Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Apakah Tembagapura Wilayah Teritorial Amerika?

28 Juli 2015   15:55 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:55 12988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan kebetulan, titik 2000 meter ini adalah titik tanjakan drastis menuju lokasi tambang. Waktu dan energi pembuatan jalur akses dari puncak Erstberg ke Tembagapura atau dari pantai ke Tembagapura adalah sama. Walaupun dari pantai, jaraknya jauh lebih jauh.

Kemudian, saya juga baru mengetahui jika kesan tertutup kota ini ternyata memang hasil perintah pemerintah Indonesia. Melalui KEPMEN yang disalah satu pasalnya memang membahas soal larangan memasuki daerah usaha pertambangan tanpa izin. Ooo…

Itu pun, faktanya saya masih sempat melihat warga sekitar Tembaga yang masih bebas hilir mudik dikota ini. Bahkan beberapa kali saya bertemu banyak warga suku sekitar Tembagapura hilir mudik saat membeli jajanan di salah satu swalayan di Tembagapura. Jadi kalau dibilang tertutup sekali, ya rasanya enggak juga sih…

Namun, namanya juga “kota” asrama pekerja tambang yang masih merupakan lokasi kontrak karya, maka kedisiplinan terhadap keselamatan kerja adalah hal yang sangat mandatory atau wajib. Jangankan berkerja tanpa memakai safety gear, urusan sederhana seperti berdiri didalam bus saja tidak boleh. Ya, memang selain isyu lingkungan hidup, isyu keselamatan kerja adalah momok paling menakutkan bagi perusahaan tambang, khususnya Freeport ini sendiri.

Bahkan ada kejadian yang sempat membuat saya begitu “kheki”, antara kesal dan geli sendiri saat suatu malam saya janjian bertemu di mess dengan seorang sahabat lama saat sekolah yang menjadi salah satu manager di perusahaan ini. Saat itu, usai temu kangen karena sudah belasan tahun tidak bertemu—ia pamit pulang untuk kembali ke mess nya yang sebenarnya tidak terlalu jauh.

Ketika ia sudah dibawah, terdengar suara klakson tiga kali “din-din-din”! Saya pun beranjak melongok ke bawah. (saya di lantai 5) dan dengan senyum lebar dan melambaikan tangan ke arahnya. Usai kendaraan itu mundur dan hendak jalan maju kedepan, terdengar suara klaksin dua kali “din-din”. Saya pun semakin bersemangat melambaikan tangan.

Namun herannya, dari kejauhan tidak nampak ia membalas lambaian tangan saya. Menjauh, lalu menghilang dari pandangan.

Lalu pada beberapa hari kemudian, saat berkunjung ke Institut tambang Nemangkawi di Timika untuk mencoba simulator truk pengangkut hasil tambang—barulah saya terkejut! Ternyata memang ada prosedur wajib membunyikan klakson di area tambang dan sekitarnya.

Satu klakson saat menyalakan mesin mobil, dua klakson untuk maju dan tiga klakson untuk mundur. Jadi suara klakson dari mobil sohib saya tersebut bukan hendak menyapa pamitan, namun memang prosedur naik kendaraan di Tembagapura. Waduh! Saya ke-ge’er-an.

Kedisplinan dan perhatian yang sangat besar terhadap yang berhubungan dengan keselamatan kerja ini ternyata tidak selamanya menjadi hal yang positif. Khususnya saat berhubungan dengan kehaadiran dan fungsi pemerintah dalam wilayah kontrak karya ini.

Contohnya adalah respon perusahaan terhadap layanan kesehatan masyarakat sekitar area tambang. Khususnya pada suku Amungme yang tinggal di pegunungan atau perbukitan seperti desa Banti, Tsinga atau Arwanop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun