Mohon tunggu...
Siti Aminah
Siti Aminah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Pendidikan Indonesia

Seorang bijak berkata, “Daripada mengutuk kegelapan malam, lebih baik menyalakan lilin kecil peradaban”, ya begitulah seharusnya. Alih-alih terus mengeluh atas setiap permasalahan yang terjadi, bukankah mencari solusi adalah pilihan yang lebih bijak untuk dilakukan?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Eksistensi Tatali Paranti Karuhun sebagai Adat Istiadat Kasepuhan Sinar Resmi di Era Modernisasi

30 Juni 2022   13:30 Diperbarui: 30 Juni 2022   22:21 2297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakaian yang dikenakan saat di kasepuhan, Dokpri

Pantang menyisakan butir nasi atau "ngaréméh" ketika makan

Mengolah padi menjadi beras hingga akhirnya menjadi nasi, tentunya melewati rangkaian proses yang begitu panjang, belum lagi padi yang disakralkan oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, hal tersebut cukup menjadi alasan mengapa tidak boleh menyisakan butir nasi ketika makan. Selain itu, dengan tidak menyisakan nasi merupakan bentuk penghormatan terhadap padi sebagai sumber kehidupan dan menghormati jerih payah para petani.

Diwajibkan memakai bawahan kain untuk perempuan dan ikat kepala untuk laki-laki

Pakaian yang dikenakan saat di kasepuhan, Dokpri
Pakaian yang dikenakan saat di kasepuhan, Dokpri
Hal ini berlaku untuk masyarakat kasepuhan maupun para tamu yang datang berkunjung. Perempuan memakai bawahan kain, karena dengan memakai kain samping tidak akan membentuk lekuk tubuh. Selain itu, nyaman juga dikenakan karena lebih leluasa bergerak. Hal ini telah menjadi kebiasaan perempuan di sana yang sampai saat ini masih terjaga.

Sedangkan ikat kepala untuk laki-laki memiliki filosofi tersendiri, laki-laki dipandang sebagai insan yang memiliki keinginan atau kemauan yang besar. Dengan memakai ikat kepala, maka keinginan yang terlampau besar tersebut dapat ditahan karena ikat kepala sebagai simbol untuk mengontrol keinginan tersebut. Selain itu, ikat kepala juga menggambarkan bahwa sesama masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi mesti saling terikat satu sama lain serta harus saling menjaga persaudaraan dan kebersamaan.

Pantang membangun atap rumah menggunakan genteng

Menurut kasepuhan, tidak mungkin manusia hidup di bawahnya terdapat tanah dan di atasnya terdapat tanah pula. Hal tersebut karena apabila hidup di bawah tanah dan di atas tanah, itu berarti menandakan sesuatu yang tidak hidup atau sudah berakhir kehidupannya, aliasnya rumah yang dibangun sama saja dengan sebuah kuburan.

Sehingga rumah-rumah yang dibangun di Kasepuhan Sinar Resmi berbentuk panggung dengan bahan dari bambu dan kayu serta atap dari daun nipah, ijuk, dan alang-alang. Kayu menggambarkan hidup yang menyatu dengan alam. Sedangkan ijuk, nipah, dan alang-alang mencerminkan bahwa di atas masyarakat adat terdapat hukum, sehingga kudu nyanghulu ka hukum yakni hukum yang alami atau kepada leluhur.

Atap rumah di kasepuhan, Dokpri
Atap rumah di kasepuhan, Dokpri

Bangunan rumah berbahan kayu, Dokpri
Bangunan rumah berbahan kayu, Dokpri
Wajib mengikuti rangkaian aturan adat dalam proses penanaman padi

Proses penanaman padi tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus mengikuti aturan adat yang berlaku. Adapun beberapa ritual adat yang berkaitan dengan aktivitas penanaman padi diantaranya yaitu ngaseuk (selamatan awal menanam padi dengan ziarah ke pemakaman leluhur, menikmati nasi kebuli, dan menampilkan beragam kesenian),  sapangjadian paré (memohon izin kepada leluhur agar padi tumbuh subur), sawenan (ritual sesudah padi tumbuh keluar), bébérés mager (ritual dalam rangka menjaga padi dari hama), ngarawunan (ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan sempurna, subur, dan terhindar dari hama), mipit (kegiatan memanen padi, didahului oleh Abah), nutu (kegiatan menumbuk padi hasil panen), nganyara (ritual ketika padi ditumbuk dan dimasak pertama kalinya), tutup nyambut (selamatan yang menandakan terselesaikannya seluruh kegiatan pertanian), sérén taun (puncak tradisi dari serangkaian kegiatan pertanian di setiap tahunnya) dan turun nyambut (ritual pertanda dimulainya kegiatan pertanian setelah sérén taun).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun