Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menangkal Radikalisme

18 April 2016   23:09 Diperbarui: 7 Juli 2016   01:19 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua agama memiliki pedoman masing-masing, semua perintah-perintah (baca: pedoman) sudah dituangkan ke dalam kitab-kitab, pun semua negara mempunyai konstitusinya masing-masing, yang semua berbicara tentang bonum commune, semua orang bisa membaca, pedoman tentang yang baik (yang harus dilakukan) dan yang buruk (yang harusnya tidak dilakukan) sudah ada, kesimpulannya kita sudah tahu itu. Namun, seperti kata Yesus, manusia (pemerintah dan penganut paham radikalisme) tidak menjalankan pedoman itu. Keadaan sosial dan politik dunia sekarang ini sama seperti orang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar, ketika banjir melanda rumah itu akan rubuh dan kerusakannya hebat.

Lantas, bagaimana kita menyikapi radikalisme (dampak dari keadaan sosial dan politik yang tidak stabil) ini? Kita bisa memulai pendidikan (keluarga) di rumah. Bagaimana fondasi (kehidupan) yang kuat dibangun dalam keluarga.  

Orang tua menjelaskan (menasehati) anak-anaknya tentang apa yang baik dan buruk, benar atau salah, sedini mungkin, dan tentu harus memberikan teladan, agar jika ada keadaan yang sangat sulit sekalipun (dari dampak politik yang tidak beres) anak-anak itu bisa survive tanpa melakukan cara-cara yang radikal. 

Ajarkan (perkenalkan) juga kepada anak, apa yang disyairkan Sufi kelahiran Afganistan, Jalaludin Rumi (1207-1273) ini, “Esensi agama itu cinta. Anak kandung agama adalah cinta. Sungguh mengherankan jika ada sekelompok orang, dengan mengatasnamakan agama, berperang dan membunuh orang yang berbeda keyakinan. Hiruplah hanya cinta.”

Tentu, peran pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif pada konteks Indonesia) sebagai pemangku kebijakan (yang mengatur politik suatu negara) juga perlu diperhatikan, harus melakukan fungsinya dengan baik. Sebab hukum sebab akibat akan selalu terjadi. Dampak-dampak dari kebijakan yang salah atau salah melakukan kebijakan pasti akan selalu buruk. Dengan banyaknya (berbeda-bedanya) persepsi (setiap) manusia, kita tidak bisa secara pasti tahu apa yang akan terjadi, tapi dari pengalaman empirik kita (manusia) bisa melakukan tindakan-tindakan preventive. Agar terbangunlah rumah yang kokoh seperti yang dibangun di atas batu, yang jika hujan badaipun menerjang tidak akan roboh.

 

Jakarta, 3 April 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun