Telah diniatkan Pak Jo. Berkunjung ke salah satu keluarga di Kota Semarang, di sela-sela perjalanan dinasnya dari Yogyakarta, pulang ke Bandung. Bersama adik, dan iparnya, mobil setengah tua melaju perlahan, menyusuri jalan panjang di Kota Semarang.
Pak Jo, pria baya (60 thn), menyeka keringat yang menggantung  di kening dan bawah dagunya, dengan jari-jari tangan kanannya.
Berselisih umur Pak Jo, tiga tahun dengan adiknya, Bu Ema, yang saat itu duduk di samping ipar, suaminya, Pak Supri (65 thn).
"Rem ... rem, jangan cepat-cepat toch Pak!" Bu Ema agak was-was, saat suaminya mempercepat laju kendaraannya.
Tanpa bicara Pak Supri, memperlambat lajunya, menuruti permintaan istrinya.
"Kita lewat Simpang Lima, terus ... Tugu Muda dan arah ke kanan ya," kata Bu Ema pada Pak Jo, yang masih tak nyaman karena panas.
"Ya ...," Pak Jo menjawab singkat, sambil membuang pandang, ke kiri dan kanan.
Dikarenakan sering berpindah kota, Pak Jo tak pernah menetap lama di Kota Semarang, dan hanya sesekali berkunjung. Lebih seringnya, ketika orangtua masih ada.
Untuk saat ini bila ke kota kelahirannya, hanya sebatas silaturahmi dengan adik-adik dan keluarga besar lainnya, dan menengok makam orangtua.
Masa kecil Pak Jo di Semarang, saat itu bersama empat saudara lainnya, sering ditinggal ayah yang bertugas di luar pulau.
Adalah suami adik dari ibu, Pak Moko, yang waktu itu hidup berkecukupan, sering berbagi kebahagiaan. Mengajak Pak Jo kecil berjalan-jalan naik mobil keliling kota, bahkan sampai ke luar kota atau tempat-tempat rekreasi lainnya.