Oleh:
Rico Bastian
(Mahasiswa Semester 3 Jurusan Dakwah STAI Al-Furqan Makassar)
~~~
Tepat hari ini dalam penanggalan masehi, bangsa kita memperingati Hari Pahlawan (10 November) sebuah momentun yang kita tandai dalam fase sejarah ihwal 2 ikon pentingnya yaitu: Bung Karno dan Bung Tomo.
Berlatar tewasnya Brigadir Jendral Mallaby dalam pertempuran di Surabaya Jawa Timur, yang terbakar didalam mobilnya ketika melewati Gedung Internatio, menampik amarah pembalasan dan ancaman oleh Komandan tentara Inggris pada saat itu.
Bung Tomo yang memimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) tentu tak gentar dengan ancaman oleh Tentara Inggris, malah mengikrarkan diri untuk melakukan perlawanan.
Peristiwa tersebut diinisiasi oleh para pejuang dari berbagai daerah, ras, dan suku di Indonesia, tak terkecuali dari Sulawesi. Pun kiyai dan para santri di Surabaya.
Catatan ini kiranya sangat panjang jadinya, jika peristiwa penandaan Hari Pahlawan semuanya saya tuliskan, lebih esensi daripada itu semua, pertanyaan paling sederhananya, kembali ke diri kita;
Kapan Terakhir Kali Kita Menjadi Pahlawan Bagi Diri Kita Sendiri?
Setiap tahun, kita peringati, setiap tahun pula kita kenangi, juang-juang para pahlawan yang tersisih dalam sahidnya. Tentu tak bisa kita kembali pada masanya, bergerilya dan berdarah-darah kembali.
Tak perlu muluk-muluklah kawan-kawan. Yang namanya perjuangan itulah pengorbanan yang bisa melakukannya ialah pahlawannya, terlepas ia kalah maupun menang. Besar dan kecil perlawanan pun bukan soal kehebatan. Sekali melawan untuk penindasan.
Dalam defenisi yang saya tuliskan inj pun tak perlu dibesar-besarkan, atau didramatisir dalam bayang yang begitu epuort. Cukup kita sadari sudah sejauhmana kita menjadi pahlawan bagi diri kita sendiri?.
Melawan kemalasan, kesombongan, sampah yang kita buang sembarangan, sok menang, sok punya kehebatan, tidak membersihkan toilet. Atau apapun yang hendaknya sederhana untuk "melawannya" namun kita "kalah" oleh diri kita sendiri.
Cukup itu saja, hakikatnya telah menjadi pahlawan bagi kemunafikan kemanusiaan diri kita sendiri. Â Jika tidak, kita kembali menjadi budak.
Sebab hal tersebut lebih bisa menjadi indikator yang sah, sebagai anak bangsa yang mengeja kata Bung Karno, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya".
~Tabik, lagi. tak perlu muluk-muluklah. Pahlawan adalah yang terus berbuat kebaikan melawan ke-tidak baikan, dan musuh yang paling sering melawan adalah diri kita, termasuk diri yang menulis ini. Salam.
~~~
Penyunting: Tim Al-Furqan Media
STAI AL-FURQAN INFO
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H