gunakan energi secara intensif. Salah satu sumber pengguna besar dari energi listrik adalah data center. Untuk pembangkit atau penyedia jaringan energi listrik, beban daya dari data center merupakan beban yang sangat menarik, karena beban yang relatif stabil dan tentu saja besar.  Daya yang digunakan rata-rata 2-4% dari pembangkit listrik yang ada, dengan peningkatan rata-rata hingga 15% per tahun. Ini sangat menguntungkan. Tapi tentu juga harus mendapatkan perhatian khusus. Penggunaan daya untuk data center mencapai 10-100x dari perumahan biasa. Bila untuk mendukung data center besar (hyperscale data center), daya nya bisa mencapai 10.000 x dari perumahan biasa. Yang menarik, di Indonesia, rata-rata sumber listrik utama dari data center kita adalah PLN. Dan tentu saja, budget terbesar dari operasional data center adalah penggunaan listrik.

Kedua, data center bisa saja tidak efisien. Apa yang kita letakkan dalam data center kita? Kita memasang server-server, perangkat jaringan, yang diletakkan dalam rak, dan harus menggunakan pendingin perangkat. Semua ini memerlukan daya listrik yang tidak sedikit. Dan tanpa kita sadari, ternyata server-server kita itu tidak tinggi pengunaannya. Rata-rata 10-30% penggunaannya, dan storagenya juga demikian. Karena seringkali kita tidak melakukan monitoring atas penggunaan ini. 

Maka, dengan berkembangnya teknologi virtualisasi server, banyak server-server digabungkan secara virtual, dan dipasang dalam server virtual, sehingga utilisasi perangkat bisa lebih optimal. Namun masih banyak juga yang lebih sadar akan hal ini, dan menganggap tetap perlu server fisik. 

Ketiga, data center down paling menakutkan. Yang paling ditakutkan dari para pemilik dan pengelola data center atau ruang server adalah saat data center, atau ruang server mereka bermasalah. Mungkin saja pendingin perangkat mengalami kegagalan, atau listrik tidak berfungsi baik. Lebih pusing lagi bila tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Maka terjadilah kerugian. Karena bisnis tidak bisa berjalan dengan baik.

Bagaimana pengelompokan data center ? Umumnya berdasarkan daya yang digunakan.

(a) ruang server atau small data centers ("in-house" server rooms/cupboards) from 10 kW to 150 kW;

(b) medium data centers from 150 kW to 750 kW;

(c) enterprise data centers from 750 kW to 2,500 kW; 

 (d) mega data centers from 2,500 kW and larger.

  Ini paling mudah dipahami. Bila ingin mengikuti standar internasional, maka data center bisa dikategorikan berdasarkan pendekatan Uptime berdasarkan Tier 1-4. Dalam standar Indonesia, sejak diperkenalkan SNI 8799, maka dikenal juga Strata 1-4.

Sekarang kita lihat, bagaimana perusahaan / instansi bisa beralih ke cloud ?

Pertama, karena untuk menghemat biaya data center. Karena investasi data center yang tidak murah, dan juga biaya operasional yang tinggi, maka banyak secara bertahap mengalihkan ke penggunaan cloud. Bahkan tidak hanya satu cloud provider, tapi juga multi cloud. 

Kedua, karena menekan efisiensi. Dalam penggunaan cloud, kita justru tidak bisa boros. Karena kapasitas storage, bandwidth, bahkan CPU yang digunakan sebagai basis perhitungan biaya sewa cloud. Jadi karena gunakan cloud, kita harus berhemat.

Ketiga, meminimalkan downtime, atau bahkan zero down time. Meskipun kita menggunakan cloud, dimana sebenarnya juga menggunakan fasilitas data center secara sharing, mungkin saja ada kemungkinan downtime. Tapi umumnya sangat kecil. Oleha karena itu, banyak perusahaan / instansi tetap gunakan pendekatan hybrid cloud (ada data center + cloud), atau multi cloud provider (lebih dari satu cloud provider). Semua ini untuk memastikan tidak ada downtime. 

Yang jelas, baik menggunakan data center, atau cloud, tetap harus memastikan kita bisa memonitoring semua hal terkait data center atau ruang server kita. 

Pastikan ini ada di data center atau ruang server anda :

- Environment Monitoring, memonitoring semua aspek data center anda.

- Network Monitoring System, memonitoring perangkat dan jaringan anda.

Itu dia sebabnya, dalam berbagai data center perusahaan dan instansi, bahkan data center cloud provider, kami melakukan instalasi EMS dan NMS itu. Saksikan demonya dalam kegiatan Indonesia Cloud and Data Center Convention, 11 Mei 2023 di Shangri-la  Hotel Jakarta. Saya nantikan anda ya disana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun