Pantang menyisakan butir nasi atau "ngaréméh" ketika makan
Mengolah padi menjadi beras hingga akhirnya menjadi nasi, tentunya melewati rangkaian proses yang begitu panjang, belum lagi padi yang disakralkan oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, hal tersebut cukup menjadi alasan mengapa tidak boleh menyisakan butir nasi ketika makan. Selain itu, dengan tidak menyisakan nasi merupakan bentuk penghormatan terhadap padi sebagai sumber kehidupan dan menghormati jerih payah para petani.
Diwajibkan memakai bawahan kain untuk perempuan dan ikat kepala untuk laki-laki
Hal ini berlaku untuk masyarakat kasepuhan maupun para tamu yang datang berkunjung. Perempuan memakai bawahan kain, karena dengan memakai kain samping tidak akan membentuk lekuk tubuh. Selain itu, nyaman juga dikenakan karena lebih leluasa bergerak. Hal ini telah menjadi kebiasaan perempuan di sana yang sampai saat ini masih terjaga.
Sedangkan ikat kepala untuk laki-laki memiliki filosofi tersendiri, laki-laki dipandang sebagai insan yang memiliki keinginan atau kemauan yang besar. Dengan memakai ikat kepala, maka keinginan yang terlampau besar tersebut dapat ditahan karena ikat kepala sebagai simbol untuk mengontrol keinginan tersebut. Selain itu, ikat kepala juga menggambarkan bahwa sesama masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mesti saling terikat satu sama lain serta harus saling menjaga persaudaraan dan kebersamaan.
Pantang membangun atap rumah menggunakan genteng
Menurut kasepuhan, tidak mungkin manusia hidup di bawahnya terdapat tanah dan di atasnya terdapat tanah pula. Hal tersebut karena apabila hidup di bawah tanah dan di atas tanah, itu berarti menandakan sesuatu yang tidak hidup atau sudah berakhir kehidupannya, aliasnya rumah yang dibangun sama saja dengan sebuah kuburan.
Sehingga rumah-rumah yang dibangun di Kasepuhan Sinar Resmi berbentuk panggung dengan bahan dari bambu dan kayu serta atap dari daun nipah, ijuk, dan alang-alang. Kayu menggambarkan hidup yang menyatu dengan alam. Sedangkan ijuk, nipah, dan alang-alang mencerminkan bahwa di atas masyarakat adat terdapat hukum, sehingga kudu nyanghulu ka hukum yakni hukum yang alami atau kepada leluhur.
Wajib mengikuti rangkaian aturan adat dalam proses penanaman padi
Proses penanaman padi tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus mengikuti aturan adat yang berlaku. Adapun beberapa ritual adat yang berkaitan dengan aktivitas penanaman padi diantaranya yaitu ngaseuk (selamatan awal menanam padi dengan ziarah ke pemakaman leluhur, menikmati nasi kebuli, dan menampilkan beragam kesenian), sapangjadian paré (memohon izin kepada leluhur agar padi tumbuh subur), sawenan (ritual sesudah padi tumbuh keluar), bébérés mager (ritual dalam rangka menjaga padi dari hama), ngarawunan (ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan sempurna, subur, dan terhindar dari hama), mipit (kegiatan memanen padi, didahului oleh Abah), nutu (kegiatan menumbuk padi hasil panen), nganyara (ritual ketika padi ditumbuk dan dimasak pertama kalinya), tutup nyambut (selamatan yang menandakan terselesaikannya seluruh kegiatan pertanian), sérén taun (puncak tradisi dari serangkaian kegiatan pertanian di setiap tahunnya) dan turun nyambut (ritual pertanda dimulainya kegiatan pertanian setelah sérén taun).