Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pengalaman Masuk ke Tambang Bawah Tanah PT Freeport Indonesia

9 September 2015   12:00 Diperbarui: 9 September 2015   23:54 10123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai mendapat tambahan alat safety tersebut, barulah sesi presentasi dimulai. Disana, dijelaskan perihal era potensi tambang baru bawah tanah yang berada dalam perut gunung Grasberg. Nama-nama lokasinya agak unik. Ada yang berupa singkatan seperti DOZ/ESZ; MLZ; DMLZ atau berupa kata dalam bahasa Inggris seperti BIG GOSSAN, GRASBERG BLOCK CAVE hingga yang paling unik dan membuat penasaran adalah lokasi yang bernama KUCING LIAR.

Potensi tambang bawah tanah tersebut sangat besar sekali, sampai tahun 2041 pun masih bisa dieksplore. Namun tetap saja, tidak serta merta semuanya langsung bisa digarap.

Contohnya area tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore Zone). Area ini adalah yang pertama kali digali dan biaya pembangunan insfratrukturnya diperkirakan mencapai US$ 15 Milyar atau sekitar Rp.195 Trilyun. Hingga akhir Maret 2015, sekitar Rp. 9 Milyar (Rp. 117 Trilyun) sudah digelontorkan untuk dapat menembus lokasi ini. Itu pun ternyata merupakan dana pinjaman (hutang) dari pemodal dan hasil produksinya masih jauh dari BEP (break event point) atau balik modal.

Besarnya angka modal dasar itulah yang sepertinya membuat pihak PT Freeport Indonesia berniat sekali melepas 25% kepemilikannya kepada pemerintah Indonesia. Disamping untuk berbagi keuntungan yang lebih besar kepada pemerintah selain pajak dan royalti, juga sekaligus berbagi ‘tanggung jawab’ terhadap besarnya biaya dan resiko pembukaan area tambangnya.

Hingga saat artikel ini dibuat, belum ada informasi perihal rencana pembelian kepemilikan saham ini oleh pihak pemerintah.

Nah, lokasi DOZ inilah yang akan segera saya masuki untuk bisa melihat secara langsung bagaimana bentuk dan suasana didalamnya.

Saya cukup beruntung, ternyata atasan (manager) karyawan Freeport yang mengantar saya memasuki area bawah tanah ini adalah teman sekolah saya ketika masih STM jurusan telekomunikasi.

Saya agak terkejut jika ternyata ia membelot dari dunia telekomunikasi ke dunia pertambangan. Usut demi usut, sahabat saya ini hanya setahun melanjutkan kuliah di kampus telekomunikasi dan selanjutnya memilih masuk ke kampus ITB jurusan pertambangan sebelum akhirnya bergabung di perusahaan tambang ini.

Banyak sisi lain yang diceritakan oleh sahabat saya ini perihal karakter pekerja tambang bawah tanah yang sedikit berbeda dengan pekerja tambang terbuka. Salah satu yang khas dari pekerja underground adalah reaksi ‘parno’ atau paranoid terhadap suara kemresek , contohnya seperti suara botol Akua yang sedang diremas.

Suara ini konon, mirip salah satu suara pertanda runtuhnya terowongan. Banyak pekerja underground yang terselamatkan karena respon cepat terhadap reaksi suara sejenis ini.

Hal yang pernah iseng-iseng saya coba test ketika disekitar terminal Tembagapura. Ketika botol mineral tersebut saya remas, tampak beberapa karyawan Freeport terlihat menegang dan terdiam sebentar lalu mengambil posisi sigap. Saya lihat, yang tampak tegang dan matanya terbelalak tersebut adalah yang baju atau jaketnya terdapat tulisan “underground”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun