Mohon tunggu...
Stanislaus Renardi Krisbiyanto
Stanislaus Renardi Krisbiyanto Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pencemaran Olahraga Tercampur dengan Politik

9 November 2024   02:09 Diperbarui: 9 November 2024   02:10 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hubungan antara olahraga dan politik memang telah menjadi topik yang semakin relevan dalam diskursus publik. Pengaruh politik terhadap dunia olahraga semakin terlihat jelas, baik di tingkat nasional maupun internasional, dan hal ini menimbulkan berbagai pandangan yang berbeda di kalangan masyarakat dan para ahli.

Olahraga sering dianggap sebagai sarana untuk membangun disiplin, tanggung jawab, dan kreativitas. Namun, pengaruh politik dalam pembinaan olahraga tidak dapat diabaikan. Intervensi politik dapat mempengaruhi model pembinaan dan institusi yang menangani olahraga, yang pada akhirnya dapat berdampak pada prestasi olahraga suatu negara.

Sejarah mencatat berbagai contoh di mana olahraga digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik. Olimpiade 1980 dan 1984 menjadi saksi bisu dari boikot yang dilakukan oleh negara-negara besar sebagai protes terhadap tindakan politik satu sama lain. Kejadian ini menunjukkan betapa kuatnya hubungan antara olahraga dan politik.

Banyak politisi memanfaatkan popularitas olahraga untuk meningkatkan citra mereka di mata publik. Atlet yang meraih prestasi sering kali disambut oleh pejabat pemerintah yang ingin mengambil keuntungan dari momen tersebut untuk memperkuat posisi mereka. Hal ini menciptakan persepsi bahwa olahraga tidak lagi menjadi arena kompetisi murni, tetapi juga sebagai panggung bagi kepentingan politik.

Kampanye "Berdiri untuk Olahraga Indonesia" yang diluncurkan setelah Indonesia dicoret sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah contoh terbaru dari upaya untuk menjaga agar olahraga tetap bebas dari intervensi politik. Insan olahraga Indonesia sepakat bahwa kejadian serupa tidak boleh terulang dan mereka menyerukan agar kegiatan olahraga dijauhkan dari pengaruh politik.

Beberapa insiden menunjukkan bagaimana politik dapat mempengaruhi keputusan atlet di arena kompetisi. Contohnya adalah keputusan atlet judo asal Aljazair, Nourine Fethi, yang mundur dari Olimpiade Tokyo 2020 karena menolak bertanding melawan atlet Israel. Keputusan ini didasari oleh dukungan politiknya terhadap perjuangan Palestina.

Meskipun ada tantangan yang dihadapi akibat intervensi politik, banyak pihak berharap bahwa masa depan olahraga dapat lebih terpisah dari kepentingan politik praktis. Olahraga seharusnya tetap menjadi media pemersatu bangsa dan simbol karakter serta jati diri suatu negara.

Relevansi mengenai antara olahraga dan politik memang kompleks dan beragam, tergantung pada konteks dan negara yang bersangkutan. Olahraga dapat digunakan sebagai alat politik untuk meningkatkan citra suatu negara, misalnya ketika suatu negara berhasil menjadi tuan rumah Piala Dunia. Selain itu, olahraga juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana unjuk kekuatan politik, baik secara internal maupun eksternal.

Politik juga dapat mempengaruhi kebijakan dan regulasi di dalam dunia olahraga, seperti aturan transfer pemain, pemberian hak siar, dan peraturan keamanan di stadion. Di sisi lain, sepak bola juga dapat mempengaruhi politik di suatu negara. Misalnya, keberhasilan tim nasional dalam kompetisi internasional dapat memberikan kebanggaan nasional dan mengurangi ketegangan politik di dalam negeri.

Para ahli memiliki pandangan yang beragam mengenai hubungan antara olahraga dan politik. Robert Edelman, seorang sejarawan olahraga, menyatakan bahwa olahraga selalu memiliki hubungan dengan politik dan dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan politik. David Rowe, seorang sosiolog olahraga, menyatakan bahwa hubungan antara politik dan olahraga sangat erat, terutama dalam konteks globalisasi.

Joseph Maguire, seorang ahli politik olahraga, mengatakan bahwa olahraga dapat digunakan sebagai sarana diplomasi dalam hubungan internasional. Contohnya, pertandingan antara Korea Selatan dan Korea Utara pada Piala Dunia 2010 disebut sebagai contoh keberhasilan diplomasi olahraga yang berhasil menyejukkan hubungan politik kedua negara.


Olahraga seharusnya menjadi arena yang murni untuk kompetisi, sportivitas, dan persatuan. Namun, sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa olahraga tidak bisa sepenuhnya terlepas dari pengaruh politik. Seperti air yang meresap ke dalam tanah, politik pun seringkali merembes ke dalam dunia olahraga, terkadang menodai esensi murninya. Air yang sudah ternodai oleh tanah kotor akan sulit dimurnikan karena sudah menyatu. 

Cara yang paling tepat untuk memurnikan air tersebut adalah dengan melakukan filterisasi. Kondisi lingkungan politik dalam olahraga harus segera dibersihkan. Ini merupakan upaya yang tepat agar lingkungan olahraga dapat menjadi sportif tanpa ada campur tangan politik. 

Olahraga yang sudah tercampur dengan politik akan menimbulkan pro dan kontra yang dapat berdampak panjang terhadap hubungan antarnegara. Terkhusus tuan rumah yang memiliki konflik politik dapat menyebabkan pandangan negara tersebut menjadi buruk.

Seluruh kondisi saat ini mengenai hubungan antara olahraga dan politik memiliki potensi positif dan ada juga kekhawatiran bahwa politisasi olahraga dapat merusak integritas dan nilai-nilai murni dari olahraga itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan politik dan integritas olahraga, serta memastikan bahwa nilai-nilai sportivitas dan fair play tetap dijunjung tinggi dalam setiap aspek kegiatan olahraga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun