Menyoal tentang waktu, dengan durasi yang sama, bisa terasa cepat atau lama, bahkan lama sekali. Rahasianya ada pada pikiran, bila hati senang cepatlah waktu berlalu. Namun, bila hati tak karuan lamanya minta ampun.
Ingat, waktu anak masih seusia SD, kalau diajak jalan-jalan bapaknya, selalu bertanya mau kemana kita. Bukan robot, anak kecil pun tahu, langkah kakinya akan menapak riang, bila tujuan perginya jelas.
Kita mau ke toko buku! Nach, bayang-bayang mau beli apa, sudah terpampang dibenak anak. Beda lagi, kalau dibilang mau jalan-jalan santai, sudahlah pasti inginnya jajan sambil lihat-lihat.
Dulu setelah menikah dan punya anak, inginnya memiliki rumah, dan segala daya upaya di arahkan agar terkumpul uang muka cicilan. Target tercapai, tak lebih dari 3 tahun bekerja, bebaslah membayar sewa kontrakkan.
Bagi-bagi pengalaman ya, di situasi kerja pun mirip-mirip, pernah terjadi beberapa waktu lalu, menanti saatnya pulang. Kalau dipikir-pikir, mengapa harus dinanti, pastinya kalau sudah waktunya akan bergulir dengan sendirinya.
Mungkin kurang pekerjaan, ataukah tak ada lagi yang dikerjakan, dan jawab pastinya karena tak tahu atau bingung mau melakukan apa. Padahal, nyata-nyata pekerjaan menumpuk dan harus disegerakan. Ada yang salah kalau begitu.
Biasanya sich, lanjutannya harus jeda sejenak, diam beberapa saat atau diam beberapa lama di rumah alias ambil cuti tahunan. Bisa jadi lelah, kurang istirahat, atau kurang piknik yang memerlukan penyegaran fisik atau psikis.
Temukan tujuan, seperti anak yg mau diajak pergi bapaknya, selalu bertanya mau kemana. Begitu pun, ketika kita bekerja, tujuannya apakah hanya iseng-iseng supaya dihormati atau ada hal lain.
Boleh dibilang, waktu itu tujuan bekerja adalah mencari uang, untuk bayar cicilan rumah, uang sekolah, beli kendaraan dan lain lain.
Tujuan harus kuat dan pasti, bukan hanya singgah di pikiran saja. Jelang memiliki rumah cicilan, agar terlihat nyata, dibuatlah semacam miniatur rumah, diletakkan di sudut ruang tamu rumah kontrakkan.
Kebiasaan membuat target, ternyata menguatkan harapan dan semangat menuntaskan tugas.
Menyoal tentang waktu, haruslah waspada supaya tak jatuh dalam jebakan maut. Meski tak ingin disebut karyawan teladan, bila tak ada target tertulis, adakalanya waktu seharian terasa berlebih.Â
Target adalah pecahan-pecahan dari tujuan, yang harus diaktualkan dalam bentuk visual tiga dimensi, seperti miniatur rumah dan lainnya, atau bentuk tulisan rencana kerja yang terpampang.
Target-target yang akan dicapai, bila lebih dari satu, dapat disusun ulang, supaya dapat dikerjakan sesuai urutan kepentingan.
Tak hanya di angan-angan, karena target yang tak ditulis akan meninabobokan kita dalam halusinasi, seolah tak ada lagi pekerjaan.
Tetaplah fokus, melaksanakan tugas-tugas di kantor atau pun di rumah, dalam target yang tertulis, agar jelas dan nyata. Dengan demikian tak boleh lagi beralasan merasa banyak waktu luang.
Lakukan target-target yang telah dibuat dengan konsisten, sesuai jadual rencana, dan jangan menunda-nunda. Namun, tetaplah harus dengan sadar dan senang hati, fokus sesuai tujuan yang hendak dicapai.
Bandung, 17 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H