Mohon tunggu...
fanky christian
fanky christian Mohon Tunggu... Full Time Blogger - IT Specialist, DCMSolusi, DCMGroup, EventCerdas, StartSMEup, JesusMyCEO, IndoBitubi, 521Indonesia

IT Specialist, khususnya infrastruktur, aktif di beberapa Asosiasi IT, suka mengajar dan menulis, fokus kepada IT , enterpreneurship, content marketing. Mengembangkan Daya Cipta Mandiri Group, EventCerdas, 521Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Kerja Cukup Pakai "Kaos" Saja

30 Oktober 2021   13:22 Diperbarui: 3 November 2021   04:30 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berbisnis dari rumah. (sumber: Dok. iStockphoto via kompas.com)

Salah satu yang saya rasakan agak berubah semasa pandemi adalah cara saya berpakaian. Hampir sebagian besar isi lemari baju kerja itu adalah baju batik, sebagian lagi baju formal untuk kegiatan gereja. 

Tapi semenjak pandemi berlangsung, saya mengubah cara berpakaian menjadi lebih santai, menggunakan kaos. Kaos yang digunakan bisa dengan kaos T-Shirt atau kaos Polo. 

Saya jadi ingat salah satu tokoh menarik dunia digital, Mark Zuckerberg yang selalu kemana-mana bahkan dengan kaos abu-abunya. 

Mungkin kalau perlu hadir dalam pertemuan penting, tinggal menambahkan jas mahalnya menutupi kaos sederhananya, tapi selalu saja kaos t-shirt menjadi andalan kesehariannya.

Fenomena kerja pola startup tidak hanya dari cara berpakaiannya yang lebih santai. Tapi juga cara kerja yang lebih lincah, bahasa kerennya agile. Memilih untuk bekerja secara agile pun juga menjadi hal yang menarik untuk diterapkan dalam keseharian kita saat ini. 

Dan saya rasa, kita pun sedang dalam masa transisi itu, dari segala sesuatu yang formal menjadi non-formal dan lebih casual. Termasuk cara kerja kita yang baku, menjadi lebih lincah. Maka kaos yang harus kita pakai bukan hanya dari segi baju, tapi juga pola kerja kita. Apa saja itu ?

Komitmen. 

Bekerja pola startup malah mengedepankan hal ini, komitmen. Bekerja dalam pola konvensional umumnya terikat dengan waktu. Dan yang diukur hanya komitmen waktu. 

Kapan kita datang ke kantor, bekerja di kantor dan pulang. Tapi target tidak diukur dengan pasti. Komitmen yang dituntut kebanyakan lebih kepada kehadiran, sedangkan bekerja pola startup menggunakan target terukur. Istilahnya Task  atau Objective (tugas atau obyektif). 

Tugas ini adalah bagian dari keharusan yang dikerjakan, maka komitmen mengerjakan lebih diutamakan dibandingkan waktu.  Maka bekerja dalam pola startup akan diukur dari sisi ini.

Agile. 

Lincah. Cara bekerja startup menuntut lincah. Memang ada prosedur, tapi prosedur ini mengikat garis besarnya. Tapi detail bagaimana mereka menyelesaikan masalah, menjawab masalah dikerjakan dengan cepat dan tidak bertele-tele. 

Dalam kantor konvensional kita berpikir hirarki. Ada direktur, manager, supervisor, leader team. Bahkan untuk satu keputusan kecil bisa butuh waktu lama menyelesaikannya. 

Dengan pola agile, kita membaginya lebih mudah, karena task-based, atau objective based tadi. Maka bisa diselesaikan dengan cepat, dan tidak ada hirarki yang ribet. 

Open Communication. 

Karena hirarki yang cenderung lebih sederhana, mungkin hanya ada direktur - team leader, maka faktor komunikasi menjadi hal penting, terutama open-communication (OC). 

Dalam OC semua bisa bicara dengan mudah satu dengan yang lain, tanda ada kendala. Tidak ada kerumitan birokrasi. Maka dalam pola startup, kemungkinan semua orang bisa tahu masalah yang sama, dan bisa memikirkannya dan memberikan masukan secara bersama. 

Semua lebih cepat karena tidak bergantung pada satu orang saja, meskipun tiap orang akan punya tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Semua lebih mengutamakan menyelesaikan masalah dengan kreatif, tanpa menunggu dan bergantung dengan lainnya.

Bekerja dengan KAOS - Koleksi Pribadi
Bekerja dengan KAOS - Koleksi Pribadi

SCRUM. 

Dalam bekerja dalam tim, pola startup akan cenderung dibagi menjadi tim-tim kecil. Tim ini akan punya fokus dan targetnya masing-masing. Tapi semua saling berkaitan, bersinergi. 

Pola ini akan memudahkan pembagian tugas dan penyelesaiannya dengan cepat dan terukur. Untuk itu ada beberapa framework yang bisa digunakan, salah satunya adalah SCRUM. 

Dengan SCRUM maka perusahaan, bukan hanya yang merasa startup, bisa membantu konsumen lebih baik, karena proses yang kontinyu. Dalam SCRUM, masalah yang kompleks, besar, akan dibagi-bagi menjadi bagian kecil yang disebut dengan SPRINT. 

SPRINT akan berdasarkan waktu, target apa yang harus diselesaikan oleh tim.  Banyak hal yang bisa kita pelajari dari framework SCRUM yang ternyata tidak hanya bisa berguna bagi tim developer software, tapi juga bisa digunakan oleh banyak orang di unit kerja lain.

***

Buat saya, ternyata menggunakan kaos bukan hanya hal menarik dari perubahan kerja masa pandemi, tapi jauh lebih penting, penerapan KAOS diatas yang menarik juga. Tetap semangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun